Kemendagri Optimistis Pilkada Serentak Digelar Desember 2020
Rabu, 15 April 2020 - 09:01 WIB
JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sepakat untuk menunda pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang akan dilaksanakan September 2020 nanti. Hal ini lantaran ada empat tahapan penyelenggaraan pilkada yang tertunda karena pandemi COVID-19. Salah satunya, verifikasi syarat dukungan calon perorangan.
Secara umum, Kemendagri menerima opsi-opsi yang diusulkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menjadwal ulang tahapan dan pelaksanaan pilkada ini. KPU menawarkan opsi pertama pilkada dihelat pada 9 Desember 2020. Ini disebut sebagai opsi optimistis. Opsi kedua pilkada dilaksanakan pada April dan September 2021.
“Terhadap opsi-opsi itu, Mendagri menyetujui opsi usulan KPU pada 9 Desember 2020. Opsi ini merupakan opsi optimis karena telah tersedianya anggaran Pilkada serentak 2020 untuk Tahun Anggaran 2020 dalam APBD untuk 270 daerah yang akan pilkada,” kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Bahtiar dalam keterangan tertulis yang diterima SINDONews, Rabu (15/04/2020).
Maka, anggaran pilkada 2020 tetap pada posisinya dan tidak ada realokasi. Persetujuan ini juga menghitung tenggat waktu tanggap darurat penanganan COVID-19 yang ditentukan Gugus Tugas Pusat Percepatan Penanganan COVID-19, yakni 29 Mei 2020.
“Dengan harapan masalah COVID ini akan selesai sesuai tenggat waktu masa tanggap darurat tersebut, sehingga pelaksanaan sisa tahapan pilkada yang belum tuntas dapat dilanjutkan kembali oleh KPU,” tutur Bahtiar.
Mendagri Tito Karnavian juga menyampaikan skenario kedua, yakni pilkada dihelat tahun depan. Itu membutuhkan persetujuan DPR, Pemerintah, dan penyelenggara pemilu. “Harus ada kesepakatan antara penyelenggara pemilu, pemerintah, dan DPR. Jadi di akhir masa tanggap darurat COVID-19 atau setelah 29 Mei 2020 harus ada pertemuan lagi,” ujar Tito dalam rapat dengan Komisi II DPR RI, KPU, Bawaslu, dan DKPP.
Dalam rapat itu, Komisi II DPR mengusulkan agar pelaksanaan pilkada kembali menyesuaikan dengan masa jabatan satu periode selama lima tahun. Itu nantinya dimasuk dalam revisi pasal 201 Undnag-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Menurut Bahtiar, pihaknya belum bisa berpendapat itu. Alasannya, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55/PUU-XII/2019 tentang keserentakan itu berkaitan dengan UU Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilu.
“Putusan MK tersebut berimplikasi kepada desain pemilu dan pilkada secara lengkap, sehingga tak bisa serta merta hanya mengubah keserentakan Pilkada. Substansi tersebut lebih tepat menjadi materi simplikasi UU Pemilu yang juga masuk dalam prolegnas 2020,” katanya.
Secara umum, Kemendagri menerima opsi-opsi yang diusulkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menjadwal ulang tahapan dan pelaksanaan pilkada ini. KPU menawarkan opsi pertama pilkada dihelat pada 9 Desember 2020. Ini disebut sebagai opsi optimistis. Opsi kedua pilkada dilaksanakan pada April dan September 2021.
“Terhadap opsi-opsi itu, Mendagri menyetujui opsi usulan KPU pada 9 Desember 2020. Opsi ini merupakan opsi optimis karena telah tersedianya anggaran Pilkada serentak 2020 untuk Tahun Anggaran 2020 dalam APBD untuk 270 daerah yang akan pilkada,” kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Bahtiar dalam keterangan tertulis yang diterima SINDONews, Rabu (15/04/2020).
Maka, anggaran pilkada 2020 tetap pada posisinya dan tidak ada realokasi. Persetujuan ini juga menghitung tenggat waktu tanggap darurat penanganan COVID-19 yang ditentukan Gugus Tugas Pusat Percepatan Penanganan COVID-19, yakni 29 Mei 2020.
“Dengan harapan masalah COVID ini akan selesai sesuai tenggat waktu masa tanggap darurat tersebut, sehingga pelaksanaan sisa tahapan pilkada yang belum tuntas dapat dilanjutkan kembali oleh KPU,” tutur Bahtiar.
Mendagri Tito Karnavian juga menyampaikan skenario kedua, yakni pilkada dihelat tahun depan. Itu membutuhkan persetujuan DPR, Pemerintah, dan penyelenggara pemilu. “Harus ada kesepakatan antara penyelenggara pemilu, pemerintah, dan DPR. Jadi di akhir masa tanggap darurat COVID-19 atau setelah 29 Mei 2020 harus ada pertemuan lagi,” ujar Tito dalam rapat dengan Komisi II DPR RI, KPU, Bawaslu, dan DKPP.
Dalam rapat itu, Komisi II DPR mengusulkan agar pelaksanaan pilkada kembali menyesuaikan dengan masa jabatan satu periode selama lima tahun. Itu nantinya dimasuk dalam revisi pasal 201 Undnag-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Menurut Bahtiar, pihaknya belum bisa berpendapat itu. Alasannya, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55/PUU-XII/2019 tentang keserentakan itu berkaitan dengan UU Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilu.
“Putusan MK tersebut berimplikasi kepada desain pemilu dan pilkada secara lengkap, sehingga tak bisa serta merta hanya mengubah keserentakan Pilkada. Substansi tersebut lebih tepat menjadi materi simplikasi UU Pemilu yang juga masuk dalam prolegnas 2020,” katanya.
(cip)
tulis komentar anda