Setelah Gedung Kejagung Terbakar
loading...
A
A
A
Trimedya Panjaitan
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Wakil Ketua MKD DPR RI
KEBAKARAN hebat telah menimpa markas Korps Adhiyaksa. Si jago merah mengamuk semalaman, dari Sabtu (22/8) malam hingga keesokan paginya, dan membakar gedung utama Kejaksaan Agung (Kejagung). Di sini berkantor Jaksa Agung dan jajaran pimpinan lainnya.
Percikan api bermula dari lantai enam, kemudian menjalar hingga lantai dasar. Di dua lantai teratas berkantor Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan --yang membawahi kepegawaian-- dan jajarannya. Di lantai empat dan tiga berkantor Jaksa Agung Muda Intelijen dan jajarannya. Selanjutnya di lantai dua berkantor Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung.
Praktis gedung enam lantai yang berstatus heritage atau cagar alam ini hangus terbakar beserta isinya. Untuk diketahui gedung ini dibangun mulai 10 November 1961, yaitu pada masa Jaksa Agung R Goenawan, atau masa Orde Lama. Dan diresmikan penggunaannya pada 22 Juli 1968 atau pada masa Jaksa Agung Soegih Arto atau masa Orde Baru.
Berkas-berkas Perkara Aman
Kalau ada yang selamat, itu adalah ruang Adhiyaksa Record Center yang terletak di lantai dasar. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono memastikan, ruangan yang menyimpan arsip-arsip milik Kejaksaan Agung yang berstandard Arsip Nasional Indonesia (ANRI) itu aman, tidak terbakar. Nantinya, setelah Record Center itu bisa diakses, pihaknya bakal menjelaskan arsip-arsip yang terselamatkan di dalamnya.
Sementara, untuk berkas-berkas perkara tindak pidana khusus dipastikan aman karena berada di Gedung Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus atau gedung bundar yang berlokasi terpisah. Kemudian, ada gedung lain yang menyimpan data, yaitu Pusat Pemulihan Aset (PPA) dan Pusat Data Statistik Kriminal (Daskrimti) (Pusat Data Statistik Kriminal dan Teknologi Informasi), serta data-data tindak pidana umum ada di gedung Jaksa Agung Tindak Pidana Umum.
Benarkah semua data-data aman? Terutama terkait data-data kepegawaian dan data-data hasil penyelidikan intelijen. Apakah benar semua datanya sudah didigitalisasi. Kita harapkan itu semua bisa segera dijelaskan.
Standar Keamanan Kantor Pemerintahan
Selain soal keamanan data, setidaknya ada dua pertanyaan besar yang perlu dijelaskan terkait kebakaran ini. Pertama, bagaimana sistem keamanan untuk mencegah dan mengatasi kebakaran di gedung-gedung pemerintah, termasuk Kejagung. Kedua, apa sebenarnya penyebab kebakaran di Kejagung.
Pakar fire safety dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Fatma Lestari, sebagaimana dikutip BBC News Indonesia, menyebut kebakaran di kantor Kejagung harus dijadikan peringatan untuk segera melakukan audit keselamatan kebakaran terhadap seluruh gedung milik pemerintah. Ia menduga sistem proteksi aktif keselamatan kebakaran di gedung utama Kejagung tidak berjalan. Itu tampak dari kobaran api yang menjalar dengan cepat ke sejumlah lantai. Jika sistem proteksi aktif seperti alarm, detektor, dan sprinkler air berfungsi maka kebakaran bisa dilokalisir sehingga tidak menyebar.
Menurut catatan Fatma, merujuk hasil audit sistem keselamatan kebakaran yang dilakukan selama ini, 70% kantor pemerintahan di Jakarta belum memenuhi standar keselamatan kebakaran. Ia merujuk pada peristiwa kebakaran yang menimpa gedung Kementerian Sekretariat Negara tahun 2013, gedung Kementerian Hukum dan HAM pada 2019, dan setahun sebelumnya di gedung PLN Tanjung Priok.
Temuan ini jelas patut disikapi dengan serius oleh pemerintah. Sebab selain kasus-kasus kebakaran yang dicontohkan tersebut, masih ada kasus-kasus kebakaran lainnya. Merujuk pemberitaan media massa, kebakaran yang melanda gedung Kejagung ini bukanlah yang pertama kali. Sebelumnya, Gedung Kejagung juga pernah mengalami kebakaran pada tahun 1979 dan 2003 lalu.
Pada tahun 1979, kebakaran terjadi pada 9 Januari 1979. Sebagian besar sayap kanan kantor bertingkat enam itu hangus terbakar. Tapi kebakaran bisa diatasi dalam waktu satu jam. Selanjutnya kebakaran terjadi pada 22 November 2003, dan terjadi dua kali dalam sehari. Kedua kebakaran dalam satu hari ini juga bisa diatasi dengan cepat dan bisa dilokalisir.
Kebakaran juga pernah melanda Mabes Polri dan Polda Metro Jaya. Gedung Mabes Polri pernah terbakar pada 15 Januari 1996. Ruang di seluruh lantai dua dan tiga disebutkan habis terbakar, sedang di lantai satu yang habis terbakar adalah ruang Asrena, ruang Binmas serta aula lobi utama. Setelah peristiwa ini, perbaikan Gedung Mabes Polri dilakukan dalam kurun waktu beberapa tahun.
Sedangkan Polda Metro Jaya mengalami kebakaran pada tahun 2011 dan 2018. Pada tahun 2011 yang terbakar adalah gedung Samsat Mapolda Metro Jaya. Sedang pada tahun 2018 yang mengalami kebakaran adalah Gedung Biro Sumber Daya Manusia (SDM) Mapolda Metro Jaya.
Dengan adanya kejadian yang terbaru, kebakaran hebat yang menghanguskan gedung utama Kejagung itu, harus ada evaluasi menyeluruh atas standa keselamatan kebakaran gedung-gedung pemerintah, terutama yang berusia tua.
Harus Segera Diungkap
Terbakarnya gedung utama Kejagung ini memancing spekulasi di masyarakat. Sebab terbakarnya kantor atau gedung milik penegak hukum pada masa lalu diduga sering menjadi modus untuk menghambat proses penegakan hukum. Tak heran kini juga muncul polemik di publik, gedung Kejagung itu terbakar atau dibakar.
Saat ini Kejaksaan Agung sedang menangani banyak perkara besar, antara lain kasus Djoko Tjandra dan kasus Jiwasraya. Dalam kasus Djoko Tjandra terlibat jaksa Pinangki Sirna Malasari, yang diduga menerima gratifikasi dari pengacara terpidana kasus cessie Bank Bali itu. Walau berkas perkara korupsi dan perkara pidana umum disimpan gedung terpisah, tapi data penyelidikan intelijennya di gedung utama yang terbakar itu.
Hingga Jumat, 28 Agustus 2020, Polisi masih terus mengumpulkan bukti-bukti untuk mencari tahu penyebab kebakaran gedung utama Kejagung. Tim Laboratorium Forensik Mabes Polri sudah dua kali melakukan pengecekan ke lokasi. Tim sudah mengambil sekitar 21 sampel dari di tempat kebakaran. Polri juga sudah memeriksa 99 orang saksi. Ini untuk menelusuri penyebab kebakaran, apakah musibah atau ada unsur kesengajaan.
Kita harapkan Polri bisa segera mengumumkan hasil penyelidikannya. Ini sangat penting di tengah berseliwerannya spekulasi di masyarakat tentang penyebab kebakaran tersebut. Kenapa kebakaran bisa terjadi, kenapa api begitu cepat membesar dan tidak bisa dikendalikan hingga akhirnya gedung hangus terbakar, itu semua harus bisa diungkapkan secepat-cepatnya dan seterang-terangnya.
Di sisi lain, Kejagung juga harus membuktikan pernyataannya bahwa berkas-perkara aman dan tidak akan ada hambatan untuk penanganan perkara. Caranya adalah dengan segera melanjutkan penanganan perkara yang ada secara transparan dan menyampaikan ke publik perkembangannya. Salah satunya adalah penanganan dugaan suap jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Kejagung harus menangani kasus jaksa Pinangki secara tegas, profesional sekaligus transparan. Kejagung harus berani menelisik keterlibatan pihak lain di internal Kejaksaan. Sebab dugaan suap yang diterima jaksa Pinangki relatif besar yaitu USD500 ribu atau sekitar Rp7,3 miliar. Terbuka kemungkinan ia tidak bermain sendiri dan ada oknum jaksa lain yang terlibat.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Wakil Ketua MKD DPR RI
KEBAKARAN hebat telah menimpa markas Korps Adhiyaksa. Si jago merah mengamuk semalaman, dari Sabtu (22/8) malam hingga keesokan paginya, dan membakar gedung utama Kejaksaan Agung (Kejagung). Di sini berkantor Jaksa Agung dan jajaran pimpinan lainnya.
Percikan api bermula dari lantai enam, kemudian menjalar hingga lantai dasar. Di dua lantai teratas berkantor Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan --yang membawahi kepegawaian-- dan jajarannya. Di lantai empat dan tiga berkantor Jaksa Agung Muda Intelijen dan jajarannya. Selanjutnya di lantai dua berkantor Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung.
Praktis gedung enam lantai yang berstatus heritage atau cagar alam ini hangus terbakar beserta isinya. Untuk diketahui gedung ini dibangun mulai 10 November 1961, yaitu pada masa Jaksa Agung R Goenawan, atau masa Orde Lama. Dan diresmikan penggunaannya pada 22 Juli 1968 atau pada masa Jaksa Agung Soegih Arto atau masa Orde Baru.
Berkas-berkas Perkara Aman
Kalau ada yang selamat, itu adalah ruang Adhiyaksa Record Center yang terletak di lantai dasar. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono memastikan, ruangan yang menyimpan arsip-arsip milik Kejaksaan Agung yang berstandard Arsip Nasional Indonesia (ANRI) itu aman, tidak terbakar. Nantinya, setelah Record Center itu bisa diakses, pihaknya bakal menjelaskan arsip-arsip yang terselamatkan di dalamnya.
Sementara, untuk berkas-berkas perkara tindak pidana khusus dipastikan aman karena berada di Gedung Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus atau gedung bundar yang berlokasi terpisah. Kemudian, ada gedung lain yang menyimpan data, yaitu Pusat Pemulihan Aset (PPA) dan Pusat Data Statistik Kriminal (Daskrimti) (Pusat Data Statistik Kriminal dan Teknologi Informasi), serta data-data tindak pidana umum ada di gedung Jaksa Agung Tindak Pidana Umum.
Benarkah semua data-data aman? Terutama terkait data-data kepegawaian dan data-data hasil penyelidikan intelijen. Apakah benar semua datanya sudah didigitalisasi. Kita harapkan itu semua bisa segera dijelaskan.
Standar Keamanan Kantor Pemerintahan
Selain soal keamanan data, setidaknya ada dua pertanyaan besar yang perlu dijelaskan terkait kebakaran ini. Pertama, bagaimana sistem keamanan untuk mencegah dan mengatasi kebakaran di gedung-gedung pemerintah, termasuk Kejagung. Kedua, apa sebenarnya penyebab kebakaran di Kejagung.
Pakar fire safety dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Fatma Lestari, sebagaimana dikutip BBC News Indonesia, menyebut kebakaran di kantor Kejagung harus dijadikan peringatan untuk segera melakukan audit keselamatan kebakaran terhadap seluruh gedung milik pemerintah. Ia menduga sistem proteksi aktif keselamatan kebakaran di gedung utama Kejagung tidak berjalan. Itu tampak dari kobaran api yang menjalar dengan cepat ke sejumlah lantai. Jika sistem proteksi aktif seperti alarm, detektor, dan sprinkler air berfungsi maka kebakaran bisa dilokalisir sehingga tidak menyebar.
Menurut catatan Fatma, merujuk hasil audit sistem keselamatan kebakaran yang dilakukan selama ini, 70% kantor pemerintahan di Jakarta belum memenuhi standar keselamatan kebakaran. Ia merujuk pada peristiwa kebakaran yang menimpa gedung Kementerian Sekretariat Negara tahun 2013, gedung Kementerian Hukum dan HAM pada 2019, dan setahun sebelumnya di gedung PLN Tanjung Priok.
Temuan ini jelas patut disikapi dengan serius oleh pemerintah. Sebab selain kasus-kasus kebakaran yang dicontohkan tersebut, masih ada kasus-kasus kebakaran lainnya. Merujuk pemberitaan media massa, kebakaran yang melanda gedung Kejagung ini bukanlah yang pertama kali. Sebelumnya, Gedung Kejagung juga pernah mengalami kebakaran pada tahun 1979 dan 2003 lalu.
Pada tahun 1979, kebakaran terjadi pada 9 Januari 1979. Sebagian besar sayap kanan kantor bertingkat enam itu hangus terbakar. Tapi kebakaran bisa diatasi dalam waktu satu jam. Selanjutnya kebakaran terjadi pada 22 November 2003, dan terjadi dua kali dalam sehari. Kedua kebakaran dalam satu hari ini juga bisa diatasi dengan cepat dan bisa dilokalisir.
Kebakaran juga pernah melanda Mabes Polri dan Polda Metro Jaya. Gedung Mabes Polri pernah terbakar pada 15 Januari 1996. Ruang di seluruh lantai dua dan tiga disebutkan habis terbakar, sedang di lantai satu yang habis terbakar adalah ruang Asrena, ruang Binmas serta aula lobi utama. Setelah peristiwa ini, perbaikan Gedung Mabes Polri dilakukan dalam kurun waktu beberapa tahun.
Sedangkan Polda Metro Jaya mengalami kebakaran pada tahun 2011 dan 2018. Pada tahun 2011 yang terbakar adalah gedung Samsat Mapolda Metro Jaya. Sedang pada tahun 2018 yang mengalami kebakaran adalah Gedung Biro Sumber Daya Manusia (SDM) Mapolda Metro Jaya.
Dengan adanya kejadian yang terbaru, kebakaran hebat yang menghanguskan gedung utama Kejagung itu, harus ada evaluasi menyeluruh atas standa keselamatan kebakaran gedung-gedung pemerintah, terutama yang berusia tua.
Harus Segera Diungkap
Terbakarnya gedung utama Kejagung ini memancing spekulasi di masyarakat. Sebab terbakarnya kantor atau gedung milik penegak hukum pada masa lalu diduga sering menjadi modus untuk menghambat proses penegakan hukum. Tak heran kini juga muncul polemik di publik, gedung Kejagung itu terbakar atau dibakar.
Saat ini Kejaksaan Agung sedang menangani banyak perkara besar, antara lain kasus Djoko Tjandra dan kasus Jiwasraya. Dalam kasus Djoko Tjandra terlibat jaksa Pinangki Sirna Malasari, yang diduga menerima gratifikasi dari pengacara terpidana kasus cessie Bank Bali itu. Walau berkas perkara korupsi dan perkara pidana umum disimpan gedung terpisah, tapi data penyelidikan intelijennya di gedung utama yang terbakar itu.
Hingga Jumat, 28 Agustus 2020, Polisi masih terus mengumpulkan bukti-bukti untuk mencari tahu penyebab kebakaran gedung utama Kejagung. Tim Laboratorium Forensik Mabes Polri sudah dua kali melakukan pengecekan ke lokasi. Tim sudah mengambil sekitar 21 sampel dari di tempat kebakaran. Polri juga sudah memeriksa 99 orang saksi. Ini untuk menelusuri penyebab kebakaran, apakah musibah atau ada unsur kesengajaan.
Kita harapkan Polri bisa segera mengumumkan hasil penyelidikannya. Ini sangat penting di tengah berseliwerannya spekulasi di masyarakat tentang penyebab kebakaran tersebut. Kenapa kebakaran bisa terjadi, kenapa api begitu cepat membesar dan tidak bisa dikendalikan hingga akhirnya gedung hangus terbakar, itu semua harus bisa diungkapkan secepat-cepatnya dan seterang-terangnya.
Di sisi lain, Kejagung juga harus membuktikan pernyataannya bahwa berkas-perkara aman dan tidak akan ada hambatan untuk penanganan perkara. Caranya adalah dengan segera melanjutkan penanganan perkara yang ada secara transparan dan menyampaikan ke publik perkembangannya. Salah satunya adalah penanganan dugaan suap jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Kejagung harus menangani kasus jaksa Pinangki secara tegas, profesional sekaligus transparan. Kejagung harus berani menelisik keterlibatan pihak lain di internal Kejaksaan. Sebab dugaan suap yang diterima jaksa Pinangki relatif besar yaitu USD500 ribu atau sekitar Rp7,3 miliar. Terbuka kemungkinan ia tidak bermain sendiri dan ada oknum jaksa lain yang terlibat.
(ras)