Tegaskan Independensi dan Standar Mutu Pendidikan, Majelis Masyayikh Sosialisasikan UU Pesantren
Selasa, 05 November 2024 - 17:54 WIB
Majelis Masyayikh juga menginisiasi pengembangan standar pengasuhan yang merupakan aspek unik dan tidak dimiliki sistem pendidikan formal lainnya. Standar ini bertujuan menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang santri secara holistik, menjawab berbagai isu yang merugikan kepercayaan masyarakat terhadap pesantren.
Hal ini MM tekankan untuk menepis isu-isu yang datang belakangan ini dan sedikit banyak berpengaruh terhadap turunnya kepercayaan masyarakat, yaitu isu kekerasan baik verbal, fisik, dan lebih lagi kekerasan seksual
“Bahwa bagaimana tatakelola di dalam pesantren itu dapat menciptakan pengalaman dan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang santri secara holistik. Jadi kita tidak perlu denial terhadap isu kekerasan di dalam pesantren, justru harus disikapi,” kata Gus Rozin.
Nyai Amrah membuka sesi dengan mengungkapkan bahwa UU No 18 Tahun 2019 lahir sebagai respons terhadap berbagai opini di masyarakat terkait posisi dan peran pesantren. Pesantren bukan hanya lembaga pendidikan, tetapi juga merupakan pusat transmisi ilmu keislaman serta basis kebudayaan dan peradaban Indonesia yang tidak bisa dipisahkan dari sejarah perjuangan bangsa.
Dia menekankan bahwa pesantren memiliki peran signifikan dalam melawan kolonialisme. "Pesantren telah menyuntikkan semangat juang kepada para mujahidin pada masa itu melalui argumen Al-Qur’an dan Hadits,” tuturnya.
Adanya undang-undang ini diharapkan pesantren bisa lebih terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional.
Nyai Amrah menyampaikan bahwa keberadaan pesantren diharapkan mendapatkan perhatian dan kontribusi dari negara. Melalui pengakuan dalam UU ini, Majelis Masyayikh berupaya mendukung kualitas pendidikan di pesantren agar bisa berkembang dan beradaptasi dengan dinamika masyarakat saat ini.
“UU ini hadir bukan untuk menyeragamkan, tetapi justru untuk menjaga kekhasan pesantren dengan upaya-upaya oleh Majelis Masyayikh selama 3 tahun terakhir ini untuk terus mengembangkan pesantren, dengan merumuskan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk menjadi perangkat penjaminan mutu pendidikan di pesantren,” ungkapnya.
Sebagai penutup, isu pengakuan ijazah lulusan pesantren juga menjadi sorotan. Lulusan pesantren diharapkan bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan memiliki peluang yang sama dalam mendapatkan pekerjaan baik di pemerintahan maupun instansi lainnya.
Adanya sosialisasi ini, Majelis Masyayikh berharap dapat mengedukasi masyarakat dan meningkatkan citra positif pesantren sekaligus memperkuat peran dan eksistensinya dalam masyarakat Indonesia. Majelis Masyayikh melalui Sosialisasi UU No 18 Tahun 2019 diharapkan menjadi langkah awal untuk meneguhkan kedudukan pesantren dalam sistem pendidikan nasional.
Hal ini MM tekankan untuk menepis isu-isu yang datang belakangan ini dan sedikit banyak berpengaruh terhadap turunnya kepercayaan masyarakat, yaitu isu kekerasan baik verbal, fisik, dan lebih lagi kekerasan seksual
“Bahwa bagaimana tatakelola di dalam pesantren itu dapat menciptakan pengalaman dan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang santri secara holistik. Jadi kita tidak perlu denial terhadap isu kekerasan di dalam pesantren, justru harus disikapi,” kata Gus Rozin.
Nyai Amrah membuka sesi dengan mengungkapkan bahwa UU No 18 Tahun 2019 lahir sebagai respons terhadap berbagai opini di masyarakat terkait posisi dan peran pesantren. Pesantren bukan hanya lembaga pendidikan, tetapi juga merupakan pusat transmisi ilmu keislaman serta basis kebudayaan dan peradaban Indonesia yang tidak bisa dipisahkan dari sejarah perjuangan bangsa.
Dia menekankan bahwa pesantren memiliki peran signifikan dalam melawan kolonialisme. "Pesantren telah menyuntikkan semangat juang kepada para mujahidin pada masa itu melalui argumen Al-Qur’an dan Hadits,” tuturnya.
Adanya undang-undang ini diharapkan pesantren bisa lebih terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional.
Nyai Amrah menyampaikan bahwa keberadaan pesantren diharapkan mendapatkan perhatian dan kontribusi dari negara. Melalui pengakuan dalam UU ini, Majelis Masyayikh berupaya mendukung kualitas pendidikan di pesantren agar bisa berkembang dan beradaptasi dengan dinamika masyarakat saat ini.
“UU ini hadir bukan untuk menyeragamkan, tetapi justru untuk menjaga kekhasan pesantren dengan upaya-upaya oleh Majelis Masyayikh selama 3 tahun terakhir ini untuk terus mengembangkan pesantren, dengan merumuskan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk menjadi perangkat penjaminan mutu pendidikan di pesantren,” ungkapnya.
Sebagai penutup, isu pengakuan ijazah lulusan pesantren juga menjadi sorotan. Lulusan pesantren diharapkan bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan memiliki peluang yang sama dalam mendapatkan pekerjaan baik di pemerintahan maupun instansi lainnya.
Adanya sosialisasi ini, Majelis Masyayikh berharap dapat mengedukasi masyarakat dan meningkatkan citra positif pesantren sekaligus memperkuat peran dan eksistensinya dalam masyarakat Indonesia. Majelis Masyayikh melalui Sosialisasi UU No 18 Tahun 2019 diharapkan menjadi langkah awal untuk meneguhkan kedudukan pesantren dalam sistem pendidikan nasional.
Lihat Juga :
tulis komentar anda