Pilkada Serentak 2020 Digelar Desember Dinilai Kurang Realistis
Rabu, 15 April 2020 - 10:29 WIB
JAKARTA - Pilkada Serentak 2020 yang seharusnya digelar September 2020 ditunda menjadi Desember 2020. Keputusan pemerintah dan DPR itu dinilai super optimistis tapi kurang realistis.
Menurut Peneliti Senior Formappi Lucius Karus, melihat perkembangan penularan kasus baru yang terjangkit virus corona atau Covid-19, nampaknya jalan kita untuk segera bisa menarik napas lega dari wabah ini masih akan lama. Sebulan, dua bulan bahkan sampai lima bulan ke depan mungkin saja negara masih dalam kondisi darurat seperti yang saat ini dirasakan.
"Dengan demikian hajatan sebesar Pilkada serentak yang menunda waktu pelaksanaannya dari September ke Desember (2020) itu nampaknya terlalu "super optimis," tutur Lucius saat dihubungi SINDOnews, Rabu (15/4/2020).
Menurutnya, tentu saja semua pihak memiliki harapan yang sama bahwa pandemi ini segera berakhir, sehingga semua rencana atau agenda penting yang terganggu selama pandemi terjadi bisa dilaksanakan. Hanya saja, optimisme itu tidak berbanding lurus dengan perkembangan penanganan masalah pandemi yang kita saksikan bersama saat ini. Jika melihat tren perkembangan kasus pandemi sekarang, rasanya sampai pertengahan tahun kita belum bisa tuntas menutup lembaran pandemi ini.
Untuk itu, kata Lucius, penundaan Pilkada bukan sekadar memperhitungkan tanggal pelaksanaannya. Karena, jika hanya memperhitungkan tanggal pelaksanaan, mungkin saja situasi pada Desember itu memang situasinya sudah semakin membaik. Jauh dari itu, bicara pelaksanaan pilkada itu sudah terhitung sejak tahap penjaringan calon di partai politik ataupun yang independen hingga pelantikan calon terpilih.
Selain itu, lanjutnya, kualitas pilkada juga tak hanya ditentukan dengan memperlihatkan tingkat partisipasi yang tinggi atau seberapa tinggi atau rendah tingkat kecurangan saat proses pemilihan hingga penentuan pemenang.
Menurutnya, kualitas pilkada sudah dinilai sejak rekrutmen paling awal di tingkat parpol atau koalisi parpol pengusung bakal calon. Begitu juga dengan calon independen, proses mereka mengumpulkan dukungan juga menentukan kualitas bakal calon yang mengikuti pilkada.
"Tahapan-tahapan ini pasti harus dimulai segera dalam satu sampai tiga bulan ke depan. Itulah yang kemudian jadi alasan kenapa penundaan ke Desember itu terlihat sebagai pilihan yang terlalu optimistis tetapi kurang realistis," ujarnya.
Untuk itu, pihaknya meminta kepada DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu jangan terlalu bernafsu memaksakan pelaksanaan Pilkada harus dilakukan tahun ini, tanpa memperhitungkan secara seksama kondisi-kondisi faktual yang berlangsung saat ini.
Menurut Peneliti Senior Formappi Lucius Karus, melihat perkembangan penularan kasus baru yang terjangkit virus corona atau Covid-19, nampaknya jalan kita untuk segera bisa menarik napas lega dari wabah ini masih akan lama. Sebulan, dua bulan bahkan sampai lima bulan ke depan mungkin saja negara masih dalam kondisi darurat seperti yang saat ini dirasakan.
"Dengan demikian hajatan sebesar Pilkada serentak yang menunda waktu pelaksanaannya dari September ke Desember (2020) itu nampaknya terlalu "super optimis," tutur Lucius saat dihubungi SINDOnews, Rabu (15/4/2020).
Menurutnya, tentu saja semua pihak memiliki harapan yang sama bahwa pandemi ini segera berakhir, sehingga semua rencana atau agenda penting yang terganggu selama pandemi terjadi bisa dilaksanakan. Hanya saja, optimisme itu tidak berbanding lurus dengan perkembangan penanganan masalah pandemi yang kita saksikan bersama saat ini. Jika melihat tren perkembangan kasus pandemi sekarang, rasanya sampai pertengahan tahun kita belum bisa tuntas menutup lembaran pandemi ini.
Untuk itu, kata Lucius, penundaan Pilkada bukan sekadar memperhitungkan tanggal pelaksanaannya. Karena, jika hanya memperhitungkan tanggal pelaksanaan, mungkin saja situasi pada Desember itu memang situasinya sudah semakin membaik. Jauh dari itu, bicara pelaksanaan pilkada itu sudah terhitung sejak tahap penjaringan calon di partai politik ataupun yang independen hingga pelantikan calon terpilih.
Selain itu, lanjutnya, kualitas pilkada juga tak hanya ditentukan dengan memperlihatkan tingkat partisipasi yang tinggi atau seberapa tinggi atau rendah tingkat kecurangan saat proses pemilihan hingga penentuan pemenang.
Menurutnya, kualitas pilkada sudah dinilai sejak rekrutmen paling awal di tingkat parpol atau koalisi parpol pengusung bakal calon. Begitu juga dengan calon independen, proses mereka mengumpulkan dukungan juga menentukan kualitas bakal calon yang mengikuti pilkada.
"Tahapan-tahapan ini pasti harus dimulai segera dalam satu sampai tiga bulan ke depan. Itulah yang kemudian jadi alasan kenapa penundaan ke Desember itu terlihat sebagai pilihan yang terlalu optimistis tetapi kurang realistis," ujarnya.
Untuk itu, pihaknya meminta kepada DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu jangan terlalu bernafsu memaksakan pelaksanaan Pilkada harus dilakukan tahun ini, tanpa memperhitungkan secara seksama kondisi-kondisi faktual yang berlangsung saat ini.
tulis komentar anda