BPIP Dorong Koperasi dan UKM sebagai Perwujudan Ekonomi Pancasila
Rabu, 16 September 2020 - 15:06 WIB
JAKARTA - Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) secara konsisten mendorong sektor Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) sebagai perwujudan ekonomi di Indonesia. Langkah tersebut sebagai salah satu nilai-nilai Pancasila dalam tindakan.
Wakil Kepala BPIP Hariyono mengatakan, ada 3 TAP MPRS yang tidak dicabut, salah satunya adalah TAP MPRS nomor 16 tahun 1988 tentang politik ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi, bahwa ketetapan ini mewajibkan Pemerintah untuk mendorong keberpihakan politik ekonomi khususnya UMKM dan Koperasi.
"Kita memiliki tanggungjawab yuridis, keprihatinan kita semua baik kesenjangan ekonomi yang tinggi dan ketertinggalan sebuah Bangsa karena kalau kita sempat membaca pledoi, tentang Indonesia merdeka itu juga menyatakan ketertinggalan bangsa kita, dalam pledoi Bung Karno Indonesia membuka bagaimana kehidupan Indonesia dieksploitasi," ucapnya saat membuka webinar dengan tema Koperasi dan UKM sebagai Perwujudan Ekonomi Pancasila seperti dikutip dari website BPIP, Rabu (16/9/2020).
Menurutnya demokrasi yang diinginkan para pendiri bangsa Indonesia adalah bukan hanya demokrasi politik tapi demokrasi ekonomi, kesejahteraan sosial menjadi concern, sehingga pemerintah memiliki tanggung jawab bersama.
"Dengan tanggungjawab moral kita baik secara ideologis maupun sosial, nampak yang kita bicarakan sangat berat tapi sangat mulia, semoga melalui diskusi ini kita bisa memberikan sumbangsih pemikiran untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia", jelasnya.
Di Indonesia, selain pendekatan struktur kebijakan tentang ekonomi masyarakat kecil dan koperasi, perlu pula pendekatan kultural masyarakat. "Banyak cara pendekatan kepada masyarakat, seperti bagaimana kultur masyarakat kita untuk meningkatkan keahliannya, hingga tatanan pemerintah memiliki kebijakan-kebijakan yang secara real bisa menggerakkan birokrasi berpihak pada rakyat, Pancasila yang bekerja bisa kita rasakan bersama," tutupnya.
Dalam kesempatan yang sama Dewan Pengarah BPIP Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto menegaskan, 25 tahun lagi Indonesia dicanangkan sebagai Indonesia maju, Indonesia emas sehingga perlu ada tindakan nyata dalam pintu kebhinekaan, pintu ekonomi, pintu pendidikan dan pelatihan. "Kita berbicara tentang pintu utama yaitu pintu ekonomi yakni pemberdayaan UMKM dan Koperasi, ekonomi makro perlu dirumuskan dan dioperasionalkan namun jangan hanya wacana", tegasnya.
Menurutnya, sistem ekonomi Pancasila belum ada kesepakatan, ini bagian dari perwujudan living ideologi. Sehingga diharapkan ke depan BPIP dan pemerintah menjadi motor penggerak dalam perwujudan sistem ini. "Saya memberikan ilustrasi, koperasi berkembangnya di negara maju, kita negara berkembang masih belum bisa berkembang secara signifikan. Perusahaan-perusahaan besar di Singapura maju melalui bentuk koperasi, itu terjadi karena di Indonesia belum dibina dan dikontrol sebagai mana mestinya," jelasnya.
Sementara itu Sosiolog Universitas Indonesia Imam Budidarmawan Prasodjo mengatakan, perwujudan sistem ekonomi Pancasila harus ada perubahan anggaran yang betul-betul menyentuh masyarakat sesuai dengan konteks komunitasnya yang beragam.
"Seringkali lupa perencanaan terhadap keragaman ini, tetapi mekanisme anggaran diseragamkan sehingga menyulitkan di dalam program-program yang akan dilakukan, apalagi yang program bottom up bukan top down", terangnya.
Jika diterjemahkan dalam Pancasila adalah sila ke 3 dan ke 5, bagaimana mengharapkan persatuan Indonesia diperkuat keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. "Bahwa persatuan Indonesia terancam pada saat keadilan terancam dan ketimpangan melebar. Indonesia membutuhkan pembangunan social capital", ucapnya.
Ia menambahkan program-program ekonomi seharusnya tidak hanya dikuasai oleh perusahaan-perusahaan yang dilihat hasil akhirnya tapi justru sangat terkait dengan persatuan Indonesia. "Otonomi daerah tidak boleh diterjemahkan mendorongnya isolasi antar satu daerah dengan yang lain, tetapi harus kerja sama antar 1 daerah dengan daerah lain dari mulai komunitas," ujarnya.
Wakil Kepala BPIP Hariyono mengatakan, ada 3 TAP MPRS yang tidak dicabut, salah satunya adalah TAP MPRS nomor 16 tahun 1988 tentang politik ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi, bahwa ketetapan ini mewajibkan Pemerintah untuk mendorong keberpihakan politik ekonomi khususnya UMKM dan Koperasi.
"Kita memiliki tanggungjawab yuridis, keprihatinan kita semua baik kesenjangan ekonomi yang tinggi dan ketertinggalan sebuah Bangsa karena kalau kita sempat membaca pledoi, tentang Indonesia merdeka itu juga menyatakan ketertinggalan bangsa kita, dalam pledoi Bung Karno Indonesia membuka bagaimana kehidupan Indonesia dieksploitasi," ucapnya saat membuka webinar dengan tema Koperasi dan UKM sebagai Perwujudan Ekonomi Pancasila seperti dikutip dari website BPIP, Rabu (16/9/2020).
Menurutnya demokrasi yang diinginkan para pendiri bangsa Indonesia adalah bukan hanya demokrasi politik tapi demokrasi ekonomi, kesejahteraan sosial menjadi concern, sehingga pemerintah memiliki tanggung jawab bersama.
"Dengan tanggungjawab moral kita baik secara ideologis maupun sosial, nampak yang kita bicarakan sangat berat tapi sangat mulia, semoga melalui diskusi ini kita bisa memberikan sumbangsih pemikiran untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia", jelasnya.
Di Indonesia, selain pendekatan struktur kebijakan tentang ekonomi masyarakat kecil dan koperasi, perlu pula pendekatan kultural masyarakat. "Banyak cara pendekatan kepada masyarakat, seperti bagaimana kultur masyarakat kita untuk meningkatkan keahliannya, hingga tatanan pemerintah memiliki kebijakan-kebijakan yang secara real bisa menggerakkan birokrasi berpihak pada rakyat, Pancasila yang bekerja bisa kita rasakan bersama," tutupnya.
Dalam kesempatan yang sama Dewan Pengarah BPIP Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto menegaskan, 25 tahun lagi Indonesia dicanangkan sebagai Indonesia maju, Indonesia emas sehingga perlu ada tindakan nyata dalam pintu kebhinekaan, pintu ekonomi, pintu pendidikan dan pelatihan. "Kita berbicara tentang pintu utama yaitu pintu ekonomi yakni pemberdayaan UMKM dan Koperasi, ekonomi makro perlu dirumuskan dan dioperasionalkan namun jangan hanya wacana", tegasnya.
Menurutnya, sistem ekonomi Pancasila belum ada kesepakatan, ini bagian dari perwujudan living ideologi. Sehingga diharapkan ke depan BPIP dan pemerintah menjadi motor penggerak dalam perwujudan sistem ini. "Saya memberikan ilustrasi, koperasi berkembangnya di negara maju, kita negara berkembang masih belum bisa berkembang secara signifikan. Perusahaan-perusahaan besar di Singapura maju melalui bentuk koperasi, itu terjadi karena di Indonesia belum dibina dan dikontrol sebagai mana mestinya," jelasnya.
Sementara itu Sosiolog Universitas Indonesia Imam Budidarmawan Prasodjo mengatakan, perwujudan sistem ekonomi Pancasila harus ada perubahan anggaran yang betul-betul menyentuh masyarakat sesuai dengan konteks komunitasnya yang beragam.
"Seringkali lupa perencanaan terhadap keragaman ini, tetapi mekanisme anggaran diseragamkan sehingga menyulitkan di dalam program-program yang akan dilakukan, apalagi yang program bottom up bukan top down", terangnya.
Jika diterjemahkan dalam Pancasila adalah sila ke 3 dan ke 5, bagaimana mengharapkan persatuan Indonesia diperkuat keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. "Bahwa persatuan Indonesia terancam pada saat keadilan terancam dan ketimpangan melebar. Indonesia membutuhkan pembangunan social capital", ucapnya.
Ia menambahkan program-program ekonomi seharusnya tidak hanya dikuasai oleh perusahaan-perusahaan yang dilihat hasil akhirnya tapi justru sangat terkait dengan persatuan Indonesia. "Otonomi daerah tidak boleh diterjemahkan mendorongnya isolasi antar satu daerah dengan yang lain, tetapi harus kerja sama antar 1 daerah dengan daerah lain dari mulai komunitas," ujarnya.
(alf)
tulis komentar anda