Minus Malum aut Maior Malum
Minggu, 01 September 2024 - 19:15 WIB
Saya jadi ingat pada diktum yang konon katanya dari Romo Franz Magnis Suseno, S.J., "Pemilu bukan untuk memilih yang terbaik, tapi untuk mencegah yang terburuk berkuasa.” Kata-kata ini selalu dimunculkan setiap pemilu dan pilkada. Pilihlah yang kadar keburukannya lebih sedikit, begitu kira-kira maknanya. Mirip dengan "minus malum" tadi.
Pilkada untuk mencegah yang terburuk berkuasa terdengar sangat tendensius. Seakan-akan hanya sebuah tujuan minimal saja. Pragmatis minimalis. Pemilu seharusnya memilih yang terbaik di antara yang baik-baik. Tapi mungkinkah itu terjadi? Justru itu yang harus kita tuju.
Selama kita pasrah dengan kenyataan, dan puas dengan pilihan minimalis, maka kualitas pemilu tidak akan meningkat. Partai-partai hanya akan berlomba untuk tidak jadi yang terburuk saja, bukan berusaha untuk menjadi yang baik dan terbaik.
Publilius Syrus (85-43 SM), seorang budak dari Suriah yang dibawa ke Roma menasihatkan, “Cave amicum credas, nisi quem probaveris.” Hati-hatilah, jangan memercayai seorang teman, kecuali engkau telah mengujinya.
Kalau mau mengujinya, pakailah dengan uang dan kekuasaan (termasuk kepada pasangan suami/istri atau pacarmu). Kemudian, lihatlah jagoan atau junjungan politikusmu ketika sudah duduk di tampuk kekuasaan dan bergelimpangan harta.
Politikus itu bukan nabi. Mereka hanyalah orang yang hendak kita beri tugas melakukan pekerjaan untuk kita. Kita yang seharusnya menentukan bagaimana mereka harus bersikap.
Ada lagi yang menawarkan nasihat dalam menyikapi perpolitikan ini, pesan yang sangat bijak: Cintailah orang yang kau cinta dengan 50% saja, karena boleh jadi suatu hari dia menjadi orang yang kau benci. Dan bencilah orang yang kau benci 50% saja, karena boleh jadi suatu hari dia yang kau benci menjadi orang yang kau cinta. Dengan demikian, dunia dan Indonesia ini akan damai, tenang, dan tentram.
Mari berharap pesta demokrasi tingkat daerah jelang akhir tahun 2024 ini benar-benar ditutup menjadi "annus mirabilis", tahun mukjizat, tahun yang mengagumkan, tahun yang ajaib.
Semoga tidak menjadi akhir tahun yang "annus horribilis", tahun yang mengerikan, menakutkan, menggetarkan, seram, keji, dan keras!
Pilkada untuk mencegah yang terburuk berkuasa terdengar sangat tendensius. Seakan-akan hanya sebuah tujuan minimal saja. Pragmatis minimalis. Pemilu seharusnya memilih yang terbaik di antara yang baik-baik. Tapi mungkinkah itu terjadi? Justru itu yang harus kita tuju.
Selama kita pasrah dengan kenyataan, dan puas dengan pilihan minimalis, maka kualitas pemilu tidak akan meningkat. Partai-partai hanya akan berlomba untuk tidak jadi yang terburuk saja, bukan berusaha untuk menjadi yang baik dan terbaik.
Publilius Syrus (85-43 SM), seorang budak dari Suriah yang dibawa ke Roma menasihatkan, “Cave amicum credas, nisi quem probaveris.” Hati-hatilah, jangan memercayai seorang teman, kecuali engkau telah mengujinya.
Kalau mau mengujinya, pakailah dengan uang dan kekuasaan (termasuk kepada pasangan suami/istri atau pacarmu). Kemudian, lihatlah jagoan atau junjungan politikusmu ketika sudah duduk di tampuk kekuasaan dan bergelimpangan harta.
Politikus itu bukan nabi. Mereka hanyalah orang yang hendak kita beri tugas melakukan pekerjaan untuk kita. Kita yang seharusnya menentukan bagaimana mereka harus bersikap.
Ada lagi yang menawarkan nasihat dalam menyikapi perpolitikan ini, pesan yang sangat bijak: Cintailah orang yang kau cinta dengan 50% saja, karena boleh jadi suatu hari dia menjadi orang yang kau benci. Dan bencilah orang yang kau benci 50% saja, karena boleh jadi suatu hari dia yang kau benci menjadi orang yang kau cinta. Dengan demikian, dunia dan Indonesia ini akan damai, tenang, dan tentram.
Mari berharap pesta demokrasi tingkat daerah jelang akhir tahun 2024 ini benar-benar ditutup menjadi "annus mirabilis", tahun mukjizat, tahun yang mengagumkan, tahun yang ajaib.
Semoga tidak menjadi akhir tahun yang "annus horribilis", tahun yang mengerikan, menakutkan, menggetarkan, seram, keji, dan keras!
(kri)
tulis komentar anda