Miris, Eksploitasi dan Prostitusi Anak Kian Marak di Musim Pandemi
Jum'at, 02 Oktober 2020 - 19:45 WIB
Ketiga, dari 9 kasus yang dipantau KPAI, mayoritas merupakan kasus prostitusi online yang memanfaatkan kemudahan transaksi elektronik dalam menjalankan aksinya. Mereka menggunakan beragam media sosial seperti Facebook, MeChat, WeChat dan WhatsApp yang kemudian dihubungkan kepada pelanggan.
Berikutnya, kata Ai Maryati Solihah, latar belakang anak masuk dan terlibat dalam prostitusi beragam, namun didominasi oleh pemanfaatan anak dalam situasi rentan. Misalnya mereka yang membutuhkan pekerjaan, direkrut kemudian ditampung untuk dipekerjakan, padahal dilibatkan prostitusi. "Kemudian pola dipacari dahulu sehingga mengikuti perintah pacar untuk melayani laki-laki hidung belang," tuturnya.
Korban saat ini sudah berada dalam perlindungan layanan Pemerintah Daerah setempat, baik P2TP2A, serta panti sosial yang menangani perempuan dan anak untuk dilakukan pemulihan dan penanganan serta memastikan pemenuhan hak-hak anak, terutama kesehatan fisik dan psikologis.
Saat ini proses hukum anak sedang berjalan dan hampir seluruhnya menggunakan UU Nomor 35/20014 tentang Perlindungan Anak pasal 76D dan pasal 81 yang pidanannya minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun plus denda. Namun demikian, KPAI melihat kejahatan Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam kasus-kasus ini sangat kental sehingga KPAI mengimbau pada aparat baik Kepolisian dan Kejaksaan untuk senantiasa mencermati adanya cara proses dan tujuan anak diekploitasi secara seksual yang ditunjukkan oleh UU No 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang menjadi bagian penting penegakkan hukum serta pemenuhan hak restitusi.
(Baca: Modus Pijat Plus Plus, Mucikari Ini Jalankan Prostitusi Online di Gejayan)
KPAI juga menyerukan kepada keluarga untuk selalu mengawasi, membimbing dan mengasuh anak-anak dalam situasi dan kondisi yang saat ini dihadapi untuk menekan dan menghindari pola-pola baru jenis TPPO dan kejahatan seksual pada anak.
"Situasi pandemi dan kelekatan anak dengan dunia digital membutuhkan edukasi dan parental skill dalam berinternet secara sehat di dalam rumah," tuturnya.
KPAI juga merekomendasikan kepada KPPPA untuk melakukan langkah-langkah koordinatif terukur dalam respon kasus prostitusi anak sehingga penanganan antar pemangku kepentingan segera dilakukan di berbagai daerah di atas.
"KPAI mengajak untuk awas dan waspada pada ledakan pekerja anak di era pandemik ini agar jaminan hak Pendidikan anak-anak harus benar-benar dipenuhi, serta penguatan skill dan penempatan lapangan kerja baru harus menjadi pintu masuk agar dapat menekan anak dan remaja agar tidak terlibat dalam pekerjaan terburuk anak," katanya.
KPAI juga mendesak adanya sinergi antar kementerian/lembaga dalam merealisasikan Indonesia bebas pekerja anak sebagaimana tertuang dalam Road Map Bebas Pekerja Anak Tahun 2022. Dalam road map tersebut, Kemenaker, KPPPA, Kemensos dan Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten mengintegrasikan kebijakan sebagai upaya menghapus pekerja anak.
Berikutnya, kata Ai Maryati Solihah, latar belakang anak masuk dan terlibat dalam prostitusi beragam, namun didominasi oleh pemanfaatan anak dalam situasi rentan. Misalnya mereka yang membutuhkan pekerjaan, direkrut kemudian ditampung untuk dipekerjakan, padahal dilibatkan prostitusi. "Kemudian pola dipacari dahulu sehingga mengikuti perintah pacar untuk melayani laki-laki hidung belang," tuturnya.
Korban saat ini sudah berada dalam perlindungan layanan Pemerintah Daerah setempat, baik P2TP2A, serta panti sosial yang menangani perempuan dan anak untuk dilakukan pemulihan dan penanganan serta memastikan pemenuhan hak-hak anak, terutama kesehatan fisik dan psikologis.
Saat ini proses hukum anak sedang berjalan dan hampir seluruhnya menggunakan UU Nomor 35/20014 tentang Perlindungan Anak pasal 76D dan pasal 81 yang pidanannya minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun plus denda. Namun demikian, KPAI melihat kejahatan Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam kasus-kasus ini sangat kental sehingga KPAI mengimbau pada aparat baik Kepolisian dan Kejaksaan untuk senantiasa mencermati adanya cara proses dan tujuan anak diekploitasi secara seksual yang ditunjukkan oleh UU No 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang menjadi bagian penting penegakkan hukum serta pemenuhan hak restitusi.
(Baca: Modus Pijat Plus Plus, Mucikari Ini Jalankan Prostitusi Online di Gejayan)
KPAI juga menyerukan kepada keluarga untuk selalu mengawasi, membimbing dan mengasuh anak-anak dalam situasi dan kondisi yang saat ini dihadapi untuk menekan dan menghindari pola-pola baru jenis TPPO dan kejahatan seksual pada anak.
"Situasi pandemi dan kelekatan anak dengan dunia digital membutuhkan edukasi dan parental skill dalam berinternet secara sehat di dalam rumah," tuturnya.
KPAI juga merekomendasikan kepada KPPPA untuk melakukan langkah-langkah koordinatif terukur dalam respon kasus prostitusi anak sehingga penanganan antar pemangku kepentingan segera dilakukan di berbagai daerah di atas.
"KPAI mengajak untuk awas dan waspada pada ledakan pekerja anak di era pandemik ini agar jaminan hak Pendidikan anak-anak harus benar-benar dipenuhi, serta penguatan skill dan penempatan lapangan kerja baru harus menjadi pintu masuk agar dapat menekan anak dan remaja agar tidak terlibat dalam pekerjaan terburuk anak," katanya.
KPAI juga mendesak adanya sinergi antar kementerian/lembaga dalam merealisasikan Indonesia bebas pekerja anak sebagaimana tertuang dalam Road Map Bebas Pekerja Anak Tahun 2022. Dalam road map tersebut, Kemenaker, KPPPA, Kemensos dan Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten mengintegrasikan kebijakan sebagai upaya menghapus pekerja anak.
Lihat Juga :
tulis komentar anda