Pemerintah-DPR Didesak Fokus Atasi Corona Ketimbang Bahas Omnibus Law
Rabu, 15 April 2020 - 09:22 WIB
JAKARTA - Koalisi Peduli Kelompok Rentan Korban COVID-19 (Pekad) menilai sikap pemerintah dan DPR yang membahas beberapa rancangan undang-undang (RUU), seperti Cipta Kerja (Ciptaker) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai tindakan aji mumpung.
Menurut salah satu anggota Pekad Maidina Rahmawati, langkah itu tidak menunjukan niat baik pemerintah dan DPR. Mereka juga tidak serius mengedepankan kesehatan warga negaranya di tengah pandemi COVID-19.
“Besar kemungkinan bahwa beberapa RUU tersebut di atas akan mengandung ketentuan yang tidak relevan bagi konteks sosial masyarakat Indonesia ke depan. Selain itu, masih banyak masalah yang timbul dari pasal-pasal yang seharusnya dibahas lebih dalam dan menyeluruh, terutama terkait dengan perempuan dan kelompok marginal,” ujar peneliti Institut for Criminal Justice Reform (ICJR) itu, Selasa (15/04/2020).
Pemerintah sebaiknya fokus dalam penanganan sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat. Maidina mengatakan perempuan lebih rentan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan mengemban beban ganda sebagai pekerja dan pengelola rumah tangga.
Dari sisi medis, banyak tenaga kesehatan perempuan yang berdiri di garis terdepan dalam menangani pandemi COVID-19 dan minim proteksi. Dalam kondisi pandemi ini, menurutnya, transgender perempuan juga menjadi yang paling terdampak kesejahteraannya. Masalah kian bertumpuk manakala belum adanya solusi konkret dalam penanganan kesehatan mental perempuan.
“Tekanan ekonomi juga semakin diperparah dengan fakta bahwa ribuan buruh perempuan mengalami PHK selama wabah COVID-19. Padahal, desakan ekonomi di kala pandemi tidak tertahankan, bahkan cenderung melonjak naik,” kata Maidina.
Untuk itu, Pekad mendorong eksekutif dan legislatif melihat perubahan-perubahan kondisi sosial itu. Maidina mengungkapkan perkembangan kondisi ini akan melahirkan kebiasaan-kebiasaan baru. Itu secara tidak langsung akan berdampak pada penerapan kebijakan hukum di Indonesia.
“Menghentikan segala pembahasan Rancangan Undang-Undang bermasalah, khususnya RKUHP, RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, dan RUU Ketahanan Keluarga,” tegasnya.
Pekad menuntut pemerintah saat ini untuk mengambil kebijakan strategis dalam penanganan COVID-19, memberikan jaminan ekonomi bagi masyarakat kecil, akses layanan konseling KDRT, dan memastikan ketersediannya APD bagi tenaga kesehatan perempuan.
Menurut salah satu anggota Pekad Maidina Rahmawati, langkah itu tidak menunjukan niat baik pemerintah dan DPR. Mereka juga tidak serius mengedepankan kesehatan warga negaranya di tengah pandemi COVID-19.
“Besar kemungkinan bahwa beberapa RUU tersebut di atas akan mengandung ketentuan yang tidak relevan bagi konteks sosial masyarakat Indonesia ke depan. Selain itu, masih banyak masalah yang timbul dari pasal-pasal yang seharusnya dibahas lebih dalam dan menyeluruh, terutama terkait dengan perempuan dan kelompok marginal,” ujar peneliti Institut for Criminal Justice Reform (ICJR) itu, Selasa (15/04/2020).
Pemerintah sebaiknya fokus dalam penanganan sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat. Maidina mengatakan perempuan lebih rentan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan mengemban beban ganda sebagai pekerja dan pengelola rumah tangga.
Dari sisi medis, banyak tenaga kesehatan perempuan yang berdiri di garis terdepan dalam menangani pandemi COVID-19 dan minim proteksi. Dalam kondisi pandemi ini, menurutnya, transgender perempuan juga menjadi yang paling terdampak kesejahteraannya. Masalah kian bertumpuk manakala belum adanya solusi konkret dalam penanganan kesehatan mental perempuan.
“Tekanan ekonomi juga semakin diperparah dengan fakta bahwa ribuan buruh perempuan mengalami PHK selama wabah COVID-19. Padahal, desakan ekonomi di kala pandemi tidak tertahankan, bahkan cenderung melonjak naik,” kata Maidina.
Untuk itu, Pekad mendorong eksekutif dan legislatif melihat perubahan-perubahan kondisi sosial itu. Maidina mengungkapkan perkembangan kondisi ini akan melahirkan kebiasaan-kebiasaan baru. Itu secara tidak langsung akan berdampak pada penerapan kebijakan hukum di Indonesia.
“Menghentikan segala pembahasan Rancangan Undang-Undang bermasalah, khususnya RKUHP, RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, dan RUU Ketahanan Keluarga,” tegasnya.
Pekad menuntut pemerintah saat ini untuk mengambil kebijakan strategis dalam penanganan COVID-19, memberikan jaminan ekonomi bagi masyarakat kecil, akses layanan konseling KDRT, dan memastikan ketersediannya APD bagi tenaga kesehatan perempuan.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda