Tarik Tambang Muhammadiyah
Senin, 29 Juli 2024 - 16:32 WIB
Abdullah Sidiq Notonegoro
Dosen di Universitas Muhammadiyah Gresik
PIMPINAN Pusat (PP) Muhammadiyah akhirnya berkeputusan untuk mengambil konsesi izin usaha pertambangan (IUP) dari Pemerintah Joko Widodo (Jokowi). Mengutip dari risalah pleno, keputusan itu didasarkan hasil pleno PPM pada tanggal 13 Juli 2024, setelah dilakukan sejumlah kajian mendalam serta mendengarkan masukan yang komprehensif dari para ahli pertambangan, ahli hukum, Majelis/Lembaga di lingkungan PPM, pengelola/pengusaha tambang, ahli lingkungan hidup, perguruan tinggi dan pihak-pihak terkait lainnya. Keputusan hasil pleno itu kemudian disampaikan secara resmi dalam forum Konsolidasi Nasional pada 27-28 Juli 2024 di Universitas Aisyiyah Yogyakarta.
Adanya rapat pleno PPM dan juga konsolnas yang menghadirkan seluruh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) tersebut sesungguhnya menyiratkan pesan bahwa ada perdebatan panjang sebelum pada akhirnya PPM berkeputusan untuk mengambil konsesi IUP itu. Jadi, keputusan tersebut menjadi keputusan resmi setelah mendengarkan dan mempertimbangkan masukan dari peserta Konsolnas yang notabene representasi PWM se-Indonesia.
Tak dipungkiri, bahkan bukan hanya saat sebelum PP Muhammadiyah mengambil keputusan menerima konsesi IUP tersebut, perdebatan yang berujung “sepakat” dan “tidak sepakat” pun masih terus riuh pasca konsolnas. Amien Rais, misalnya, menuding Muhammadiyah sudah kepincut urusan dunia (Sindonews.com, 27/7/2024).
Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 1995-1998 ini memang termasuk yang paling kencang suaranya dalam menekan Muhammadiyah agar menolak konsesi tambang. Selain itu, tak ketinggalan DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Yogyakarta dan PP Aisyiyah juga berharap PPM tidak menerima konsesi tambang tersebut.
Meski demikian, PP Muhammadiyah memang tetap tidak bergeming dengan munculnya suara-suara ketidakpuasan tersebut. Reaksi publik Muhammadiyah yang pro-kontra merupakan hal yang lumrah. Karena itu, PP Muhammadiyah tidak mungkin hanya mendengarkan satu sisi dan mengabaikan sisi yang lain, meski hasil keputusan tersebut pasti akan dianggap hanya menguntungkan satu sisi saja.
Namun, dengan digelarnya konsolnas tersebut, dan secara terbuka masing-masing perwakilan PW Muhammadiyah tidak ada yang menolak konsesi tambang tersebut — meski tetap saja ada sejumlah catatan yang harus diperhatikan oleh PP Muhammadiyah. Artinya, ketersetujuan PW Muhammadiyah atas kebijakan PP Muhammadiyah tersebut masih dengan catatan.
Suara keras Amien Rais di kanal YouTube-nya ada benarnya bahwa tawaran pengelolaan tambang merupakan tawaran yang penuh racun dan bisa. Bagi Amien Rais, konsesi tambang ibarat kail berbisa atau beracun. Sehingga keputusan Muhammadiyah untuk ‘menelan’ kail tersebut, dituding Amien Rais karena Muhammadiyah kepincut dengan keduniaan.
Dosen di Universitas Muhammadiyah Gresik
PIMPINAN Pusat (PP) Muhammadiyah akhirnya berkeputusan untuk mengambil konsesi izin usaha pertambangan (IUP) dari Pemerintah Joko Widodo (Jokowi). Mengutip dari risalah pleno, keputusan itu didasarkan hasil pleno PPM pada tanggal 13 Juli 2024, setelah dilakukan sejumlah kajian mendalam serta mendengarkan masukan yang komprehensif dari para ahli pertambangan, ahli hukum, Majelis/Lembaga di lingkungan PPM, pengelola/pengusaha tambang, ahli lingkungan hidup, perguruan tinggi dan pihak-pihak terkait lainnya. Keputusan hasil pleno itu kemudian disampaikan secara resmi dalam forum Konsolidasi Nasional pada 27-28 Juli 2024 di Universitas Aisyiyah Yogyakarta.
Adanya rapat pleno PPM dan juga konsolnas yang menghadirkan seluruh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) tersebut sesungguhnya menyiratkan pesan bahwa ada perdebatan panjang sebelum pada akhirnya PPM berkeputusan untuk mengambil konsesi IUP itu. Jadi, keputusan tersebut menjadi keputusan resmi setelah mendengarkan dan mempertimbangkan masukan dari peserta Konsolnas yang notabene representasi PWM se-Indonesia.
Tak dipungkiri, bahkan bukan hanya saat sebelum PP Muhammadiyah mengambil keputusan menerima konsesi IUP tersebut, perdebatan yang berujung “sepakat” dan “tidak sepakat” pun masih terus riuh pasca konsolnas. Amien Rais, misalnya, menuding Muhammadiyah sudah kepincut urusan dunia (Sindonews.com, 27/7/2024).
Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 1995-1998 ini memang termasuk yang paling kencang suaranya dalam menekan Muhammadiyah agar menolak konsesi tambang. Selain itu, tak ketinggalan DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Yogyakarta dan PP Aisyiyah juga berharap PPM tidak menerima konsesi tambang tersebut.
Meski demikian, PP Muhammadiyah memang tetap tidak bergeming dengan munculnya suara-suara ketidakpuasan tersebut. Reaksi publik Muhammadiyah yang pro-kontra merupakan hal yang lumrah. Karena itu, PP Muhammadiyah tidak mungkin hanya mendengarkan satu sisi dan mengabaikan sisi yang lain, meski hasil keputusan tersebut pasti akan dianggap hanya menguntungkan satu sisi saja.
Namun, dengan digelarnya konsolnas tersebut, dan secara terbuka masing-masing perwakilan PW Muhammadiyah tidak ada yang menolak konsesi tambang tersebut — meski tetap saja ada sejumlah catatan yang harus diperhatikan oleh PP Muhammadiyah. Artinya, ketersetujuan PW Muhammadiyah atas kebijakan PP Muhammadiyah tersebut masih dengan catatan.
Suara keras Amien Rais di kanal YouTube-nya ada benarnya bahwa tawaran pengelolaan tambang merupakan tawaran yang penuh racun dan bisa. Bagi Amien Rais, konsesi tambang ibarat kail berbisa atau beracun. Sehingga keputusan Muhammadiyah untuk ‘menelan’ kail tersebut, dituding Amien Rais karena Muhammadiyah kepincut dengan keduniaan.
tulis komentar anda