Pakar IT: Uji Materi UU Penyiaran RCTI & iNews Justru Pertebal Kocek YouTuber
Jum'at, 28 Agustus 2020 - 17:43 WIB
Pakar Kebijakan dan Legislasi Teknologi Informasi dari Universitas Padjadjaran ( Unpad ) Danrivanto Budhijanto menilai, permohonan RCTI dan iNews ke Mahkamah Konstitusi (MK) justru akan meningkatkan pendapatan para pelaku industri kreatif.
Sehingga, dapat memberikan kontribusi lebih besar pada perekonomian nasional. Bukan membatasi kebebasan berekspresi seperti isu yang dihembuskan oleh pihak tertentu. (Baca juga: Uji Materi UU Penyiaran Dipandang Positif DPR)
"Kekhawatiran teman-teman insan kreatif atau publik yang biasa melakukan tayang langsung atau live di platform media sosial/penyiaran akan dikekang atau disanksi karena tidak berizin, bukanlah tujuan dari permohonan ke MK. Karena yang akan diwajibkan memiliki izin penyelenggaraan siaran melalui internet jika permohonan dikabulkan oleh MK, hanya untuk korporasi yang selama ini telah melakukan eksploitasi digital dan data di Indonesia," kata Danrivanto dalam pernyataannya, Jumat (28/8/2020).
Dia menjelaskan, karena permohonan itu untuk korporasi dan bukan bagi insan kreatif, maka uji publik UU Penyiaran tersebut justru menguntungkan bagi pelaku industri kreatif. Karena dengan aturan yang jelas, bisa diatur berapa pendapatan proporsional yang semestinya mereka dapatkan. (Baca juga: Artikulasi Konstitusional UU Penyiaran Bukanlah Pembatasan Ekspresi Publik)
"Benefit di Indonesia tidak sama dengan di Amerika Serikat, tidak proporsional, lebih besar di AS, karena di sana sudah diatur," ujarnya. (Baca juga: Revisi UU Penyiaran Tak Halangi Kebebasan Berekspresi)
Selama ini, sebagai contoh, penghasilan YouTuber Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan YouTuber di Amerika Serikat atau negara lainnya yang sudah mengatur penyiaran digitalnya.
"Permohonan uji materi UU Penyiaran ini akan membuat insan kreatif lebih produktif, ekonomi kreatif lebih banyak berkontribusi pada ekonomi Indonesia," ungkapnya.
Permohonan ke MK tersebut, kata Danrivanto, juga bukan membuat norma baru. Menurutnya, dalam pemahaman teori hukum progresif dan konstruksi hukum konvergensi, pemaknaan mengenai definisi penyiaran dengan memuat penyiaran menggunakan internet bukanlah menambah subyek hukum baru, melainkan hanya memuat pemaknaan/artikulasi konstitusional terhadap legislasi eksisting, yaitu penyiaran menggunakan internet.
Sehingga, sejatinya tidak akan menimbulkan komplikasi dengan pasal-pasal lainnya di UU Penyiaran. Tentu, para pemohon uji materi UU Penyiaran, yaitu RCTI dan iNews TV, diyakini Danrivanto sudah sangat paham bahwa MK punya keterbatasan, yaitu MK tidak memposisikan sebagai positive legislator.
Sehingga, dapat memberikan kontribusi lebih besar pada perekonomian nasional. Bukan membatasi kebebasan berekspresi seperti isu yang dihembuskan oleh pihak tertentu. (Baca juga: Uji Materi UU Penyiaran Dipandang Positif DPR)
"Kekhawatiran teman-teman insan kreatif atau publik yang biasa melakukan tayang langsung atau live di platform media sosial/penyiaran akan dikekang atau disanksi karena tidak berizin, bukanlah tujuan dari permohonan ke MK. Karena yang akan diwajibkan memiliki izin penyelenggaraan siaran melalui internet jika permohonan dikabulkan oleh MK, hanya untuk korporasi yang selama ini telah melakukan eksploitasi digital dan data di Indonesia," kata Danrivanto dalam pernyataannya, Jumat (28/8/2020).
Dia menjelaskan, karena permohonan itu untuk korporasi dan bukan bagi insan kreatif, maka uji publik UU Penyiaran tersebut justru menguntungkan bagi pelaku industri kreatif. Karena dengan aturan yang jelas, bisa diatur berapa pendapatan proporsional yang semestinya mereka dapatkan. (Baca juga: Artikulasi Konstitusional UU Penyiaran Bukanlah Pembatasan Ekspresi Publik)
"Benefit di Indonesia tidak sama dengan di Amerika Serikat, tidak proporsional, lebih besar di AS, karena di sana sudah diatur," ujarnya. (Baca juga: Revisi UU Penyiaran Tak Halangi Kebebasan Berekspresi)
Selama ini, sebagai contoh, penghasilan YouTuber Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan YouTuber di Amerika Serikat atau negara lainnya yang sudah mengatur penyiaran digitalnya.
"Permohonan uji materi UU Penyiaran ini akan membuat insan kreatif lebih produktif, ekonomi kreatif lebih banyak berkontribusi pada ekonomi Indonesia," ungkapnya.
Permohonan ke MK tersebut, kata Danrivanto, juga bukan membuat norma baru. Menurutnya, dalam pemahaman teori hukum progresif dan konstruksi hukum konvergensi, pemaknaan mengenai definisi penyiaran dengan memuat penyiaran menggunakan internet bukanlah menambah subyek hukum baru, melainkan hanya memuat pemaknaan/artikulasi konstitusional terhadap legislasi eksisting, yaitu penyiaran menggunakan internet.
Sehingga, sejatinya tidak akan menimbulkan komplikasi dengan pasal-pasal lainnya di UU Penyiaran. Tentu, para pemohon uji materi UU Penyiaran, yaitu RCTI dan iNews TV, diyakini Danrivanto sudah sangat paham bahwa MK punya keterbatasan, yaitu MK tidak memposisikan sebagai positive legislator.
tulis komentar anda