Terjadi Kerumunan Massa, Pemerintah dan Penyelenggara Pilkada Diminta Tegas
Senin, 07 September 2020 - 13:45 WIB
JAKARTA - Pendaftaran bakal pasangan calon (bapaslon) kepala daerah sepanjang 4-6 September 2020 menjadi aksi mempertontonkan ketidaktertiban menjalankan protokol kesehatan Covid-19 (virus Corona).
Pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) diminta tegas menindak pelanggaran itu. (Baca juga: Pengembalian SK oleh Mulyadi-Ali, Panaskan Hubungan Demokrat dengan PDIP)
Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan peserta pemilihan kepala daerah (pilkada) yang masih ingin menunjukkan dukungan saat pendaftaran sebenarnya itu sudah tidak relevan di masa pandemi Covid-19.
"Itu menunjukkan enggak tertib dan ketidakamanan," ujar Khoirunnisa kepada SINDOnews, Senin (7/9/2020). (Baca juga: Bertambah 3.444 Kasus, Jumlah Suspek Covid-19 di Indonesia 89.701 Orang)
Ninis sapaan akrabnya, menerangkan masalah penyelenggaraan pilkada serentak ini masih menggunakan regulasi yang mengatur kontestasi pada situasi normal. Memang ada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2020, tapi tidak ada regulasi khusus yang mengatur pilkada di masa krisis seperti ini.
"Yang bisa kita lakukan adalah menaati protokol kesehatan yang ketat. Tiga hari ini menunjukkan sulitnya untuk menerapkan protokol Covid-19 yang ketat," tuturnya.
Selama masa pendaftaran, banyak bapaslon yang melakukan arak-arakan, membawa massa dalam jumlah besar, dan tidak menjaga jarak. Bahkan, ada bapaslon yang datang dalam keadaan positif Covid-19 di Kota Binjai, Sumatera Utara.
Ninis meminta penyelenggara pilkada, baik KPU maupun Bawaslu, serta pemerintah keukeuh menggelar pilkada serentak di 270 daerah pada masa pandemi Covid-19 ini tidak saling lempar tanggung jawab. Pada awal yang disimulasikan dan di antisipasi akan terjadi kerumunan pada saat pemungutan suara pada 9 Desember nanti.
Padahal beberapa tahapan pilkada banyak yang berpotensi terjadi kerumunan, seperti pendaftaran dan kampanye. Yang dikhawatirkan adalah terjadi penularan diantara peserta dan penyelenggara.
Pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) diminta tegas menindak pelanggaran itu. (Baca juga: Pengembalian SK oleh Mulyadi-Ali, Panaskan Hubungan Demokrat dengan PDIP)
Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan peserta pemilihan kepala daerah (pilkada) yang masih ingin menunjukkan dukungan saat pendaftaran sebenarnya itu sudah tidak relevan di masa pandemi Covid-19.
"Itu menunjukkan enggak tertib dan ketidakamanan," ujar Khoirunnisa kepada SINDOnews, Senin (7/9/2020). (Baca juga: Bertambah 3.444 Kasus, Jumlah Suspek Covid-19 di Indonesia 89.701 Orang)
Ninis sapaan akrabnya, menerangkan masalah penyelenggaraan pilkada serentak ini masih menggunakan regulasi yang mengatur kontestasi pada situasi normal. Memang ada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2020, tapi tidak ada regulasi khusus yang mengatur pilkada di masa krisis seperti ini.
"Yang bisa kita lakukan adalah menaati protokol kesehatan yang ketat. Tiga hari ini menunjukkan sulitnya untuk menerapkan protokol Covid-19 yang ketat," tuturnya.
Selama masa pendaftaran, banyak bapaslon yang melakukan arak-arakan, membawa massa dalam jumlah besar, dan tidak menjaga jarak. Bahkan, ada bapaslon yang datang dalam keadaan positif Covid-19 di Kota Binjai, Sumatera Utara.
Ninis meminta penyelenggara pilkada, baik KPU maupun Bawaslu, serta pemerintah keukeuh menggelar pilkada serentak di 270 daerah pada masa pandemi Covid-19 ini tidak saling lempar tanggung jawab. Pada awal yang disimulasikan dan di antisipasi akan terjadi kerumunan pada saat pemungutan suara pada 9 Desember nanti.
Padahal beberapa tahapan pilkada banyak yang berpotensi terjadi kerumunan, seperti pendaftaran dan kampanye. Yang dikhawatirkan adalah terjadi penularan diantara peserta dan penyelenggara.
tulis komentar anda