Pengamat: Penyediaan Alat Kontrasepsi bagi Pelajar Bukan Melindungi, tapi Merusak Anak

Selasa, 06 Agustus 2024 - 11:22 WIB
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji menilai PP Nomor 28 Tahun 2024 sangat tidak partisipatif dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat dalam pembahasannya. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
JAKARTA - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan menuai polemik. Khususnya dalam aturan penyediaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja pada Pasal 103, khususnya ayat (4) butir “e” yaitu penyediaan alat kontrasepsi.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji memandang pemerintah harus mendengarkan suara masyarakat karena aturan ini menyangkut hajat hidup mereka. Dia menilai peraturan ini sangat tidak partisipatif dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat dalam pembahasannya.





“Daripada kontradiktif dengan tatanan sosial di sekolah dan juga merusak moralitas anak-anak, sebaiknya aturan ini dicabut dan didiskusikan kembali dengan melibatkan partisipasi yang lebih luas,” ujar Ubaid dalam keterangan yang diterima SINDOnews, Selasa (6/8/2024).

Saat ini, kata Ubaid, Indonesia sedang menghadapi kondisi darurat pornografi dan kekerasan seksual terhadap anak. Menurut data National Centre for Missing Exploited Children (NCMEC), kasus konten pornografi pada anak di Indonesia merupakan yang terbanyak keempat di dunia dan peringkat dua skala Asia Tenggara.

“Di tengah situasi yang semacam ini, mestinya pemerintah perlu memperkuat pendidikan seksual dan juga pengembangan penyuluhan kesehatan reproduksi pada anak di sekolah, daripada penyediaan alat kontrasepsi,” tutur Ubaid.

Karena itu terkait dengan polemik ini, Ubaid mengatakan bahwa JPPI telah menyatakan sikap agar pemerintah mencabut PP 28 Tahun 2024 karena merusak masa depan anak. Peraturan ini jelas merusak masa depan anak-anak Indonesia.

“Jika dipaksakan, mereka kian akan terpapar kekerasan seksual dan juga pornografi di lembaga pendidikan. Selain itu, aturan ini juga dibuat diam-diam dan tidak melibatkan publik secara luas. Padahal, beleid ini sangat terkait hajat hidup orang banyak, terutama orang tua dan anak-anak usia sekolah,” paparnya.

JPPI, tegas Ubaid, juga menolak penyediaan alat kontrasepsi pada anak di sekolah. Dia menilai yang para remaja dan pelajar butuhkan adalah edukasi pendidikan kesehatan reproduksi, bukan kebutuhan alat kontrasepsi.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More