Mendagri: China Lebih Efektif Tangani Covid-19 karena Bukan Demokrasi
Kamis, 03 September 2020 - 15:17 WIB
JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan bahwa langkah penanganan Covid-19 saat ini adalah menerapkan 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak) dan 3T (testing, tracking, dan treatment). Menurutnya hal ini tidak mudah dilakukan.
“Mudah untuk dikatakan tapi sulit dilaksanakan karena tergantung dari sistem politik, demografi dan sosial budaya di setiap negara,” katanya saat memberikan pengarahan dalam Rakor Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Kamis (3/9/2020).
Tito menyebut negara dengan sistem otokrasi dan oligarki yang terpusat pada satu atau sekelompok orang akan lebih mudah menangani Covid-19. “Seperti China dan Vietnam mereka menangani dengan lebih efektif karena mereka menggunakan cara-cara yang keras karena pemegang kedaulatan bukan rakyat, bukan demokrasi ,” ungkapnya.
(Baca: Bukan Media Penularan, Tito Sebut Pilkada Gelombang Perlawanan Covid-19)
Sementara itu di negara-negara dengan sistem demokrasi tantangannya akan lebih sulit. Namun jika di dalam negara demokratis didominasi oleh middle class maka akan lebih mudah. Pasalnya didominasi oleh kemampuan intelektual yang menyadari bahwa protokol kesehatan penting.
Sebaliknya jika mayoritas low class tantangan penanganannya akan lebih sulit. Pasalnya banyak yang kurang teredukasi dan kesulitan secara ekonomi.
“Begitu kita minta untuk pakai masker, merek bilang masker hoaks. Jangan pakai masker. Covidnya dibilang hoaks. Tidak ada. Konspirasi saja. Karena mereka engga mau konfirmasi dari sumber-sumber terbuka yang mudah diakses,” tuturnya
“Jadi sebetulnya untuk menyosialisasikan 3M yakni masker, jaga jarak, dan cuci tangan kita sebetulnya bicara ilmu sosiologi tentang social control, kendali sosial. Sekali lagi kendali sosial di negara demokrasi tidak gampang,” ujarnya.
(Baca: Bicara Demokrasi, Fahri Hamzah Beberkan Dosa Terbesar Buzzer)
Tito menambahkan akan lebih sulit lagi jika negara demokrasi juga terdesentralisasi, di mana ada pembagian pemerintah pusat dan daerah. “Daerah belum tentu sinkron dengan pusat. Karena dipilih langsung rakyat. Daerah terbelah lagi menjadi tingkat I dan II. Kepala daerah tingkat I belum tentu bisa mengendalikan dengan tingkat II. Tingkat II belum tentu akan sinkron dengan kebijakan tingkat II,” ungkapnya.
“Ini terjadi di India, Brazil dan lain-lain. Bahkan di Amerika Serikat negara besar menggunakan sistem politik demokrasi dan desentralisasi tidak gampang dengan itu,” katanya
Lebih lanjut Tito menyebut penanganan covid Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan Singapura dan China. Menurutnya dari sisi sistem politik, jumlah penduduk dan luas wilayah berbeda. “Yang apple to apple Indonesia itu dengan India, Rusia, Brazil, Amerika. Dengan China no karena sistem politiknya bukan demokrasi,” pungkasnya.
“Mudah untuk dikatakan tapi sulit dilaksanakan karena tergantung dari sistem politik, demografi dan sosial budaya di setiap negara,” katanya saat memberikan pengarahan dalam Rakor Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Kamis (3/9/2020).
Tito menyebut negara dengan sistem otokrasi dan oligarki yang terpusat pada satu atau sekelompok orang akan lebih mudah menangani Covid-19. “Seperti China dan Vietnam mereka menangani dengan lebih efektif karena mereka menggunakan cara-cara yang keras karena pemegang kedaulatan bukan rakyat, bukan demokrasi ,” ungkapnya.
(Baca: Bukan Media Penularan, Tito Sebut Pilkada Gelombang Perlawanan Covid-19)
Sementara itu di negara-negara dengan sistem demokrasi tantangannya akan lebih sulit. Namun jika di dalam negara demokratis didominasi oleh middle class maka akan lebih mudah. Pasalnya didominasi oleh kemampuan intelektual yang menyadari bahwa protokol kesehatan penting.
Sebaliknya jika mayoritas low class tantangan penanganannya akan lebih sulit. Pasalnya banyak yang kurang teredukasi dan kesulitan secara ekonomi.
“Begitu kita minta untuk pakai masker, merek bilang masker hoaks. Jangan pakai masker. Covidnya dibilang hoaks. Tidak ada. Konspirasi saja. Karena mereka engga mau konfirmasi dari sumber-sumber terbuka yang mudah diakses,” tuturnya
“Jadi sebetulnya untuk menyosialisasikan 3M yakni masker, jaga jarak, dan cuci tangan kita sebetulnya bicara ilmu sosiologi tentang social control, kendali sosial. Sekali lagi kendali sosial di negara demokrasi tidak gampang,” ujarnya.
(Baca: Bicara Demokrasi, Fahri Hamzah Beberkan Dosa Terbesar Buzzer)
Tito menambahkan akan lebih sulit lagi jika negara demokrasi juga terdesentralisasi, di mana ada pembagian pemerintah pusat dan daerah. “Daerah belum tentu sinkron dengan pusat. Karena dipilih langsung rakyat. Daerah terbelah lagi menjadi tingkat I dan II. Kepala daerah tingkat I belum tentu bisa mengendalikan dengan tingkat II. Tingkat II belum tentu akan sinkron dengan kebijakan tingkat II,” ungkapnya.
“Ini terjadi di India, Brazil dan lain-lain. Bahkan di Amerika Serikat negara besar menggunakan sistem politik demokrasi dan desentralisasi tidak gampang dengan itu,” katanya
Lebih lanjut Tito menyebut penanganan covid Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan Singapura dan China. Menurutnya dari sisi sistem politik, jumlah penduduk dan luas wilayah berbeda. “Yang apple to apple Indonesia itu dengan India, Rusia, Brazil, Amerika. Dengan China no karena sistem politiknya bukan demokrasi,” pungkasnya.
(muh)
tulis komentar anda