Tantangan Efisiensi Investasi di Indonesia: ICOR
Senin, 18 November 2024 - 14:44 WIB
Di sisi lain, bagi pembuat kebijakan, memahami ICOR membantu dalam merumuskan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, seperti memperbaiki infrastruktur, menciptakan regulasi yang pro-investasi, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Melalui nilai ICOR yang rendah, suatu negara tidak hanya mampu menarik lebih banyak investasi, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan.
Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, ICOR Indonesia masih relatif tinggi. Negara-negara ASEAN umumnya memiliki ICOR di kisaran 4 – 5. Tingginya ICOR Indonesia mengindikasikan bahwa investasi yang dilakukan belum sepenuhnya efisien dalam menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang optimal. Sebagai perbandingan, Filipina berhasil menurunkan ICOR mereka menjadi 3,7, sementara Thailand mencapai 4,4, Malaysia 4,5, dan Vietnam 4,6.
Penurunan ICOR di negara-negara tersebut menunjukkan peningkatan efisiensi dalam penggunaan modal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Faktor-faktor seperti perbaikan infrastruktur, reformasi birokrasi, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia berkontribusi terhadap penurunan ICOR di negara-negara tersebut.
Negara-negara ASEAN yang berhasil menurunkan ICOR telah mengadopsi berbagai strategi yang fokus pada efisiensi dan daya saing ekonomi. Misalnya, Vietnam menempatkan investasi infrastruktur sebagai prioritas utama dalam Rencana Pembangunan Nasional mereka. Vietnam berhasil menurunkan biaya logistik dan meningkatkan daya tarik bagi investor asing melalui pembangunan pelabuhan, jalan raya, dan jalur kereta api yang terintegrasi.
Begitu juga Thailand yang mengoptimalkan digitalisasi birokrasi untuk mempercepat proses perizinan dan meningkatkan transparansi. Lantas, hal tersebut dikombinasikan dengan reformasi kebijakan yang pro-investasi, sehingga membuat investasi di negara tersebut menjadi lebih efisien, sebagaimana tercermin dari ICOR mereka yang rendah.
Di Indonesia, tingginya ICOR disebabkan oleh beberapa faktor seperti biaya ekonomi yang tinggi, korupsi, dan perencanaan yang buruk menjadi penyebab utama. ICOR yang tinggi mengindikasikan bahwa investasi yang besar hanya menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang kecil, menunjukkan inefisiensi dalam penggunaan modal. Artinya, dampak dari tingginya ICOR ini cukup signifikan. Ketidakefisienan investasi menurunkan daya tarik Indonesia bagi investor asing dan domestik, yang pada akhirnya memperlambat laju pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, sektor pertanian dapat ditingkatkan melalui adopsi teknologi modern dan perbaikan akses pasar bagi petani. Peningkatan produktivitas tersebut harus didukung oleh investasi dalam pengembangan SDM. Program pelatihan keterampilan kerja, pendidikan vokasi, dan pengembangan kapasitas tenaga kerja harus menjadi prioritas. Hanya melalui peningkatan kualitas tenaga kerjalah, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor tenaga ahli dan meningkatkan daya saing produk lokal di pasar internasional.
Indonesia perlu belajar dari pengalaman negara-negara tetangga dalam menurunkan ICOR. Salah satunya, Indonesia dapat meniru pendekatan dengan fokus pada reformasi struktural yang menyeluruh. Penyederhanaan proses perizinan melalui digitalisasi seperti yang dilakukan Vietnam, serta penguatan integrasi antarlembaga untuk mencegah regulasi yang tumpang tindih, dapat menjadi langkah awal yang efektif. Di Indonesia, salah satu inisiatif yang dapat dilakukan dalam meningkatkan daya saing adalah penguatan Online Single Submission (OSS) sebagai sistem perizinan terpadu.
Tantangan ICOR di Indonesia
Di Indonesia, ICOR mengalami fluktuasi dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2021, ICOR Indonesia tercatat sebesar 8,66, kemudian menurun menjadi 6,02 di 2022. Akan tetapi, pada 2023, ICOR kembali naik menjadi 6,33. Peningkatan ICOR pada 2023 menunjukkan bahwa efisiensi investasi di Indonesia masih perlu ditingkatkan.Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, ICOR Indonesia masih relatif tinggi. Negara-negara ASEAN umumnya memiliki ICOR di kisaran 4 – 5. Tingginya ICOR Indonesia mengindikasikan bahwa investasi yang dilakukan belum sepenuhnya efisien dalam menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang optimal. Sebagai perbandingan, Filipina berhasil menurunkan ICOR mereka menjadi 3,7, sementara Thailand mencapai 4,4, Malaysia 4,5, dan Vietnam 4,6.
Penurunan ICOR di negara-negara tersebut menunjukkan peningkatan efisiensi dalam penggunaan modal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Faktor-faktor seperti perbaikan infrastruktur, reformasi birokrasi, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia berkontribusi terhadap penurunan ICOR di negara-negara tersebut.
Negara-negara ASEAN yang berhasil menurunkan ICOR telah mengadopsi berbagai strategi yang fokus pada efisiensi dan daya saing ekonomi. Misalnya, Vietnam menempatkan investasi infrastruktur sebagai prioritas utama dalam Rencana Pembangunan Nasional mereka. Vietnam berhasil menurunkan biaya logistik dan meningkatkan daya tarik bagi investor asing melalui pembangunan pelabuhan, jalan raya, dan jalur kereta api yang terintegrasi.
Begitu juga Thailand yang mengoptimalkan digitalisasi birokrasi untuk mempercepat proses perizinan dan meningkatkan transparansi. Lantas, hal tersebut dikombinasikan dengan reformasi kebijakan yang pro-investasi, sehingga membuat investasi di negara tersebut menjadi lebih efisien, sebagaimana tercermin dari ICOR mereka yang rendah.
Di Indonesia, tingginya ICOR disebabkan oleh beberapa faktor seperti biaya ekonomi yang tinggi, korupsi, dan perencanaan yang buruk menjadi penyebab utama. ICOR yang tinggi mengindikasikan bahwa investasi yang besar hanya menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang kecil, menunjukkan inefisiensi dalam penggunaan modal. Artinya, dampak dari tingginya ICOR ini cukup signifikan. Ketidakefisienan investasi menurunkan daya tarik Indonesia bagi investor asing dan domestik, yang pada akhirnya memperlambat laju pertumbuhan ekonomi.
Peningkatan Daya Saing
Demi mengatasi masalah ICOR, Indonesia perlu meningkatkan daya saing ekonomi dengan fokus pada produktivitas di setiap sektor. Adapun sektor-sektor utama – seperti pertanian, manufaktur, jasa, dan teknologi – harus diperkuat melalui inovasi dan investasi yang strategis. Contohnya, sektor manufaktur membutuhkan teknologi canggih untuk meningkatkan efisiensi produksi dan menekan biaya logistik.Sementara itu, sektor pertanian dapat ditingkatkan melalui adopsi teknologi modern dan perbaikan akses pasar bagi petani. Peningkatan produktivitas tersebut harus didukung oleh investasi dalam pengembangan SDM. Program pelatihan keterampilan kerja, pendidikan vokasi, dan pengembangan kapasitas tenaga kerja harus menjadi prioritas. Hanya melalui peningkatan kualitas tenaga kerjalah, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor tenaga ahli dan meningkatkan daya saing produk lokal di pasar internasional.
Indonesia perlu belajar dari pengalaman negara-negara tetangga dalam menurunkan ICOR. Salah satunya, Indonesia dapat meniru pendekatan dengan fokus pada reformasi struktural yang menyeluruh. Penyederhanaan proses perizinan melalui digitalisasi seperti yang dilakukan Vietnam, serta penguatan integrasi antarlembaga untuk mencegah regulasi yang tumpang tindih, dapat menjadi langkah awal yang efektif. Di Indonesia, salah satu inisiatif yang dapat dilakukan dalam meningkatkan daya saing adalah penguatan Online Single Submission (OSS) sebagai sistem perizinan terpadu.
tulis komentar anda