Masa Baru Pendidikan

Senin, 04 Mei 2020 - 05:38 WIB
Adjat Wiratma, Jurnalis dan Guru Relawan Sekolah Darurat Kartini. Foto/Ist
Adjat Wiratma

Jurnalis dan Guru Relawan Sekolah Darurat Kartini

PREDIKSI yang mengatakan Juli aktivitas dapat kembali normal setelah beberapa pekan masyarakat menjalani pembatasan sosial berskala besar (PSBB) merupakan kabar menggembirakan. Walau belum pasti, setidaknya itu adalah harapan yang dapat terwujud jika semua disiplin mengikuti aturan. Pertanyaannya, apa yang kita akan lakukan saat hari itu benar-benar terjadi? saat semua aktivitas berjalan seperti semua. Seberapa siap kita mengisi keadaan baru itu dengan perubahan yang diyakini akan berbeda dengan masa sebelumnya.



Meski awalnya gagap, banyak guru yang sudah terbiasa dengan mengajar dari rumah, bagi orang tua yang di awal sempat stres karena harus mengurus pelajaran anaknya kini sudah pandai membagi waktu dan perannya. Begitu pula bagi siswa, sekalipun dalam sebuah survei banyak yang menyatakan bosan belajar di rumah, sistem belajar daring sudah menjadi bagian dari kesehariannya. Kita merasakan tidak mudah untuk dapat beradaptasi dengan tuntutan perubahan yang begitu cepat, yang terjadi tanpa diramalkan sebelumnya. Jangankan masyarakat biasa, pengambil kebijakan pun tertatih-tatih dalam menyesuaikan diri dengan kondisi pandemi. Seraya berdoa wabah segera sirna, kita akan dihadapkan pada tantangan berikutnya, dalam menyambut dan mengisi masa yang oleh sebagian orang disebut "new normal", yakni masa baru setelah wabah ini dinyatakan selesai. Kita pun akan kembali dituntut melakukan penyesuaian lagi.

Dunia pendidikan dalam dua bulan terakhir telah mengalami perubahan yang sangat besar. Tidak hanya sistem belajar jarak jauh, namun juga menyangkut manajemen perubahan yang diperankan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hingga para manajer di tingkat sekolah dalam memberikan hak pendidikan yang tidak boleh hilang. Banyak cerita, setiap orang punya bahan untuk menulis kisahnya sendiri-sendiri, dari guru honorer yang kesulitan untuk melakukan pembelajaran daring, siswa yang tidak punya kuota internet, mahasiswa yang pergi ke bukit untuk mencari sinyal, guru membuat vlog untuk bahan ajar, hingga kisah inspiratif seorang guru yang memilih mendatangi satu per satu rumah muridnya untuk tetap mengajar. Harus diakui bahwa cerita itu adalah gambaran umum potret pendidikan Indonesia selama ini, yakni belum merata dan belum memiliki standar layanan yang sama, terutama di daerah. Walau sudah memasuki era 4.0, faktanya kita masih gaptek (gagap teknologi), bahkan sebagian besar lembaga pendidikan belum memiliki infrastruktur yang memadai.

Pendemi Covid-19 mengajarkan banyak hal pada kita, termasuk bagi stakeholder pendidikan. Sinergi tiga pilar pendidikan, pemikiran Bapak Pendidikan Ki Hadjar Dewantara benar-benar diuji dan perlu dikuatkan ke depan. Tiga pilar itu adalah sekolah (guru), rumah (orang tua) dan lingkungan (masyarakat). Ibu dan ayah, sebagai guru pertama dan utama tidak lagi bisa mengelak dan menyerahkan semua urusan pendidikan anak-anak mereka kepada lembaga persekolahan. Selama 24 jam orang tua harus membagi peran, tidak hanya memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun harus menjadi guru belajar. Saat Ramadan ini, misalnya, saat ibadah harus dilakukan di rumah, ayah yang tidak terbiasa menjadi imam salat dipaksa harus hafal bacaan surat-surat pendek yang tidak itu-itu saja, saat memimpin keluarganya salat tarawih berjamaah. Setiap ayah harus kembali belajar agar tidak dipermalukan anak dan istrinya. Kemudian, tidak sedikit ibu yang harus belajar mata pelajaran yang sedang didalami anaknya, tujuannya agar saat anak mendapat kesulitan dia bisa memberikan penjelasan. Celakanya, tidak sedikit pula orang tua yang tidak menjadi contoh yang baik dengan mengambil jalan pintas, mereka justru sibuk mengerjakan tugas sekolah anaknya hanya untuk memenuhi tuntutan guru setiap harinya.

Menguatkan Peran Orang Tua

Bagi orang tua yang pada masa silam lebih sibuk bekerja, tidak pernah memperhatikan aktivitas anak-anaknya selama sekolah, maka selama masa PSBB ini mulai terbuka, bahkan harus ikut memberikan solusi atas keberlangsungan pendidikan anak mereka. Belajar dari pandemi Covid-19, para orang tua harus lebih mengintensifkan komunikasi dengan guru dan pihak sekolah. Setiap rumah harus memiliki kurikulum bagi anak-anaknya yang dikolaborasikan dengan kurikulum persekolahan. Kerja sama antara rumah dan sekolah mutlak harus dilakukan, tidak saling mengandalkan. Dalam tuntutan rumah harus menjadi tempat belajar, maka kualitas keluarga menjadi ukuran keberhasilan. Tidak hanya kualitas hubungan suami dan istri, namun pengetahuan mereka tentang merawat dan cara mendidik anak juga perlu diperhatikan.

Bisnis Baru Pendidikan
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More