HIPMI: Ketentuan UMK dalam RUU Cipta Kerja Untungkan Buruh
Rabu, 23 September 2020 - 16:26 WIB
JAKARTA - Ketentuan pemberian kompensasi dan ketentuan soal pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi UU dinilai menguntungkan bagi kalangan pekerja atau buruh.
(Baca juga: KSPI Anggap Pernyataan RUU Cipta Kerja Segera Disahkan Cuma Psywar dari Pemerintah)
Ketua Bidang Perindustrian dan BUMN Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bali Agung Bagus Pratiksa Linggih mengatakan beleid terkait pemberian kompensiasi bagi pekerja dengan masa kerja satu tahun dalam RUU Cipta Kerja menguntungkan posisi buruh.
(Baca juga: RUU Cipta Kerja Dinilai Bisa Selamatkan Indonesia dari Jurang Resesi)
Padahal, kata Agus, dalam UU sebelumnya para pekerja kontrak tidak dapat kompensasi. Sementara itu, RUU Cipta Kerja mengatur agar para pekerja dapat kompensasi setelah satu tahun bekerja.
"Pasal 61A itu justru baik untuk kaum buruh dengan kondisi ekonomi sekarang yang cenderung bersifat sharing ekonomi atau outsource," kata Agung, Rabu (23/9/2020).
Agung juga menyoroti Pasal 151 ayat 1 RUU Cipta Kerja yang memgatur setiap proses PHK didasarkan pada kesepakatan pengusaha dan buruh. Sementara Pasal 153 diatur pembatasan alasan PHK jika tidak terjadi kesepakatan.
"Jadi perusahaan tidak bisa dengan semena-mena PHK pegawainya," terang Agung.
Sementara itu terkait ketentuan upah minimum kabupaten/kota (UMK), Agung mengatakan bahwa ketentuan yang sama juga telah diatur dalam UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, di mana UMK ditentukan oleh provinsi melalui SK Gubernur. Karena itu, Agung menyebut RUU Cipta Kerja sudah cukup adil dan tidak merugikan pekerja atau buruh.
"Jadi sebenarnya cukup fair, pasal-pasal yang dihapus, kembali diatur dan diubah pada pasal yang baru. Penurunan upah minimum juga sebenarnya tidak usah dikhawatirkan," ucap Agung.
(Baca juga: KSPI Anggap Pernyataan RUU Cipta Kerja Segera Disahkan Cuma Psywar dari Pemerintah)
Ketua Bidang Perindustrian dan BUMN Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bali Agung Bagus Pratiksa Linggih mengatakan beleid terkait pemberian kompensiasi bagi pekerja dengan masa kerja satu tahun dalam RUU Cipta Kerja menguntungkan posisi buruh.
(Baca juga: RUU Cipta Kerja Dinilai Bisa Selamatkan Indonesia dari Jurang Resesi)
Padahal, kata Agus, dalam UU sebelumnya para pekerja kontrak tidak dapat kompensasi. Sementara itu, RUU Cipta Kerja mengatur agar para pekerja dapat kompensasi setelah satu tahun bekerja.
"Pasal 61A itu justru baik untuk kaum buruh dengan kondisi ekonomi sekarang yang cenderung bersifat sharing ekonomi atau outsource," kata Agung, Rabu (23/9/2020).
Agung juga menyoroti Pasal 151 ayat 1 RUU Cipta Kerja yang memgatur setiap proses PHK didasarkan pada kesepakatan pengusaha dan buruh. Sementara Pasal 153 diatur pembatasan alasan PHK jika tidak terjadi kesepakatan.
"Jadi perusahaan tidak bisa dengan semena-mena PHK pegawainya," terang Agung.
Sementara itu terkait ketentuan upah minimum kabupaten/kota (UMK), Agung mengatakan bahwa ketentuan yang sama juga telah diatur dalam UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, di mana UMK ditentukan oleh provinsi melalui SK Gubernur. Karena itu, Agung menyebut RUU Cipta Kerja sudah cukup adil dan tidak merugikan pekerja atau buruh.
"Jadi sebenarnya cukup fair, pasal-pasal yang dihapus, kembali diatur dan diubah pada pasal yang baru. Penurunan upah minimum juga sebenarnya tidak usah dikhawatirkan," ucap Agung.
(maf)
tulis komentar anda