Perjalanan Karier LB Moerdani, Jenderal Kopassus yang Pernah Berjaya di 2 Era Presiden

Jum'at, 21 Maret 2025 - 15:12 WIB
Setelahnya, Benny masuk Pusat Pendidikan Angkatan Darat (P3AD). Julius Pour dalam 'Benny: Tragedi Seorang Loyalis' mengungkap bahwa Benny muda memulai pelatihan pada 1951 dan terpilih ikut pendidikan tambahan di Sekolah Pelatih Infanteri (SPI).

Beberapa waktu berlalu, Benny lulus tahun 1952 dengan pangkat Letnan Cadangan (Pembantu Letnan Satu). Lalu, ia sempat ditempatkan sebagai instruktur dalam Sekolah Kader Infanteri, sebelum akhirnya dilantik menjadi Letnan Dua Infanteri dan resmi menjadi perwira militer professional pada 4 Juli 1954

Benny kemudian bertugas di TT/III Siliwangi yang memelihara wilayah keamanan Jawa Barat. Pada 1954, ia ditunjuk Kolonel Alex Evert Kawilarang selaku Panglima TT/III Siliwangi sebagai pelatih prajurit baru yang ingin bergabung dengan Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD).

Pada 1956, KKAD berganti nama menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Di sini, Benny ditunjuk sebagai komandan kompi.

Selama dinas di RPKAD, Benny banyak berperan menumpas pemberontakan seperti Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Pada 1960, ia mendapat mandat dari Letjen Ahmad Yani untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Infanteri Angkatan Darat Amerika Serikat di Fort Benning.

Benny akhirnya menyelesaikan pendidikan pada 1961. Tak lama, ia langsung ikut bergabung dalam persiapan pengambilalihan Irian Barat.

Berkat kontribusinya, Benny bahkan dianugerahi Bintang Sakti oleh Presiden Soekarno. Tanda penghargaan tersebut tersemat di bawah wing tanda kecakapan pasukan payung dada kirinya.

Pada 1965, Benny dipindahkan dari RPKAD ke Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Di sana, ia menjadi Wakil Asisten Intelijen di bawah Ali Moertopo dan beberapa kali tergabung dalam tim Operasi Khusus.

‘Pengusiran’ Benny dari RPKAD membawa pengaruh besar atas sikapnya terhadap satuan tersebut. Tiga jam setelah menerima perintah, ia langsung meninggalkan Cijantung. Di dalam hati, ia bahkan berjanji tidak akan pernah mengenakan Baret Merah lagi.

Setelah munculnya Gerakan 30 September (G30S) pada 1965, Benny bergabung dengan Ali Moertopo untuk mengakhiri konfrontasi yang terjadi. Tak butuh waktu lama, gerakan tersebut berhasil ditumpas oleh Soeharto yang waktu itu masih menjadi Pangkostrad.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More