Bedah Buku di UII, Pakar Hukum Soroti Kasus Perkara Mardani Maming

Minggu, 06 Oktober 2024 - 11:22 WIB
Kelima, dapat dikemukakan bahwa, penuntut menghadapi kesulitan secara teknis hukum pembuktian bahwa telah terjadi pemberian hadiah kepada terdakwa karena terdakwa telah melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kwajibannya(menurut UU Pemerintahan Daerah dan UU Pertambangan).

Keenam, terdakwa dalam jabatan bupati, atas delegasi wewenang dari Menteri Dalam Negeri berdasarkan UU Pemerintahan Daerah, diberikan kewenangan mengeluarkan izin dalam hal permohonan IUP, dan tentu izin diberikan disebabkan adanya permohonan dari pemohon dan juga telah dilaporkan kepada menteri dalam urusan pertambangan; suatu kewajiban yang lazim dilakukan dalam sistem birokrasi.

Ketujuh, sekalipun quod non telah terbukkti terdapat pelanggaran atas UU sebagaimana diuraikan dalam surat dakwaan, akan tetapi keduabelas peraturan perundang-undangan tersebut, adalah termasuk rumpun hukum pidana administratif sehingga tidak tepat secara hukum penerapan UU Tipikor terhadap pelanggaran administratif karena bertentangan dengan ketentuan Pasal 14 UU Tipikor.

Kedelapan, poin 7 di atas diperkuat dengan penafsiran ketentuan Pasal 14 UU Tipikor, baik penafsiran historis, sistematis-logis maupun penafsiran telelologis, ketentuan Pasal 14 UU Tipikor, bertujuan membatasi penafsiran hukum yang sangat luas di dalam penerapan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 UU TIpikor.

Kesembilan, putusan kasasi dalam perkara tipikor atas nama Mardani H. Maming secara kasat mata telah mengandung kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata dan telah memenuhi alasan PK (Peninjauan Kembali) yaitu adanya keadaan baru yang diketahui akan tetapi tidak pernah disampaikan dalam pertimbangan putusan PN (Pengadilan Negeri, PT (Pengadilan Tinggi),dan kasasi sehingga putusan kasasi seharusnya menyatakan terdakwa dibebaskan atau dilepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut tidak dapat diterima atau setidak-tidaknya hukuman terdakwa dikurangi.

Sebagimana diketahui, pengadilan tingkat pertama, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (PN Banjarmasin), majelis hakim telah memvonis Mardani Maming bersalah dan harus menjalani penjara selama 10 tahun, serta denda Rp500 juta.

Mantan Ketua Himpunan pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) ini, dinilai terbukti menerima suap atas penerbitan SK Pengalihan IUP OP dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN). Itu dilakukan saat Mardani Maming menjabat Bupati Tanah Bumbu.

Majelis hakim yang diketuai Heru Kuntjoro juga mengatakan pidana tambahan membayar ganti kerugian negara sebesar Rp110,6 miliar dengan ketentuan, jika tidak membayar maka harta bendanya akan disita dan dilelang, atau diganti dengan 2 tahun kurungan.

Mardani H Maming kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin. Majelis hakim yang dipimpin Gusrizal justru menambah hukuman penjara Mardani menjadi 12 tahun.

Tak terima dengan putusan PT Banjarmasin, Mardani Maming mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Hakim Agung Suhadi didampingi Hakim Agung Agustinus Purnomo Hadi dan Hakim Agung Suharto, tegas menolak kasasi tersebut.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More