Kreditur Apartemen Antasari 45 Uji Materi UU Kepailitan ke MK
Rabu, 07 Oktober 2020 - 23:33 WIB
JAKARTA - Ratusan kreditur apartemen Antasari 45, Jakarta Selatan yang diwakili kuasa hukumnya mendaftarkan uji materi Pasal 55 Ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ke Mahkamah Konstitusi (MK) .
Mereka menuntut agar kedudukannya setara dengan kreditur separatis dan pembayarannya didahulukan dari kreditur pemegang hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan dan hak hipotek.
"Uji materi UU Kepailitan sudah kita daftarkan di MK kemarin. Itu dilakukan para kreditur karena berpotensi akan kehilangan unit apartemen yang telah dipesannya. Juga bukan tidak mungkin pembeli unit juga akan kehilangan uang yang telah disetorkannya," tutur kuasa hukum para kreditur apartemen Antasari 45, Saiful Anam dalam keterangan persnya, Rabu (7/10/2020).
Saiful lalu mengutip bunyi UU 37 Tahun 2004 pada Pasal 55 Ayat 1 Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan,
hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.
Dia menjelaskan, posisi dan kedudukan pembeli unit apartemen dalam hal debitur/developer diduga dalam proses pailit maka tentu hal tersebut akan sangat merugikan pembeli apartemen.
"Hal itu mengingat posisi dan kedudukannya hanya sebagai kreditur konkuren yang posisinya berada setelah kreditor preferen maupun separatis menurut UU Kepailitan," ujarnya.( )
Senada dengan Saiful Anam, Achmad Umar mengatakan, celah yang demikian seringkali digunakan developer nakal untuk tidak bertanggung jawab terhadap pembeli yang telah melakukan pembayaran kepada developer.
"Sehingga dengan demikian jelas posisi pembeli apartemen tidak memiliki kepastian hukum. Mengingat apabila melihat UU Perlindungan Konsumen mestinya posisi dan kedudukan didahulukan bahkan prioritas mendapat ganti kerugian apabila pelaku usaha lalai terhadap yang diperjanjikan," tuturnya. (Baca juga: Curah Hujan Meningkat Akibat La Nina, BMKG Imbau Cegah Zero Victim)
Mereka menuntut agar kedudukannya setara dengan kreditur separatis dan pembayarannya didahulukan dari kreditur pemegang hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan dan hak hipotek.
"Uji materi UU Kepailitan sudah kita daftarkan di MK kemarin. Itu dilakukan para kreditur karena berpotensi akan kehilangan unit apartemen yang telah dipesannya. Juga bukan tidak mungkin pembeli unit juga akan kehilangan uang yang telah disetorkannya," tutur kuasa hukum para kreditur apartemen Antasari 45, Saiful Anam dalam keterangan persnya, Rabu (7/10/2020).
Saiful lalu mengutip bunyi UU 37 Tahun 2004 pada Pasal 55 Ayat 1 Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan,
hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.
Dia menjelaskan, posisi dan kedudukan pembeli unit apartemen dalam hal debitur/developer diduga dalam proses pailit maka tentu hal tersebut akan sangat merugikan pembeli apartemen.
"Hal itu mengingat posisi dan kedudukannya hanya sebagai kreditur konkuren yang posisinya berada setelah kreditor preferen maupun separatis menurut UU Kepailitan," ujarnya.( )
Senada dengan Saiful Anam, Achmad Umar mengatakan, celah yang demikian seringkali digunakan developer nakal untuk tidak bertanggung jawab terhadap pembeli yang telah melakukan pembayaran kepada developer.
"Sehingga dengan demikian jelas posisi pembeli apartemen tidak memiliki kepastian hukum. Mengingat apabila melihat UU Perlindungan Konsumen mestinya posisi dan kedudukan didahulukan bahkan prioritas mendapat ganti kerugian apabila pelaku usaha lalai terhadap yang diperjanjikan," tuturnya. (Baca juga: Curah Hujan Meningkat Akibat La Nina, BMKG Imbau Cegah Zero Victim)
tulis komentar anda