Teknologi Informasi Pengaruhi Pemilih Gen Z dan Milenial pada Pilkada 2024
Rabu, 21 Agustus 2024 - 18:48 WIB
Kasus dugaan pencatutan data warga Jakarta selama masa verifikasi data di KPU Jakarta misalnya yang diduga digunakan untuk kepentingan politik sejumlah pihak. Kasus ini membuat masyarakat semakin pesimistis atas keamanan data mereka.
"Menurut saya KPU Jakarta masih mengalami kesulitan untuk menjaga data pribadi masyarakat," ucap Carlos.
Selain pencurian dan penyalahgunaan data, aksi-aksi diskriminasi di media sosial juga menjadi catatan menjelang Pilkada 2024. Hal itu sebagaimana disampaikan Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet Hafizh Nabiyyin.
"Di media sosial ada beberapa kelompok yang mengalami diskriminasi contohnya perempuan dan minoritas gender. Ini menjadi catatan, karena itu SAFEnet berupaya mendorong agar media sosial dapat menjadi ruang berekspresi yang aman bagi semua pihak," kata Hafizh.
Menurut dia, pemerintah dan perusahaan media sosial juga harus melindungi kebebasan berekspresi dari masyarakat di dunia maya terutama menuju kontestasi Pilkada 2024.
"Perusahaan media sosial harus mampu meng-take down hoaks berbasis identitas dan hate speech yang berpotensi banyak beredar pada di Pilkada 2024. Di sisi lain, mereka juga harus aktif melindungi kebebasan berekspresi masyarakat," ujarnya.
Dalam konteks teknologi informasi, podcast tersebut turut menyinggung perihal RUU tentang Polri atau RUU Polri. Hafizh maupun Andaru menolak RUU Polri karena dinilai membatasi ruang berekspresi, merampas privasi, dan merenggut hak atas akses informasi masyarakat.
"Menurut saya KPU Jakarta masih mengalami kesulitan untuk menjaga data pribadi masyarakat," ucap Carlos.
Selain pencurian dan penyalahgunaan data, aksi-aksi diskriminasi di media sosial juga menjadi catatan menjelang Pilkada 2024. Hal itu sebagaimana disampaikan Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet Hafizh Nabiyyin.
"Di media sosial ada beberapa kelompok yang mengalami diskriminasi contohnya perempuan dan minoritas gender. Ini menjadi catatan, karena itu SAFEnet berupaya mendorong agar media sosial dapat menjadi ruang berekspresi yang aman bagi semua pihak," kata Hafizh.
Menurut dia, pemerintah dan perusahaan media sosial juga harus melindungi kebebasan berekspresi dari masyarakat di dunia maya terutama menuju kontestasi Pilkada 2024.
"Perusahaan media sosial harus mampu meng-take down hoaks berbasis identitas dan hate speech yang berpotensi banyak beredar pada di Pilkada 2024. Di sisi lain, mereka juga harus aktif melindungi kebebasan berekspresi masyarakat," ujarnya.
Dalam konteks teknologi informasi, podcast tersebut turut menyinggung perihal RUU tentang Polri atau RUU Polri. Hafizh maupun Andaru menolak RUU Polri karena dinilai membatasi ruang berekspresi, merampas privasi, dan merenggut hak atas akses informasi masyarakat.
(jon)
Lihat Juga :
tulis komentar anda