Kasus Covid-19 Terus Meningkat lantaran Tak Ada Langkah Radikal
Selasa, 15 September 2020 - 13:27 WIB
JAKARTA - Jumlah orang yang terpapar Covid-19 meningkat tajam dalam dua pekan terakhir. Orang yang terkonfirmasi positif saban harinya berkisar 2.800-3.800.
Sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengumumkan kasus pertama pada awal Maret, orang yang terpapar sudah mencapai 221.523. Ahli epidemiologi Syahrizal Syarif mengatakan peningkatan kasus positif Covid-19 itu terjadi karena tidak ada langkah-langkah berarti yang dilakukan.
Minimal ada tiga penyebab tingginya penularan virus Sars Cov-II. Pertama, tidak ada pengawasan terhadap masyarakat, mulai dari penerapan protokol Covid-19 hingga pemeriksaan kesehatan.
(Baca: Jakarta Terapkan PSBB Total, Kemenkes: Tidak Perlu Izin Lagi)
Kedua, pergerakan orang sudah longgar. Hampir semua kegiatan sudah berjalan seperti biasa, baik di perkantoran, pasar, rumah makan, dan pabrik sehingga muncul klaster-klaster baru.
Terakhir, kebijakan isolasi mandiri di rumah bagi orang dengan gejala ringan dan tanpa gejala. Syahrizal menerangkan isolasi mandiri ini berpotensi terjadi penularan ke anggota keluarga lainnya.
“Karena data di China itu berpotensi menularkan 5-15 persen ke keluarga yang ada di rumah. Dari awal saya menyarankan mereka yang suspect dan ringan ditempatkan di pusat karantina dan isolasi terpisah dari keluarga,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Selasa (15/9/2020).
(Baca: Sengkarut PSBB DKI Jakarta karena Komunikasi Pemerintah Buruk)
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai minggu ini menyatakan semua orang yang positif tidak boleh isolasi mandiri. Mereka harus diisolasi di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet dan tempat karantina yang disediakan pemprov.
“Kita bisa menitipkan warga yang harus isolasi di fasilitas isolasi mandiri, baik di Kemayoran, hotel, wisma, dan tempat lain yang ditunjuk oleh gugus tugas,” ujar Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan.
Syahrizal mengungkapkan peningkatan kasus positif Covid-19 secara nasional kurang lebih 27 persen. Khusus DKI Jakarta, bisa di atas 30 persen. Dia menilai itu wajar karena sudah terjadi pelonggaran.
“Hanya mengimbau saja. Protokol kesehatan tidak dipantau dan pelanggarnya tidak dibuat jera. Baru sekarang Jatim pengin, sudah terlambat. Harusnya sejak awal didenda untuk membuat jera,” pungkasnya.
Sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengumumkan kasus pertama pada awal Maret, orang yang terpapar sudah mencapai 221.523. Ahli epidemiologi Syahrizal Syarif mengatakan peningkatan kasus positif Covid-19 itu terjadi karena tidak ada langkah-langkah berarti yang dilakukan.
Minimal ada tiga penyebab tingginya penularan virus Sars Cov-II. Pertama, tidak ada pengawasan terhadap masyarakat, mulai dari penerapan protokol Covid-19 hingga pemeriksaan kesehatan.
(Baca: Jakarta Terapkan PSBB Total, Kemenkes: Tidak Perlu Izin Lagi)
Kedua, pergerakan orang sudah longgar. Hampir semua kegiatan sudah berjalan seperti biasa, baik di perkantoran, pasar, rumah makan, dan pabrik sehingga muncul klaster-klaster baru.
Terakhir, kebijakan isolasi mandiri di rumah bagi orang dengan gejala ringan dan tanpa gejala. Syahrizal menerangkan isolasi mandiri ini berpotensi terjadi penularan ke anggota keluarga lainnya.
“Karena data di China itu berpotensi menularkan 5-15 persen ke keluarga yang ada di rumah. Dari awal saya menyarankan mereka yang suspect dan ringan ditempatkan di pusat karantina dan isolasi terpisah dari keluarga,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Selasa (15/9/2020).
(Baca: Sengkarut PSBB DKI Jakarta karena Komunikasi Pemerintah Buruk)
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai minggu ini menyatakan semua orang yang positif tidak boleh isolasi mandiri. Mereka harus diisolasi di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet dan tempat karantina yang disediakan pemprov.
“Kita bisa menitipkan warga yang harus isolasi di fasilitas isolasi mandiri, baik di Kemayoran, hotel, wisma, dan tempat lain yang ditunjuk oleh gugus tugas,” ujar Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan.
Syahrizal mengungkapkan peningkatan kasus positif Covid-19 secara nasional kurang lebih 27 persen. Khusus DKI Jakarta, bisa di atas 30 persen. Dia menilai itu wajar karena sudah terjadi pelonggaran.
“Hanya mengimbau saja. Protokol kesehatan tidak dipantau dan pelanggarnya tidak dibuat jera. Baru sekarang Jatim pengin, sudah terlambat. Harusnya sejak awal didenda untuk membuat jera,” pungkasnya.
(muh)
Lihat Juga :
tulis komentar anda