Revisi UU Kejaksaan Perluas Kewenangan Penyidikan
Senin, 31 Agustus 2020 - 20:43 WIB
JAKARTA - Komisi III DPR mengusulkan Rancangan Undang-Undang atas revisi UU Nomor 16/2004 tentang Kejaksaan RI (RUU Kejaksaan). Berdasarkan penjelasan pimpinan Komisi III DPR di Badan Legislasi (Baleg) DPR, revisi ini memuat 8 poin perubahan yang mengatur tentang perluasan kewenangan penyidikan kejaksaan hingga Jaksa Agung sebagai Advocaat Generaal.
Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh memaparkan, perubahan ini juga menghimpun beberapa kewenangan Jaksa Agung, Kejaksaan, dan jaksa yang tersebar dalam berbagai ketentuan perundang-undangan untuk dapat melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang jaksa untuk lebih optimal seperti kewenangan melakukan penyidikan dalam tindak pidana korupsi, perusakan hutan, pencucian uang dan tindak pidana lainnya. (Baca juga: Usulkan Revisi UU Kejaksaan, Komisi III DPR Himpun Sejumlah UU Terkait)
“Hal ini sejalan dengan semangat penyederhanaan legislasi sehingga dengan perubahan ini, UU Kejaksaan akan lebih komprehensif dan terpadu. Dengan demikian, perubahan UU Kejaksaan 16/2004 merupakan suatu hal yang penting agar sistem peradilan pidana dapat berjalan secara optimal,” kata Khairul di Ruang Rapat Baleg, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (31/8/2020). (Baca juga: Representasi Keadilan, Peraturan Kejaksaan 15/2020 Patut Diapresiasi)
Khairul menguraikan, ada beberapa hal yang disempurnakan dalam RUU ini, pertama, penyempurnaan kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu yang tidak hanya terbatas pada tindak pidana korupsi seperti tindak pidana pencucian uang, tindak pidana kehutanan, pelanggaran HAM yang berat dan tindak pidana lainnya yang diatur dalam UU. (Baca juga: Peraturan Kejaksaan 15/2020 Jawaban Suara Keadilan Masyarakat)
Kedua, politikus PAN ini melanjutkan, pengaturan mengenai intelijen penegakan hukum (intelijen yustisial) yang disesuaikan UU tentang Intelijen Negara. Ketiga, kewenangan pengawasan barang cetakan dan multimedia yang diatur dan menyesuaikan dengan Putusan MK 6-13-2020/PUU/VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010.
Putusan itu menyatakan bahwa Kejaksaan sebagai lembaga negara yang melakukan pengamanan terhadap peredaran barang cetakan harus melakukan penyitaan atau tindakan hukum lain melalui proses peradilan. “Mengingat perkembangan teknologi, maka dicantumkan frasa multimedia,” imbuh Khairul.
Keempat, pengaturan fungsi Advocaat Generaal bagi Jaksa Agung. Pada dasarnya, Jaksa Agung memiliki kewenangan Advocaat Generaal sebagaimana yang disebutkan salah satunya dalam UU Mahkamah Agung (MA), di mana Jaksa Agung dapat mengajukan pendapat teknis hukum dalam perkara kepada MA dalam permohonan kasasi.
Kelima, penguatan SDM kejaksaan melalui pengembangan pendidikan di bidang profesi, akademik, keahlian dan kedinasan.
Keenam, kata Khairul, pengaturan kewenangan kerja sama kejaksaan dengan lembaga penegak hukum dari negara lain dan lembaga atau organisasi internasional.
Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh memaparkan, perubahan ini juga menghimpun beberapa kewenangan Jaksa Agung, Kejaksaan, dan jaksa yang tersebar dalam berbagai ketentuan perundang-undangan untuk dapat melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang jaksa untuk lebih optimal seperti kewenangan melakukan penyidikan dalam tindak pidana korupsi, perusakan hutan, pencucian uang dan tindak pidana lainnya. (Baca juga: Usulkan Revisi UU Kejaksaan, Komisi III DPR Himpun Sejumlah UU Terkait)
“Hal ini sejalan dengan semangat penyederhanaan legislasi sehingga dengan perubahan ini, UU Kejaksaan akan lebih komprehensif dan terpadu. Dengan demikian, perubahan UU Kejaksaan 16/2004 merupakan suatu hal yang penting agar sistem peradilan pidana dapat berjalan secara optimal,” kata Khairul di Ruang Rapat Baleg, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (31/8/2020). (Baca juga: Representasi Keadilan, Peraturan Kejaksaan 15/2020 Patut Diapresiasi)
Khairul menguraikan, ada beberapa hal yang disempurnakan dalam RUU ini, pertama, penyempurnaan kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu yang tidak hanya terbatas pada tindak pidana korupsi seperti tindak pidana pencucian uang, tindak pidana kehutanan, pelanggaran HAM yang berat dan tindak pidana lainnya yang diatur dalam UU. (Baca juga: Peraturan Kejaksaan 15/2020 Jawaban Suara Keadilan Masyarakat)
Kedua, politikus PAN ini melanjutkan, pengaturan mengenai intelijen penegakan hukum (intelijen yustisial) yang disesuaikan UU tentang Intelijen Negara. Ketiga, kewenangan pengawasan barang cetakan dan multimedia yang diatur dan menyesuaikan dengan Putusan MK 6-13-2020/PUU/VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010.
Putusan itu menyatakan bahwa Kejaksaan sebagai lembaga negara yang melakukan pengamanan terhadap peredaran barang cetakan harus melakukan penyitaan atau tindakan hukum lain melalui proses peradilan. “Mengingat perkembangan teknologi, maka dicantumkan frasa multimedia,” imbuh Khairul.
Keempat, pengaturan fungsi Advocaat Generaal bagi Jaksa Agung. Pada dasarnya, Jaksa Agung memiliki kewenangan Advocaat Generaal sebagaimana yang disebutkan salah satunya dalam UU Mahkamah Agung (MA), di mana Jaksa Agung dapat mengajukan pendapat teknis hukum dalam perkara kepada MA dalam permohonan kasasi.
Kelima, penguatan SDM kejaksaan melalui pengembangan pendidikan di bidang profesi, akademik, keahlian dan kedinasan.
Keenam, kata Khairul, pengaturan kewenangan kerja sama kejaksaan dengan lembaga penegak hukum dari negara lain dan lembaga atau organisasi internasional.
tulis komentar anda