Dua Metode Kampanye Daring Pilkada yang Dinilai Tidak Efektif
Selasa, 29 September 2020 - 11:51 WIB
JAKARTA - Pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendorong kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 dilakukan secara daring. Namun, kampanye daring dinilai tidak akan berjalan efektif menurut Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute (TII) Arfianto Purbolaksono.
(Baca juga: Ini Syarat-syarat Sembuh dan Selesai Isolasi Covid-19)
Anto mengatakan, ada dua catatan yang menjadi tantangan bagi kandidat beserta partai politik (parpol) pendukungnya dalam menggunakan media sosial untuk kepentingan kampanye di Pilkada serentak 2020 ini.
(Baca juga: Berdasarkan Survei BPS, Perempuan Lebih Patuh Protokol Kesehatan)
Pertama, tentang cara penggunaan sosial media oleh pasangan calon (paslon). Calon kepala daerah tidak bisa kampanye di media sosial seperti layaknya kampanye di media konvensional, yaitu dengan hanya komunikasi satu arah.
Ia menilai penggunaan sosial media dalam kepentingan kampanye di sosial media sebatas satu arah. Misalnya, hanya mengandalkan tim media sosialnya untuk unggah foto atau video, namun minim interaksi dengan menutup kolom komentar.
"Seharusnya kandidat harus menggunakan media sosial secara interaktif. Mereka harus berani membuka kolom komentar dan berani tanya jawab. Hal ini sangat penting karena para pemilih juga harus mengetahui visi-misi dan program para kandidat. Dengan demikian, para pemilih juga akan memiliki informasi yang cukup tentang para kandidat yang berlaga di Pilkada 2020," tutur Anto dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Selasa (29/9/2020).
Di sisi lain, masih banyak kandidat yang belum memahami bahwa cara menggunakan media sosial secara interaktif. Padahal, hal ini sangat penting untuk memperkuat hubungan dengan pemilih.
"Penting untuk diingat, pengguna media sosial adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Mereka bukan pihak pasif yang hanya menerima informasi yang disampaikan, tapi pengguna media sosial adalah pihak yang juga aktif dan selektif, serta kritis terhadap semua informasi yang disampaikan," ujarnya.
Anto mengingatkan pentingnya kandidat mengemas konten dengan baik agar pesan kampanye dapat disampaikan dengan efektif dan diterima oleh para pengguna media sosial. Misalnya, tidak menggunakan berita bohong dalam postingan kampanye dan memberikan pesan-pesan menarik yang informatif berdasarkan data yang valid.
Catatan berikutnya adalah kesenjangan akses internet yang dapat menciptakan kesenjangan informasi bagi pemilih. Menurut dia, persoalan itu patut menjadi catatan bagi parpol dan paslon karena pemanfaatan media sosial untuk media kampanye dalam pilkada serentak tidak dapat dilakukan di semua daerah, kecuali di daerah yang memiliki jumlah pengguna internet besar, serta didukung oleh tingkat literasi digital dan infrastruktur yang memadai.
"Karena itu, dibutuhkan kreatifitas dari para kandidat untuk menyiasati kondisi ini dan menjalankan strategi kampanye daring yang efektif, ditambah kita masih berada di tengah pandemi Covid-19," tukas Anto.
(Baca juga: Ini Syarat-syarat Sembuh dan Selesai Isolasi Covid-19)
Anto mengatakan, ada dua catatan yang menjadi tantangan bagi kandidat beserta partai politik (parpol) pendukungnya dalam menggunakan media sosial untuk kepentingan kampanye di Pilkada serentak 2020 ini.
(Baca juga: Berdasarkan Survei BPS, Perempuan Lebih Patuh Protokol Kesehatan)
Pertama, tentang cara penggunaan sosial media oleh pasangan calon (paslon). Calon kepala daerah tidak bisa kampanye di media sosial seperti layaknya kampanye di media konvensional, yaitu dengan hanya komunikasi satu arah.
Ia menilai penggunaan sosial media dalam kepentingan kampanye di sosial media sebatas satu arah. Misalnya, hanya mengandalkan tim media sosialnya untuk unggah foto atau video, namun minim interaksi dengan menutup kolom komentar.
"Seharusnya kandidat harus menggunakan media sosial secara interaktif. Mereka harus berani membuka kolom komentar dan berani tanya jawab. Hal ini sangat penting karena para pemilih juga harus mengetahui visi-misi dan program para kandidat. Dengan demikian, para pemilih juga akan memiliki informasi yang cukup tentang para kandidat yang berlaga di Pilkada 2020," tutur Anto dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Selasa (29/9/2020).
Di sisi lain, masih banyak kandidat yang belum memahami bahwa cara menggunakan media sosial secara interaktif. Padahal, hal ini sangat penting untuk memperkuat hubungan dengan pemilih.
"Penting untuk diingat, pengguna media sosial adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Mereka bukan pihak pasif yang hanya menerima informasi yang disampaikan, tapi pengguna media sosial adalah pihak yang juga aktif dan selektif, serta kritis terhadap semua informasi yang disampaikan," ujarnya.
Anto mengingatkan pentingnya kandidat mengemas konten dengan baik agar pesan kampanye dapat disampaikan dengan efektif dan diterima oleh para pengguna media sosial. Misalnya, tidak menggunakan berita bohong dalam postingan kampanye dan memberikan pesan-pesan menarik yang informatif berdasarkan data yang valid.
Catatan berikutnya adalah kesenjangan akses internet yang dapat menciptakan kesenjangan informasi bagi pemilih. Menurut dia, persoalan itu patut menjadi catatan bagi parpol dan paslon karena pemanfaatan media sosial untuk media kampanye dalam pilkada serentak tidak dapat dilakukan di semua daerah, kecuali di daerah yang memiliki jumlah pengguna internet besar, serta didukung oleh tingkat literasi digital dan infrastruktur yang memadai.
"Karena itu, dibutuhkan kreatifitas dari para kandidat untuk menyiasati kondisi ini dan menjalankan strategi kampanye daring yang efektif, ditambah kita masih berada di tengah pandemi Covid-19," tukas Anto.
(maf)
Lihat Juga :
tulis komentar anda