Setelah Gedung Kejagung Terbakar
Selasa, 01 September 2020 - 06:51 WIB
Terbakarnya gedung utama Kejagung ini memancing spekulasi di masyarakat. Sebab terbakarnya kantor atau gedung milik penegak hukum pada masa lalu diduga sering menjadi modus untuk menghambat proses penegakan hukum. Tak heran kini juga muncul polemik di publik, gedung Kejagung itu terbakar atau dibakar.
Saat ini Kejaksaan Agung sedang menangani banyak perkara besar, antara lain kasus Djoko Tjandra dan kasus Jiwasraya. Dalam kasus Djoko Tjandra terlibat jaksa Pinangki Sirna Malasari, yang diduga menerima gratifikasi dari pengacara terpidana kasus cessie Bank Bali itu. Walau berkas perkara korupsi dan perkara pidana umum disimpan gedung terpisah, tapi data penyelidikan intelijennya di gedung utama yang terbakar itu.
Hingga Jumat, 28 Agustus 2020, Polisi masih terus mengumpulkan bukti-bukti untuk mencari tahu penyebab kebakaran gedung utama Kejagung. Tim Laboratorium Forensik Mabes Polri sudah dua kali melakukan pengecekan ke lokasi. Tim sudah mengambil sekitar 21 sampel dari di tempat kebakaran. Polri juga sudah memeriksa 99 orang saksi. Ini untuk menelusuri penyebab kebakaran, apakah musibah atau ada unsur kesengajaan.
Kita harapkan Polri bisa segera mengumumkan hasil penyelidikannya. Ini sangat penting di tengah berseliwerannya spekulasi di masyarakat tentang penyebab kebakaran tersebut. Kenapa kebakaran bisa terjadi, kenapa api begitu cepat membesar dan tidak bisa dikendalikan hingga akhirnya gedung hangus terbakar, itu semua harus bisa diungkapkan secepat-cepatnya dan seterang-terangnya.
Di sisi lain, Kejagung juga harus membuktikan pernyataannya bahwa berkas-perkara aman dan tidak akan ada hambatan untuk penanganan perkara. Caranya adalah dengan segera melanjutkan penanganan perkara yang ada secara transparan dan menyampaikan ke publik perkembangannya. Salah satunya adalah penanganan dugaan suap jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Kejagung harus menangani kasus jaksa Pinangki secara tegas, profesional sekaligus transparan. Kejagung harus berani menelisik keterlibatan pihak lain di internal Kejaksaan. Sebab dugaan suap yang diterima jaksa Pinangki relatif besar yaitu USD500 ribu atau sekitar Rp7,3 miliar. Terbuka kemungkinan ia tidak bermain sendiri dan ada oknum jaksa lain yang terlibat.
Saat ini Kejaksaan Agung sedang menangani banyak perkara besar, antara lain kasus Djoko Tjandra dan kasus Jiwasraya. Dalam kasus Djoko Tjandra terlibat jaksa Pinangki Sirna Malasari, yang diduga menerima gratifikasi dari pengacara terpidana kasus cessie Bank Bali itu. Walau berkas perkara korupsi dan perkara pidana umum disimpan gedung terpisah, tapi data penyelidikan intelijennya di gedung utama yang terbakar itu.
Hingga Jumat, 28 Agustus 2020, Polisi masih terus mengumpulkan bukti-bukti untuk mencari tahu penyebab kebakaran gedung utama Kejagung. Tim Laboratorium Forensik Mabes Polri sudah dua kali melakukan pengecekan ke lokasi. Tim sudah mengambil sekitar 21 sampel dari di tempat kebakaran. Polri juga sudah memeriksa 99 orang saksi. Ini untuk menelusuri penyebab kebakaran, apakah musibah atau ada unsur kesengajaan.
Kita harapkan Polri bisa segera mengumumkan hasil penyelidikannya. Ini sangat penting di tengah berseliwerannya spekulasi di masyarakat tentang penyebab kebakaran tersebut. Kenapa kebakaran bisa terjadi, kenapa api begitu cepat membesar dan tidak bisa dikendalikan hingga akhirnya gedung hangus terbakar, itu semua harus bisa diungkapkan secepat-cepatnya dan seterang-terangnya.
Di sisi lain, Kejagung juga harus membuktikan pernyataannya bahwa berkas-perkara aman dan tidak akan ada hambatan untuk penanganan perkara. Caranya adalah dengan segera melanjutkan penanganan perkara yang ada secara transparan dan menyampaikan ke publik perkembangannya. Salah satunya adalah penanganan dugaan suap jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Kejagung harus menangani kasus jaksa Pinangki secara tegas, profesional sekaligus transparan. Kejagung harus berani menelisik keterlibatan pihak lain di internal Kejaksaan. Sebab dugaan suap yang diterima jaksa Pinangki relatif besar yaitu USD500 ribu atau sekitar Rp7,3 miliar. Terbuka kemungkinan ia tidak bermain sendiri dan ada oknum jaksa lain yang terlibat.
(ras)
tulis komentar anda