DPR dan Pemerintah Sepakat Bahas Revisi UU MK
Senin, 24 Agustus 2020 - 17:05 WIB
JAKARTA - Komisi III DPR dan pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly bersepakat untuk membahas Rancangan Undang-Undang tentang revisi atas UU Nomor 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi (RUU MK) yang merupakan usul inisiatif DPR pada masa persidangan I tahun 2020-2021 ini.
“Dalam kesempatan ini izinkanlah kami mewakili presiden menyampaikan Pandangan dan Pendapat Presiden atas RUU tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang merupakan usul inisiatif dari DPR. RUU tentang perubahan ketiga atas UU MK ini telah disampaikan oleh Ketua DPR kepada Presiden,” kata Yasonna dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (24/8/2020).
(Baca: Kebakaran Gedung Jangan Bikin Kejagung 'Lesu' Tuntaskan Kasus Besar)
Yasonna menjelaskan, terkait RUU ini, presiden menugaskan dirinya bersama dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) dan Menteri Keuangan (Menkeu). Pemerintah berpandangan, MK sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman perlu dijamin kemerdekaannya, sebab lembaga yudikatif merupakan satu-satunya kekuasaan yang diyakini merdeka dan harus dijamin merdeka oleh UUD 1945.
“Kemerdekaan kekuasaan kehakiman merupakan salah satu pilar utama bagi terselenggaranya negara hukum sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Namun demikian, kemerdekaan kekuasaan kehakiman tetap perlu diatur guna mencegah terjadinya tirani yudikatif dalam penyelenggaraan suatu sistem pemerintahan yang demokratis,” terangnya.
Oleh karena itu, lanjut Yasonna, pengaturan mengenai jaminan kemerdekaan lembaga yudikatif di Indonesia, khususnya dalam konteks MK sebagai the sole interpreter and the guardian of the constitution mutlak diperlukan agar peran MK dapat lebih optimal sesuai harapan para pencari keadilan. Pemilihan hakim konstitusi juga harus dilakukan secara selektif mengingat besarnya kewenangan MK.
“Besarnya kewenangan MK dan luasnya dampak dari suatu Putusan MK menjadi alasan bahwa tersedianya 9 orang negarawan berintegritas, berkepribadian tidak tercela yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan sebagai Hakim Konstitusi,” tutur Yasonna.
(Baca: Kubu Tommy Benar Melawan, Kirim Surat Klarifikasi ke Menkumham)
Menurut politikus PDIP itu, selain 5 poin besar yang diusulkan DPR dalam revisi UU MK, pemerintah juga akan memasukkan usulannya dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) yang akan disampaikan. Demikianlah pandangan dan pendapat Presiden terhadap RUU tentang perubahan ketiga atas UU MK, semoga dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan dalam proses pembahasannya.
“Dengan demikian dapat kami tegaskan kembali bahwa pada prinsipnya kami menyambut baik dan siap membahas usul inisiatif DPR atas RUU tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK dalam rapat-rapat berikutnya,” ujarnya.
“Atas perhatian pimpinan dan anggota Komisi III DPR RI yang terhormat, kami mengucapkan terima kasih. Wallahul muwafiq ilaa aqwa mit Thariiq. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa, senantiasa menuntun kita kepada jalan yang lurus,” tutupnya.
“Dalam kesempatan ini izinkanlah kami mewakili presiden menyampaikan Pandangan dan Pendapat Presiden atas RUU tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang merupakan usul inisiatif dari DPR. RUU tentang perubahan ketiga atas UU MK ini telah disampaikan oleh Ketua DPR kepada Presiden,” kata Yasonna dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (24/8/2020).
(Baca: Kebakaran Gedung Jangan Bikin Kejagung 'Lesu' Tuntaskan Kasus Besar)
Yasonna menjelaskan, terkait RUU ini, presiden menugaskan dirinya bersama dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) dan Menteri Keuangan (Menkeu). Pemerintah berpandangan, MK sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman perlu dijamin kemerdekaannya, sebab lembaga yudikatif merupakan satu-satunya kekuasaan yang diyakini merdeka dan harus dijamin merdeka oleh UUD 1945.
“Kemerdekaan kekuasaan kehakiman merupakan salah satu pilar utama bagi terselenggaranya negara hukum sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Namun demikian, kemerdekaan kekuasaan kehakiman tetap perlu diatur guna mencegah terjadinya tirani yudikatif dalam penyelenggaraan suatu sistem pemerintahan yang demokratis,” terangnya.
Oleh karena itu, lanjut Yasonna, pengaturan mengenai jaminan kemerdekaan lembaga yudikatif di Indonesia, khususnya dalam konteks MK sebagai the sole interpreter and the guardian of the constitution mutlak diperlukan agar peran MK dapat lebih optimal sesuai harapan para pencari keadilan. Pemilihan hakim konstitusi juga harus dilakukan secara selektif mengingat besarnya kewenangan MK.
“Besarnya kewenangan MK dan luasnya dampak dari suatu Putusan MK menjadi alasan bahwa tersedianya 9 orang negarawan berintegritas, berkepribadian tidak tercela yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan sebagai Hakim Konstitusi,” tutur Yasonna.
(Baca: Kubu Tommy Benar Melawan, Kirim Surat Klarifikasi ke Menkumham)
Menurut politikus PDIP itu, selain 5 poin besar yang diusulkan DPR dalam revisi UU MK, pemerintah juga akan memasukkan usulannya dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) yang akan disampaikan. Demikianlah pandangan dan pendapat Presiden terhadap RUU tentang perubahan ketiga atas UU MK, semoga dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan dalam proses pembahasannya.
“Dengan demikian dapat kami tegaskan kembali bahwa pada prinsipnya kami menyambut baik dan siap membahas usul inisiatif DPR atas RUU tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK dalam rapat-rapat berikutnya,” ujarnya.
“Atas perhatian pimpinan dan anggota Komisi III DPR RI yang terhormat, kami mengucapkan terima kasih. Wallahul muwafiq ilaa aqwa mit Thariiq. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa, senantiasa menuntun kita kepada jalan yang lurus,” tutupnya.
(muh)
Lihat Juga :
tulis komentar anda