Bantu Orang Tua Atasi Masalah Belajar Jarak Jauh
Kamis, 17 September 2020 - 08:02 WIB
Sementara itu, Komisioner bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti berpendapat, PJJ memang membutuhkan bimbingan dan bantuan orangtua. Namun, dia mengingatkan bahwa yang terutama dicapai anak adalah keteraturan belajar, tidak harus dituntut menyelesaikan semua mata pelajaran dan tugas dengan benar atau sempurna. Kesabaran orang tua membimbing anak-anaknya menjadi modal utama agar anak tetap semangat dan senang belajar.
“Kalau tidak bisa mengerjakan pelajaran lalu dibentak, apalagi dipukul, maka sang anak malah akan mengalami kesulitan memahami pelajaran," jelasnya.
Di sisi lain, dia meminta guru tidak memberikan penugasan yang terlalu berat, apalagi pada anak SD kelas 1–3 yang mungkin saja baru belajar membaca dan belajar memahami bacaan. Perlu dikomunikasi kondisi dan kesulitan yang dihadapi anak, karena setiap anak tidak sama. (Baca juga: Masih Banyak Siswa Belum Miliki Gawai dan Kesulitan Sinyal)
Selain itu, lanjutnya, KPAI juga mengingatkan bahwa kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anak juga berkorelasi dengan perkembangan regulasi emosi anak dan perilakunya yang buruk di kemudian hari. “Sebagai contoh, anak kehilangan kemampuan untuk menenangkan dirinya, menghindari kejadian-kejadian provokatif dan stimulus yang memicu perasaan sedih dan marah, dan menahan diri dari sikap kasar yang didorong oleh emosi yang tidak terkendali,” imbuhnya.
Bentuk Satgas di Lingkungan
Pemerhati anak dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Reza Indragiri Amriel mengatakan, kelakuan anak yang mengesalkan saat belajar daring boleh jadi hanya pemicu orang tua di Tangerang melakukan kekerasan. Secara lebih mendasar bisa saja ada timbunan tekanan batin.
“Ini sudah disinyalir oleh WHO bahwa saat ini bukan hanya virus yang mewabah, tapi juga gangguan mental,” ujarnya kepada KORAN SINDO kemarin.
Sedangkan pada lapis paling mendasar bisa jadi ada kemungkinan kondisi psikis yang mengendap pada diri pelaku. “Trait, istilahnya. Mungkin pada dasarnya kepribadian agresif, persepsi yang buruk tentang anak. Atau bisa jadi pengaruh penyalahgunaan narkoba dan lain-lain,” ujarnya.
Di masa pandemic ini situasi menjadi karena anak-anak menjalani “karantina” di rumah bersama orang-orang yang sewaktu-waktu bisa jadi predatornya. Untuk meminimalkan kejadian seperti ini Reza menyarankan agar dibentuk satuan tugas atau satgas perlindungan anak tingkat RT. (Lihat videonya: Marion Jola Bikin Heboh karena Bra, Gisella Menyesal Bercerai)
“Intensifkan patroli (aksi sambang) dan memastikan anak terlihat setiap hari. Bikin kesepakatan dengan seluruh warga,” ujarnya. (Neneng Zubaidah)
“Kalau tidak bisa mengerjakan pelajaran lalu dibentak, apalagi dipukul, maka sang anak malah akan mengalami kesulitan memahami pelajaran," jelasnya.
Di sisi lain, dia meminta guru tidak memberikan penugasan yang terlalu berat, apalagi pada anak SD kelas 1–3 yang mungkin saja baru belajar membaca dan belajar memahami bacaan. Perlu dikomunikasi kondisi dan kesulitan yang dihadapi anak, karena setiap anak tidak sama. (Baca juga: Masih Banyak Siswa Belum Miliki Gawai dan Kesulitan Sinyal)
Selain itu, lanjutnya, KPAI juga mengingatkan bahwa kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anak juga berkorelasi dengan perkembangan regulasi emosi anak dan perilakunya yang buruk di kemudian hari. “Sebagai contoh, anak kehilangan kemampuan untuk menenangkan dirinya, menghindari kejadian-kejadian provokatif dan stimulus yang memicu perasaan sedih dan marah, dan menahan diri dari sikap kasar yang didorong oleh emosi yang tidak terkendali,” imbuhnya.
Bentuk Satgas di Lingkungan
Pemerhati anak dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Reza Indragiri Amriel mengatakan, kelakuan anak yang mengesalkan saat belajar daring boleh jadi hanya pemicu orang tua di Tangerang melakukan kekerasan. Secara lebih mendasar bisa saja ada timbunan tekanan batin.
“Ini sudah disinyalir oleh WHO bahwa saat ini bukan hanya virus yang mewabah, tapi juga gangguan mental,” ujarnya kepada KORAN SINDO kemarin.
Sedangkan pada lapis paling mendasar bisa jadi ada kemungkinan kondisi psikis yang mengendap pada diri pelaku. “Trait, istilahnya. Mungkin pada dasarnya kepribadian agresif, persepsi yang buruk tentang anak. Atau bisa jadi pengaruh penyalahgunaan narkoba dan lain-lain,” ujarnya.
Di masa pandemic ini situasi menjadi karena anak-anak menjalani “karantina” di rumah bersama orang-orang yang sewaktu-waktu bisa jadi predatornya. Untuk meminimalkan kejadian seperti ini Reza menyarankan agar dibentuk satuan tugas atau satgas perlindungan anak tingkat RT. (Lihat videonya: Marion Jola Bikin Heboh karena Bra, Gisella Menyesal Bercerai)
“Intensifkan patroli (aksi sambang) dan memastikan anak terlihat setiap hari. Bikin kesepakatan dengan seluruh warga,” ujarnya. (Neneng Zubaidah)
tulis komentar anda