Bentuk Timsus, IPW Minta Polri Bisa Cepat Selidiki Mafia Covid-19
Senin, 05 Oktober 2020 - 13:22 WIB
JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) , Neta S Pane menyatakan pihaknya mengapresiasi langkah cepat Bareskrim Mabes Polri yang akan membentuk Tim Khusus untuk menyelidiki dugaan mafia kesehatan dalam kasus "pengcovidan" pasien yang sesungguhnya negatif Covid-19.
Menurut dia, akibat ulah mafia kesehatan ini muncul tiga hal yang merugikan negara maupun masyarakat. Pertama, validitas angka korban Covid-19 di Indonesia, terutama yang tewas menjadi tidak akurat. Kedua, negara dirugikan karena anggaran negara untuk korban Covid 19 dirampok oleh para mafia kesehatan.
"Ketiga, keluarga korban pengcovidan oleh mafia kesehatan menjadi dikucilkan masyarakat sekitarnya yang khawatir virus tersebut menular kepada mereka," tutur Neta kepada SINDOnews, Senin (5/1/2020).
(Baca: IPW Desak Bareskrim Usut Mafia Rumah Sakit terkait COVID-19)
IPW berharap Bareskrim bisa bekerja cepat untuk menangkap para mafia kesehatan yang sudah merampok uang negara dalam mengcovidkan pasien itu. Neta mengatakan, informasi yang diperoleh lembaganya, biaya perawatan pasien infeksi virus corona bisa mencapai Rp 290 juta.
Dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-275/MK 02/2020 tanggal 6 April 2020 memuat aturan serta besaran biaya perawatan pasien Covid-19, jika seorang pasien dirawat selama 14 hari, maka asumsinya pemerintah menanggung biaya sebesar Rp105 juta sebagai biaya paling rendah. "Sedangkan untuk pasien komplikasi, pemerintah setidaknya harus menanggung biaya Rp231 juta per orang," ungkap dia.
Untuk itu, lanjut Neta, Bareskrim perlu mengusut dan mengaudit seluruh rumah sakit rujukan Covid-19 agar diketahui seberapa besar sesungguhnya korban meninggal akibat Covid 19 dan berapa besar pula korban yang dicovidkan.
(Baca: Tiba di Bareskrim, Pengunggah Foto Ma'ruf Amin-Kakek Sugiono Minta Maaf)
Menurut Neta, pada 27 April 2020 misalnya, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumut pernah mengumumkan, dari 61 pasien yang dimakamkan dengan prosedur Covid 19, ternyata diketahui 43 di antaranya negatif Covid. Lalu 14 Juli 2020, enam makam di TPU Teluk Kabung, Padang, Sumbar yang dimakamkan dengan prosedur Covid-19 dibongkar atas permintaan keluarga karena hasil tesnya negatif Covid.
Kemudian, pada 8 Juni 2020, keluarga Ade Margani menuntut RSUD Balaraja, Banten karena ybs dimakamkan dengan prosedur Covid padahal hasil tes negatif Covid. Berbagai kasus pengcovidan ini jelas sangat meresahkan masyarakat,
"Gerak cepat Bareskrim Polri sangat diperlukan agar data Covid-19 benar-benar valid, uang negara bisa diselamatkan, para mafia kesehatan yang merampok uang negara bisa diseret ke pengadilan Tipikor, dan keresahan masyarakat akibat ulah para mafia kesehatan yang mengcovidkan pasien ini bisa diatasi," pungkas dia.
Menurut dia, akibat ulah mafia kesehatan ini muncul tiga hal yang merugikan negara maupun masyarakat. Pertama, validitas angka korban Covid-19 di Indonesia, terutama yang tewas menjadi tidak akurat. Kedua, negara dirugikan karena anggaran negara untuk korban Covid 19 dirampok oleh para mafia kesehatan.
"Ketiga, keluarga korban pengcovidan oleh mafia kesehatan menjadi dikucilkan masyarakat sekitarnya yang khawatir virus tersebut menular kepada mereka," tutur Neta kepada SINDOnews, Senin (5/1/2020).
(Baca: IPW Desak Bareskrim Usut Mafia Rumah Sakit terkait COVID-19)
IPW berharap Bareskrim bisa bekerja cepat untuk menangkap para mafia kesehatan yang sudah merampok uang negara dalam mengcovidkan pasien itu. Neta mengatakan, informasi yang diperoleh lembaganya, biaya perawatan pasien infeksi virus corona bisa mencapai Rp 290 juta.
Dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-275/MK 02/2020 tanggal 6 April 2020 memuat aturan serta besaran biaya perawatan pasien Covid-19, jika seorang pasien dirawat selama 14 hari, maka asumsinya pemerintah menanggung biaya sebesar Rp105 juta sebagai biaya paling rendah. "Sedangkan untuk pasien komplikasi, pemerintah setidaknya harus menanggung biaya Rp231 juta per orang," ungkap dia.
Untuk itu, lanjut Neta, Bareskrim perlu mengusut dan mengaudit seluruh rumah sakit rujukan Covid-19 agar diketahui seberapa besar sesungguhnya korban meninggal akibat Covid 19 dan berapa besar pula korban yang dicovidkan.
(Baca: Tiba di Bareskrim, Pengunggah Foto Ma'ruf Amin-Kakek Sugiono Minta Maaf)
Menurut Neta, pada 27 April 2020 misalnya, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumut pernah mengumumkan, dari 61 pasien yang dimakamkan dengan prosedur Covid 19, ternyata diketahui 43 di antaranya negatif Covid. Lalu 14 Juli 2020, enam makam di TPU Teluk Kabung, Padang, Sumbar yang dimakamkan dengan prosedur Covid-19 dibongkar atas permintaan keluarga karena hasil tesnya negatif Covid.
Kemudian, pada 8 Juni 2020, keluarga Ade Margani menuntut RSUD Balaraja, Banten karena ybs dimakamkan dengan prosedur Covid padahal hasil tes negatif Covid. Berbagai kasus pengcovidan ini jelas sangat meresahkan masyarakat,
"Gerak cepat Bareskrim Polri sangat diperlukan agar data Covid-19 benar-benar valid, uang negara bisa diselamatkan, para mafia kesehatan yang merampok uang negara bisa diseret ke pengadilan Tipikor, dan keresahan masyarakat akibat ulah para mafia kesehatan yang mengcovidkan pasien ini bisa diatasi," pungkas dia.
(muh)
Lihat Juga :
tulis komentar anda