Calon Tunggal Didesain Luar Biasa oleh Elite Politik
Rabu, 09 September 2020 - 16:59 WIB
JAKARTA - Jumlah calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah ( pilkada ) serentak semakin meningkat. Hasil pemetaan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) , dari 270 daerah, sebanyak 230 daerah akan diikuti calon petahana dan 28 daerah berpotensi diikuti calon tunggal.
Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, sejatinya masyarakat berharap yang namanya kontestasi itu yang berhadapan antara pasangan calon (paslon) dengan paslon lainnya. Bukan menyajikan pertarungan antara paslon dengan kotak kosong.
"Tetapi secara hukum dibenarkan. Walaupun pernah diatur dalam UU pemilihan, berdasarkan putusan MK, kita memulai era baru pemilihan boleh ada paslon tunggal," ujarnya dalam diskusi daring dengan tema 'Oligarki Parpol dan Fenomena Calon Tunggal', Rabu (9/9/2020).
( ).
Dia memaparkan, jumlah daerah yang menggelar pilkada calon tunggal mulai dari 2015 hingga 2018 semakin meningkat. Pada tahun 2015, ada 3 daerah yakni Kabupaten Blitar, Tasikmalaya, dan Timor Tengah Utara. Pada 2017 dan 2018, masing-masing ada 9 dan 16 daerah.
"Ternyata pada 2020 ada 28 daerah potensi paslon tunggal karena ini masih dalam proses pembukaan kembali tahapan pencalonan sebagai ketentuan peraturan KPU. Ini akan menjadi bagian yang diawasi Bawaslu," tuturnya.
(
).
Namun, Ratna sendiri berharap akan ada penantang yang mendaftar pada masa perpanjangan ini. "Kehadiran calon (tunggal) ini didesain luar biasa dari elite politik sehingga dukungan hanya pada satu paslon," ucapnya.
Berdasarkan analisis Bawaslu, karakteristik calon tunggal itu biasanya petahana. Ini yang membuat mereka mempunyai akses pada sumber uang dan dukungan partai politik. Situasi ini membuat calon lain sulit untuk mendapatkan akses yang sama sehingga menutup peluang untuk ikut berkompetisi.
Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, sejatinya masyarakat berharap yang namanya kontestasi itu yang berhadapan antara pasangan calon (paslon) dengan paslon lainnya. Bukan menyajikan pertarungan antara paslon dengan kotak kosong.
"Tetapi secara hukum dibenarkan. Walaupun pernah diatur dalam UU pemilihan, berdasarkan putusan MK, kita memulai era baru pemilihan boleh ada paslon tunggal," ujarnya dalam diskusi daring dengan tema 'Oligarki Parpol dan Fenomena Calon Tunggal', Rabu (9/9/2020).
( ).
Dia memaparkan, jumlah daerah yang menggelar pilkada calon tunggal mulai dari 2015 hingga 2018 semakin meningkat. Pada tahun 2015, ada 3 daerah yakni Kabupaten Blitar, Tasikmalaya, dan Timor Tengah Utara. Pada 2017 dan 2018, masing-masing ada 9 dan 16 daerah.
"Ternyata pada 2020 ada 28 daerah potensi paslon tunggal karena ini masih dalam proses pembukaan kembali tahapan pencalonan sebagai ketentuan peraturan KPU. Ini akan menjadi bagian yang diawasi Bawaslu," tuturnya.
(
Baca Juga
Namun, Ratna sendiri berharap akan ada penantang yang mendaftar pada masa perpanjangan ini. "Kehadiran calon (tunggal) ini didesain luar biasa dari elite politik sehingga dukungan hanya pada satu paslon," ucapnya.
Berdasarkan analisis Bawaslu, karakteristik calon tunggal itu biasanya petahana. Ini yang membuat mereka mempunyai akses pada sumber uang dan dukungan partai politik. Situasi ini membuat calon lain sulit untuk mendapatkan akses yang sama sehingga menutup peluang untuk ikut berkompetisi.
(zik)
Lihat Juga :
tulis komentar anda