PKS dan Demokrat Tolak Bawa RUU Cipta Kerja ke Rapat Paripurna
Minggu, 04 Oktober 2020 - 03:04 WIB
JAKARTA - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat (PD) menolak membawa Rancangan Undang Undangan (RUU) Cipta Kerja ke Rapat Paripurna untuk disetujui menjadi UU. Penolakan itu disampaikan dalam rapat badan legislasi (Baleg) DPR dengan pemerintah malam ini.
Anggota Baleg DPR Fraksi PKS, Ledia Hanifa Amaliah, yang mewakili Fraksi PKS menyatakan arah dan jangkauan pengaturan dari RUU Cipta Kerja telah berdampak terhadap lebih dari 78 undang-undang. "Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menyadari bahwa substansi pengaturan yang terdapat dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja memiliki implikasi yang luas terhadap praktik kenegaraan dan pemerintahan di Indonesia sehingga diperlukan pertimbangan yang mendalam apakah aspek formil dan materil dari undang-undang tersebut sejalan dengan koridor politik hukum kebangsaan yang kita sepakati bersama," ujar Ledia, Sabtu (3/10/2020). (Baca juga: RUU Cipta Kerja, Pekerja Kontrak Diberi Hak Sama dengan Pekerja Tetap)
Anggota Komisi X DPR ini menambahkan ada beberapa catatan Fraksi PKS DPR. Pertama Fraksi PKS memandang pembahasan RUU Cipta Kerja pada masa pandemi Covid 19 ini menyebabkan terbatasnya akses dan partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan, koreksi dan penyempurnaan terhadap RUU Cipta Kerja. "Banyaknya materi muatan dalam RUU ini semestinya disikapi dengan kecermatan dan kehati-hatian. Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang tidak runtut dalam waktu yang pendek menyebabkan ketidak optimalan dalam pembahasan. Padahal Undang-undang ini akan memberikan dampak luas bagi banyak orang, bagi bangsa ini," kata Ledia. (Baca juga: RUU Cipta Kerja Hampir Rampung, Masyarakat Diminta Objektif)
Ketiga, lanjut Ledia, Fraksi PKS memandang RUU Cipta Kerja ini tidak tepat membaca situasi, tidak akurat dalam diagnosis, dan tidak pas dalam menyusun resep. Walau yang sering disebut adalah soal investasi, pada kenyataannya persoalan yang hendak diatur dalam Omnibus Law bukanlah masalah-masalah utama yang selama ini menjadi penghambat investasi. "Contoh ketidaktepatan ini adalah formulasi pemberian pesangon yang tidak didasarkan atas analisa yang komprehensif. Hanya melihat pada aspek ketidakberdayaan pengusaha tanpa melihat rata-rata lama masa kerja pekerja yang di PHK. Sehingga nilai maksimal pesangon itu semestinya tidak menjadi momok bagi pengusaha," kata Sekretaris Fraksi PKS DPR ini. (Baca juga: RUU Cipta Kerja Dinilai Bakal Lindungi Usaha Masyarakat di Sekitar Hutan)
Keempat, imbuhnya, secara substansi Fraksi PKS menilai sejumlah ketentuan dalam RUU Cipta Kerja masih memuat substansi yang bertentangan dengan politik hukum kebangsaan yang telah disepakati pascaamandemen konstitusi. Ketentuan-ketentuan yang ditolak dalam RUU Cipta Kerja. "Ancaman terhadap kedaulatan negara melalui pemberian kemudahan kepada pihak asing. Termasuk juga ancaman terhadap kedaulatan pangan kita, RUU Cipta Kerja memuat substansi pengaturan yang berpotensi menimbulkan kerugian terhap tenagakerja atau buruh melalui perubahan beberapa ketentuan yang lebih menguntungkan pengusaha. Terutama pada pengaturan tentang kontrak kerja, upah dan pesangon," tuturnya.
Dia menambahkan, RUU Cipta Kerja memuat pengaturan yang berpotensi menimbulkan kerusakan terhadap kelestarian lingkungan hidup. Dalam pasal 37 RUU Cipta Kerja terkait perubahan UU Kehutanan, ketentuan penyediaan luas minimum 30% untuk fungsi kawasan hutan dari Daerah Aliran Sungai (DAS) dihapus.
"RUU Cipta Kerja memberikan kewenangan yang sangat besar bagi pemerintah namun kewenangan tersebut tidak diimbangi dengan menciptakan sistem pangawasan dan pengendalian terhadap penegakkan hukum administratifnya. Seyogyanya apabila pemerintah bermaksud mempermudah perizinan maka sistem pengenaan sanksinya harus lebih ketat dengan mengembangkan sistem peradilan administrasi yang modern", ujar Ledia.
"Berdasarkan pertimbangan tersebut, dengan memohon taufik Allah SWT dan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) menyatakan menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja untuk ditetapkan sebagai UU," kata Ledia mengakhiri pandangan mini Fraksi PKS terhadap RUU Omnibus Law.
Hal senada disampaikan anggota Fraksi Partai Demokrat Hinca Panjaitan. "Fraksi Demokrat menyatakan menolak pembahasan RUU Cipta Kerja ini. Fraksi Demokrat menilai banyak hal yang harus dibahas kembali secara lebih mendalam dan komprehensif, tidak perlu terburu-buru," ujar Hinca.
Dia mengatakan, pembahasan RUU Cipta Kerja sejak awal cacat prosedur. Dia mengatakan, RUU Cipta Kerja berpotensi memberangus hak-hak pekerja. Maka itu, dia meminta pemerintah dan DPR kembali membahas RUU Cipta Kerja secara mendalam dengan melibatkan para pihak yang berkepentingan.
Anggota Baleg DPR Fraksi PKS, Ledia Hanifa Amaliah, yang mewakili Fraksi PKS menyatakan arah dan jangkauan pengaturan dari RUU Cipta Kerja telah berdampak terhadap lebih dari 78 undang-undang. "Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menyadari bahwa substansi pengaturan yang terdapat dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja memiliki implikasi yang luas terhadap praktik kenegaraan dan pemerintahan di Indonesia sehingga diperlukan pertimbangan yang mendalam apakah aspek formil dan materil dari undang-undang tersebut sejalan dengan koridor politik hukum kebangsaan yang kita sepakati bersama," ujar Ledia, Sabtu (3/10/2020). (Baca juga: RUU Cipta Kerja, Pekerja Kontrak Diberi Hak Sama dengan Pekerja Tetap)
Anggota Komisi X DPR ini menambahkan ada beberapa catatan Fraksi PKS DPR. Pertama Fraksi PKS memandang pembahasan RUU Cipta Kerja pada masa pandemi Covid 19 ini menyebabkan terbatasnya akses dan partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan, koreksi dan penyempurnaan terhadap RUU Cipta Kerja. "Banyaknya materi muatan dalam RUU ini semestinya disikapi dengan kecermatan dan kehati-hatian. Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang tidak runtut dalam waktu yang pendek menyebabkan ketidak optimalan dalam pembahasan. Padahal Undang-undang ini akan memberikan dampak luas bagi banyak orang, bagi bangsa ini," kata Ledia. (Baca juga: RUU Cipta Kerja Hampir Rampung, Masyarakat Diminta Objektif)
Ketiga, lanjut Ledia, Fraksi PKS memandang RUU Cipta Kerja ini tidak tepat membaca situasi, tidak akurat dalam diagnosis, dan tidak pas dalam menyusun resep. Walau yang sering disebut adalah soal investasi, pada kenyataannya persoalan yang hendak diatur dalam Omnibus Law bukanlah masalah-masalah utama yang selama ini menjadi penghambat investasi. "Contoh ketidaktepatan ini adalah formulasi pemberian pesangon yang tidak didasarkan atas analisa yang komprehensif. Hanya melihat pada aspek ketidakberdayaan pengusaha tanpa melihat rata-rata lama masa kerja pekerja yang di PHK. Sehingga nilai maksimal pesangon itu semestinya tidak menjadi momok bagi pengusaha," kata Sekretaris Fraksi PKS DPR ini. (Baca juga: RUU Cipta Kerja Dinilai Bakal Lindungi Usaha Masyarakat di Sekitar Hutan)
Keempat, imbuhnya, secara substansi Fraksi PKS menilai sejumlah ketentuan dalam RUU Cipta Kerja masih memuat substansi yang bertentangan dengan politik hukum kebangsaan yang telah disepakati pascaamandemen konstitusi. Ketentuan-ketentuan yang ditolak dalam RUU Cipta Kerja. "Ancaman terhadap kedaulatan negara melalui pemberian kemudahan kepada pihak asing. Termasuk juga ancaman terhadap kedaulatan pangan kita, RUU Cipta Kerja memuat substansi pengaturan yang berpotensi menimbulkan kerugian terhap tenagakerja atau buruh melalui perubahan beberapa ketentuan yang lebih menguntungkan pengusaha. Terutama pada pengaturan tentang kontrak kerja, upah dan pesangon," tuturnya.
Dia menambahkan, RUU Cipta Kerja memuat pengaturan yang berpotensi menimbulkan kerusakan terhadap kelestarian lingkungan hidup. Dalam pasal 37 RUU Cipta Kerja terkait perubahan UU Kehutanan, ketentuan penyediaan luas minimum 30% untuk fungsi kawasan hutan dari Daerah Aliran Sungai (DAS) dihapus.
"RUU Cipta Kerja memberikan kewenangan yang sangat besar bagi pemerintah namun kewenangan tersebut tidak diimbangi dengan menciptakan sistem pangawasan dan pengendalian terhadap penegakkan hukum administratifnya. Seyogyanya apabila pemerintah bermaksud mempermudah perizinan maka sistem pengenaan sanksinya harus lebih ketat dengan mengembangkan sistem peradilan administrasi yang modern", ujar Ledia.
"Berdasarkan pertimbangan tersebut, dengan memohon taufik Allah SWT dan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) menyatakan menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja untuk ditetapkan sebagai UU," kata Ledia mengakhiri pandangan mini Fraksi PKS terhadap RUU Omnibus Law.
Hal senada disampaikan anggota Fraksi Partai Demokrat Hinca Panjaitan. "Fraksi Demokrat menyatakan menolak pembahasan RUU Cipta Kerja ini. Fraksi Demokrat menilai banyak hal yang harus dibahas kembali secara lebih mendalam dan komprehensif, tidak perlu terburu-buru," ujar Hinca.
Dia mengatakan, pembahasan RUU Cipta Kerja sejak awal cacat prosedur. Dia mengatakan, RUU Cipta Kerja berpotensi memberangus hak-hak pekerja. Maka itu, dia meminta pemerintah dan DPR kembali membahas RUU Cipta Kerja secara mendalam dengan melibatkan para pihak yang berkepentingan.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda