Bongkar Praktik Mahar Politik Pencalonan Kepala Daerah
Kamis, 10 September 2020 - 09:02 WIB
Pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie mengatakan, saat ini banyak keluhan soal perkembangan demokrasi di Tanah Air yang disebut makin pragmatis, liar, liberal, dan tidak terkendali. Itu antara lain ditandai dengan maraknya politik uang di pilkada.
“Kalau seperti ini kita sulit membangun demokrasi yang berkualitas dan berintegritas,” ujarnya saat dihubungi kemarin. (Baca juga: Ternyata Tidur Bisa Cegah Alzheimer)
Untuk mengakhiri praktik politik menyimpang itu, dia meminta agar dilakukan evaluasi menyeluruh, termasuk elite parpol perlu mengevaluasi diri masing-masing. “Evaluasinya, lepaskan kepentingan jangka pendek golongan, harus melihat kepentingan lebih luas, jangka panjang, agar peradaban demokrasi kita meningkat. Kita kan harus menghasilkan pemimpin daerah yang berkualitas dan berintegritas,” katanya.
Jimly juga menyoroti model pencalonan di pilkada, yaitu parpol berkoalisi mengusung calon. Menurut dia, kalau hajatannya pemilihan presiden wajar jika dibentuk koalisi parpol karena nanti akan ada pembentukan kabinet setelah pemerintahan terbentuk.
Anggota koalisi parpol ini nantinya akan berbagi jabatan di kabinet. Namun, di pilkada tidak ada pembentukan kabinet sehingga parpol seharusnya tidak diperlukan. “Bahayanya nanti ketika terpilih yang dibagi oleh kepala daerah ini adalah proyek-proyek,” ujarnya. (Lihat videonya: Jokowi Minta Semua Pihak Merancang Pembinaan Atlet)
Menurut Jimly, idealnya calon kepala daerah jangan dikaitkan dengan partai. Partai tidak perlu mengusung calon, biar nanti kepala daerah saat terpilih bisa dekat dengan semua partai.
Karena itu pula saat bertugas di Mahkamah Konstitusi (MK) dia memberi ruang bagi munculnya calon independen. Tujuannya agar jangan semua calon lewat partai demi menghindari banyak konflik kepentingan seperti saat ini.
“Tapi di undang-undang, independen ini dipersulit dengan syarat yang berat. Menjadi calon independen jadi lebih mahal, bahkan independen dimusuhi parpol,” ujar mantan ketua MK ini. (Lihat videonya: Limbah Medis Rumah Sakit Mencemari Sungai Cisadane)
Tidak perlu khawatir akan banyak calon yang muncul jika pencalonan tidak melalui mekanisme partai. Karena toh pada akhirnya akan dibuat syarat yang ketat oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sehingga calon yang lolos untuk dipilih hanya yang benar-benar memenuhi kriteria.
“Saya usulkan agar pencalonan itu independen saja semua. Di situ pengurus parpol boleh ikut calon, tapi tidak perlu diusung parpol. Syaratnya saja yang diperketat,” katanya. (Bakti M Munir)
“Kalau seperti ini kita sulit membangun demokrasi yang berkualitas dan berintegritas,” ujarnya saat dihubungi kemarin. (Baca juga: Ternyata Tidur Bisa Cegah Alzheimer)
Untuk mengakhiri praktik politik menyimpang itu, dia meminta agar dilakukan evaluasi menyeluruh, termasuk elite parpol perlu mengevaluasi diri masing-masing. “Evaluasinya, lepaskan kepentingan jangka pendek golongan, harus melihat kepentingan lebih luas, jangka panjang, agar peradaban demokrasi kita meningkat. Kita kan harus menghasilkan pemimpin daerah yang berkualitas dan berintegritas,” katanya.
Jimly juga menyoroti model pencalonan di pilkada, yaitu parpol berkoalisi mengusung calon. Menurut dia, kalau hajatannya pemilihan presiden wajar jika dibentuk koalisi parpol karena nanti akan ada pembentukan kabinet setelah pemerintahan terbentuk.
Anggota koalisi parpol ini nantinya akan berbagi jabatan di kabinet. Namun, di pilkada tidak ada pembentukan kabinet sehingga parpol seharusnya tidak diperlukan. “Bahayanya nanti ketika terpilih yang dibagi oleh kepala daerah ini adalah proyek-proyek,” ujarnya. (Lihat videonya: Jokowi Minta Semua Pihak Merancang Pembinaan Atlet)
Menurut Jimly, idealnya calon kepala daerah jangan dikaitkan dengan partai. Partai tidak perlu mengusung calon, biar nanti kepala daerah saat terpilih bisa dekat dengan semua partai.
Karena itu pula saat bertugas di Mahkamah Konstitusi (MK) dia memberi ruang bagi munculnya calon independen. Tujuannya agar jangan semua calon lewat partai demi menghindari banyak konflik kepentingan seperti saat ini.
“Tapi di undang-undang, independen ini dipersulit dengan syarat yang berat. Menjadi calon independen jadi lebih mahal, bahkan independen dimusuhi parpol,” ujar mantan ketua MK ini. (Lihat videonya: Limbah Medis Rumah Sakit Mencemari Sungai Cisadane)
Tidak perlu khawatir akan banyak calon yang muncul jika pencalonan tidak melalui mekanisme partai. Karena toh pada akhirnya akan dibuat syarat yang ketat oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sehingga calon yang lolos untuk dipilih hanya yang benar-benar memenuhi kriteria.
“Saya usulkan agar pencalonan itu independen saja semua. Di situ pengurus parpol boleh ikut calon, tapi tidak perlu diusung parpol. Syaratnya saja yang diperketat,” katanya. (Bakti M Munir)
tulis komentar anda