Progresivitas Jepang Membendung China di LCS

Selasa, 23 Juli 2024 - 05:12 WIB
Pemahaman sederhana lain juga disampaikan britannica.com. Dijelaskan, balance of power dalam hubungan internasional adalah postur dan kebijakan suatu negara atau sekelompok negara untuk melindungi dirinya dari negara atau kelompok negara lain dengan cara mencocokkan kekuatannya dengan kekuatan pihak lain. Negara dapat menerapkan kebijakan balance of power dengan dua cara, yakni meningkatkan kekuatan seperti ketika terlibat perlombaan persenjataan (arm race) atau akuisisi wilayah secara kompetitif. Kemudian, menambah kekuatan mereka pada kekuatan negara lain, seperti aliansi.

Langkah Jepang membangun pakta pertahanan dengan negeri yang berjuluk pearl of the orient seas itu relevan dengan persepektif balance of power. Baik Jepang maupun Filipina sama-sama berkepentingan menyeimbangkan kekuatan untuk mencegah dominasi China di LCS. Pilihan ini realistis mengingatkan begitu besarnya kekuatan militer China.

Berdasar Global Firepower 2024, negeri di Benua Kuning itu menempati peringkat terkuat ketiga di dunia. China memiliki national power sempurna, mulai dari ketersediaan sumber daya manusia sangat besar, perekonomian sangat kuat, hingga kemandirian alutsista untuk semua matra.

Secara militer, negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping itu memiliki tentara sebanyak 3.170.000 personel, 1.200 lebih pesawat tempur, 371 pesawat serang, 281 helikopter serbu; 5000 tank dan 3.850 self-propelled artillery, 3.180 MLRS; serta memiliki 2 kapal induk, 3 LHD, 61 kapal selam 49 destroyer, 42 fregat dan aneka kapal perang lainnya. Jumlah ini tidak sebanding dengan kekuatan Jepang yang berada di peringkat 7 dan Filipina yang bertengger di peringkat 34.

baca juga: China Terus Tambah Kapal Monster di Laut China Selatan

Jepang dan Filipina juga menganggap harus membangun aliansi mengingat China merusak tatanan internasional dengan sepihak mengklaim sebagian besar wilayah LCS. Sebagai informasi, pada 2016 lalu Pengadilan Arbitase PBB di Den Haag telah membuat keputusan yang membatalkan klaim China di LCS. Keputusan yang diketok pada 12 Juli itu menjawab tuntutan Filipina yang disampaikan pada 2013. Manila menuduh Beijing melanggar Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) dengan berbagai tindakan agresif di Scarborough Shoal.

Bagi Filipina, terjalinnya kesepakatan dengan Jepang akan memperkuat bargaining position-nya vis a visChina. Sebab, di balik ikatan kerja sama pertahanan yang disebut hanya dalam kerangka latihan militer, negeri green revolution itu tentu akan mendapat guyuran bantuan militer dan alutsista dari Jepang, hingga bisa memacu kapabilitasnya secara personal dalam mengamankan wilayahnya dari ancaman China.

Sebelumnya, pada 2022 lalu Negeri Sakura telah menawarkan Filipina mengembangkan kompleks industri melalui transfer of technology (ToT), seperti disampaikan sumber di Departemen Pertahanan mengatakan kepada The Inquirer, Tokyo berkomitmen membantu Manila mengembangkan kendaraan lapis baja, amunisi, dan satelit. Sejak menjalin hubungan pertahanan pada 2015 dan melakukan puluhan latihan angkatan laut bersama, dan pada 2021 mengadakan latihan angkatan udara bersama, Jepang telah memindahkan peralatan pertahanan dan teknologi yang dapat membantu Filipina meningkatkan patroli di LCS.

Terbaru, MAxDefense Philipines pada 10 Juli mengungkapkan mantan Menteri Pertahanan Jepang Onodera Itsunori telah mengonfirmasi bahwa Department of National Defense Filipina meminta transfer atau penjualan sistem rudal pertahanan udara buatan Jepang untuk meningkatkan kemampuan pertahanan udara Filipina secara keseluruhan. Untuk diketahui, Japan Self Defense Force memiliki sistem rudal pertahanan udara Type 81 dan Improved HAWK yang mungkin akan segera pensiun dari layanan, dan dapat dipindahkan ke Angkatan Bersenjata Filipina.

Positioning tegas yang diambil Manila vis a vis Beijing dan aliansi dengan Jepang sudah barang tentu akan mendapat respons positif Paman Sam. Bahkan pasca-kesepakatan trilateral, Biden meminta Kongres memberikan tambahan USD128 juta untuk proyek infrastruktur di pangkalan Filipina. Sejak kepemimpinan Marcos, Amerika Serikat mendapatkan akses lebih luas ke pangkalan-pangkalan di Filipina. Di sisi lain, Marcos juga menyatakan keyakinannya bahwa kemungkinan kesepakatan investasi senilai sekitar USD100 miliar selama lima hingga 10 tahun ke depan sejak KTT akan membuahkan hasil.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More