Situasi Pandemi COVID-19 Rentan Dipolitisasi saat Kampanye Pilkada 2020
Kamis, 03 September 2020 - 08:00 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua Satuan Tugas Nusantara (Satgasnus) Mabes Polri, Brgjen Pol Umar Effendi menyatakan situasi pandemi COVID-19 di Indonesia masih cukup tinggi. Bahkan trennya masih terus naik seperti di DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Umar mengatakan, dari sisi penyebaran Indonesia masih tergolong rawan.
"Tema pada diskusi kali ini adalah apakah ada kaitannya politisasi dan sebagainya. Saya memandangnya kami dari Satgas Nusantara, yang ditujukan dalam tugas-tugas kita adalah sebagai cooling system pada nanti pilkada serentak ," ujar Umar dalam diskusi virtual bertajuk 'Menjaga NKRI di Tengah Politisasi Penanggulangan Pandemi COVID-19' Rabu (2/9/2020). (Baca juga: Pilkada 2020, Megawati Minta Kader PDIP Menangkan Hati Rakyat)
Untuk itu, menurut Umar, perlu ada langkah-langkah yang jelas agar jangan sampai pandemi COVID-19 yang belum tuntas ini kemudian dipolitisasi atau bahkan potensi politisasi muncul pada saat kampanye. Ia khawatir, kondisi ini dimanfaatkan oleh elite-elite politik tertentu untuk mengambil keuntungan.
"Tetapi masyarakat yang menerima dampaknya. Ini yang harus kita hindari," kata pria yang juga menjabat Direktur Kamneg Baintelkam Mabes Polri ini.
Sebelum masuk masa kampanye pilkada, pihaknya mengaku sudah 'merekam' beberapa isu yang terkait dengan COVID-19. Isu-isu itu antara lain, penyalahgunaan bantuan sosial, penambahan pasien sekaligus klaster baru COVID-19, termasuk pro kontra sistem pembelajaran siswa di rumah.
"Ini juga menjadi bahan politiasi baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Kemudian bertambahnya pemutusan hubungan kerja, artinya pengangguran terus bertambah. Kemudian naiknya tindak pidana ditengah pandemi yang terjadi. Apalagi di jambret, perampokan, street crime itu bertambah," bebernya.
"Kemudian yang tidak kalah penting untuk diantisipasi adalah penyebaran hoaks ketika pandemi. Tadi hal yang tidak ada di dalam dunia nyata tapi diberitakan di dunia maya. Menjadi hoaks sehingga terjadi kekisruhan," imbuhnya.
Umar menyatakan pemerintah sendiri sudah mengeluarkan berbagai program yang fokus terhadap penanganan COVID-19, baik itu program reguler maupun non reguler. Terutama bantuan sosial dan terbaru subsidi atau bantuan tunai kepada pekerja yang terdampak COVID-19, sehingga hal ini juga perlu menjadi perhatian bersama, terlebih situasinya menjelang pilkada serentak.
Menurut Umar, pilkada dalam kondisi normal saja masih perlu penanganan serius, apalagi pilkada yang digelar di tengah pandemi yang memerlukan banyak penyesuaian baik oleh penyelenggara maupun peserta pilkada. (Baca juga: Begini Polisi Bertindak jika Terjadi Huru-hara di Pilkada Depok)
"Nah tahapan pilkada yang saya sampaikan disini itu mulai 4 september 6 sepetember itu adalah pendaftaran pasangan. Artinya COVID-19 ini sudah cukup rawan, ditambah lagi mulainya tahapan pilkada. Artinya ada kelompok-kelompok masyarakat nanti yang pro calon satu, pro calon dua dan sebagainya. Ini juga akan menimbulkan gesekan," pungkasnya.
"Tema pada diskusi kali ini adalah apakah ada kaitannya politisasi dan sebagainya. Saya memandangnya kami dari Satgas Nusantara, yang ditujukan dalam tugas-tugas kita adalah sebagai cooling system pada nanti pilkada serentak ," ujar Umar dalam diskusi virtual bertajuk 'Menjaga NKRI di Tengah Politisasi Penanggulangan Pandemi COVID-19' Rabu (2/9/2020). (Baca juga: Pilkada 2020, Megawati Minta Kader PDIP Menangkan Hati Rakyat)
Untuk itu, menurut Umar, perlu ada langkah-langkah yang jelas agar jangan sampai pandemi COVID-19 yang belum tuntas ini kemudian dipolitisasi atau bahkan potensi politisasi muncul pada saat kampanye. Ia khawatir, kondisi ini dimanfaatkan oleh elite-elite politik tertentu untuk mengambil keuntungan.
"Tetapi masyarakat yang menerima dampaknya. Ini yang harus kita hindari," kata pria yang juga menjabat Direktur Kamneg Baintelkam Mabes Polri ini.
Sebelum masuk masa kampanye pilkada, pihaknya mengaku sudah 'merekam' beberapa isu yang terkait dengan COVID-19. Isu-isu itu antara lain, penyalahgunaan bantuan sosial, penambahan pasien sekaligus klaster baru COVID-19, termasuk pro kontra sistem pembelajaran siswa di rumah.
"Ini juga menjadi bahan politiasi baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Kemudian bertambahnya pemutusan hubungan kerja, artinya pengangguran terus bertambah. Kemudian naiknya tindak pidana ditengah pandemi yang terjadi. Apalagi di jambret, perampokan, street crime itu bertambah," bebernya.
"Kemudian yang tidak kalah penting untuk diantisipasi adalah penyebaran hoaks ketika pandemi. Tadi hal yang tidak ada di dalam dunia nyata tapi diberitakan di dunia maya. Menjadi hoaks sehingga terjadi kekisruhan," imbuhnya.
Umar menyatakan pemerintah sendiri sudah mengeluarkan berbagai program yang fokus terhadap penanganan COVID-19, baik itu program reguler maupun non reguler. Terutama bantuan sosial dan terbaru subsidi atau bantuan tunai kepada pekerja yang terdampak COVID-19, sehingga hal ini juga perlu menjadi perhatian bersama, terlebih situasinya menjelang pilkada serentak.
Menurut Umar, pilkada dalam kondisi normal saja masih perlu penanganan serius, apalagi pilkada yang digelar di tengah pandemi yang memerlukan banyak penyesuaian baik oleh penyelenggara maupun peserta pilkada. (Baca juga: Begini Polisi Bertindak jika Terjadi Huru-hara di Pilkada Depok)
"Nah tahapan pilkada yang saya sampaikan disini itu mulai 4 september 6 sepetember itu adalah pendaftaran pasangan. Artinya COVID-19 ini sudah cukup rawan, ditambah lagi mulainya tahapan pilkada. Artinya ada kelompok-kelompok masyarakat nanti yang pro calon satu, pro calon dua dan sebagainya. Ini juga akan menimbulkan gesekan," pungkasnya.
(kri)
tulis komentar anda