Pengunduran Diri Biden dan Tantangan Politik yang Kompleks
Selasa, 23 Juli 2024 - 10:37 WIB
Dinamika Survei Pasca Penembakan
Pertama-tama, jika kita mengamati tren survei secara keseluruhan baru-baru ini, jarak persentase antara Trump dan Biden memang sedikit melebar, namun tidak mengubah secara signifikan pola survei dalam sebulan terakhir. Hasil ini menunjukkan bahwa insiden penembakan pada 13 Juli tidak merusak secara signifikan peluang Biden, dan juga tidak meningkatkan secara drastis dukungan terhadap Trump. Hal ini juga berarti bahwa upaya Biden untuk mengalihkan perhatian dari isu "mengganti Biden" melalui insiden penembakan tersebut gagal.
Sebagai contoh, menurut survei yang dilakukan oleh Reuters dan IPSOS pada 15-16 Juli, Trump (43%) memang mendapatkan sedikit dorongan dari perhatian publik terkait penembakan, namun hanya unggul tipis dari Biden (41%). Selain itu, persaingan ini tidak jauh berbeda dengan tren pada 12 Juni (Trump 41%, Biden 39%), di mana perbedaan ini masih dalam batas margin of error. Hal serupa juga ditunjukkan oleh survei YouGov dan The Economist yang dilakukan pada 13-16 Juli, di mana Trump (43%) hanya unggul tipis dari Biden (41%), dan dibandingkan dengan data pada 7 Juli (Trump 43%, Biden 40%), Biden hanya turun 1%.
Analisis Pasca Penembakan: Realitas yang Kompleks
Setelah insiden penembakan, meskipun banyak analisis yang menyatakan bahwa "Demokrasi AS memasuki waktu mati" dan "Trump pasti menang," data survei membuktikan bahwa realitas jauh lebih kompleks daripada yang dibayangkan. Insiden penembakan tampaknya dapat mendorong dukungan untuk Trump dan Partai Republik, namun dalam struktur politik AS yang sangat terpolarisasi saat ini, insiden ini menimbulkan tantangan bagi kedua belah pihak.
Penyerangan terhadap Trump memang membantu mengonsolidasikan basis pendukung Partai Republik, tetapi identitas pelaku yang merupakan seorang Republikan dan pria kulit putih membuat Trump sulit untuk menyerang Partai Demokrat lebih lanjut. Demikian pula, meskipun insiden penembakan ini bisa membantu Partai Demokrat, kenyataan bahwa insiden ini terjadi menjelang pemilu dan korban adalah kandidat Partai Republik membuat Partai Demokrat enggan untuk terlalu banyak mengangkat isu ini.
Akibatnya, setelah insiden penembakan, kedua partai menjalankan strategi mereka masing-masing dengan hati-hati. Partai Republik berusaha keras untuk mengkritik suasana pemilu yang dibentuk oleh Biden yang dianggap menyebabkan kekerasan, namun mereka menghindari membahas latar belakang pelaku. Trump sendiri juga tidak banyak menggunakan retorika kebencian rasial yang biasanya ia lakukan, melainkan segera mengumumkan pasangannya, J.D. Vance, dan membuka front baru dengan isu Taiwan, terus menggambarkan Biden sebagai pemimpin yang tidak kompeten.
Di sisi lain, Partai Demokrat dan Biden tidak merespons teori konspirasi "Trump merekayasa sendiri" yang dilontarkan sebagian pihak, melainkan fokus pada penyelidikan insiden penembakan tersebut. Secret Service juga mengakui kelalaian dalam pengamanan, berusaha untuk membatasi kerusakan hanya pada level teknis terkait pelaksanaan yang buruk, dan menghindari berkembangnya narasi di kalangan pendukung Trump bahwa "Biden memerintahkan pembunuhan".
Dinamika Pemilihan: Realitas Survei Pasca Penembakan
Berdasarkan hasil survei yang disebutkan sebelumnya, insiden penembakan tidak memberikan dampak besar pada pola survei secara makro. Jelas bahwa dalam strategi operasional masing-masing partai, basis dukungan yang ada tidak mengalami perubahan drastis, dan fluktuasi kecil mungkin berasal dari perubahan dalam tingkat partisipasi pemilih. Namun, jika kita melihat dari sudut pandang sistem pemilihan yang mempertimbangkan negara bagian kunci, terlihat bahwa peluang Biden sebenarnya sudah menurun sejak debat bulan Juni, sebelum insiden penembakan terjadi, dan tidak ada perubahan signifikan setelahnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda