Hijrah dan Kemerdekaan Ekonomi

Senin, 24 Agustus 2020 - 06:26 WIB
Data-data perekonomian yang disampaikan BPS dengan terang menyebutkan bahwa situasi ekonomi dalam negeri tidak sedang baik-baik saja. Ilustrasi/SINDOnews
PEKAN lalu, 17 Agustus 2020, masyarakat Indonesia memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-75 Republik Indonesia. Momen perayaan tersebut merupakan saat yang istimewa bagi seluruh bangsa. Peringatan hari kemerdekaan itu sekaligus menjadi kilas balik bagi generasi muda untuk lebih jauh memahami bagaimana para pendiri bangsa ini mewujudkan kemerdekaan dan mempertahankannya.

Selain peringatan HUT Kemerdekaan, pekan lalu juga ada peristiwa penting lainnya, khususnya bagi umat Muslim. Tepat pada 20 Agustus lalu, umat Islam di seluruh dunia termasuk di Tanah Air memperingati Tahun Baru Islam 1442 Hijriyah. Tahun baru Hijriyah bagi umat muslim memiliki arti mendalam. Peristiwa itu menandakan suatu perubahan besar yakni hijrahnya Nabi Besar Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah yang menjadi tonggak berdirinya masyarakat Islam yang berdaulat.

Namun, tak seperti tahun-tahun sebelumnya, perayaan kedua momen besar itu jauh dari ingar bingar. Musababnya, tak lain karena pandemi Covid-19 yang mengharuskan masyarakat tetap melakukan social dan physical distancing untuk mencegah penyebaran virus korona. Kendati demikian, kekhidmatan memperingati kedua peristiwa bersejarah itu bukan berarti hilang sama sekali. Dengan segala keterbatasan akibat pendemi yang masih melanda negeri ini, kita berharap bisa memaknainya lebih dalam.



Jika dilihat kondisi sekarang di masa Covid-19, memang tidak mudah untuk bisa tetap konsentrasi dan memeringati dua peristiwa sakral itu. Apalagi dampak pandemi yang menghantam ekonomi keluarga mengakibatkan kita semua harus mau bersikap lebih prihatin. Secara makro, kondisi ekonomi juga tergambar lebih jelas. Data-data perekonomian yang disampaikan Badan Pusat Statistis (BPS) dengan terang menyebutkan bahwa situasi ekonomi dalam negeri tidak sedang baik-baik saja.

Pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020 yang minus 5,32% menjadi bukti bahwa kita sedang berhadapan dengan krisis yang dikhawatirkan membawa ke jurang resesi. Maka, satu-satunya cara untuk menghindarinya adalah jangan sampai kuartal berikutnya mengalami konstraksi. Caranya memang tidak mudah. Apalagi jika melihat data BPS di kuartal II di mana hanya tiga sektor yakni pertanian, pengandaan air dan telekomunikasi yang kinerjanya masih tumbuh. Sektor lainnya seperti transportasi, pertambangan, keuangan, manufaktur, konstruksi dan jasa lainnya ‘ambyar’.

Khusus sektor pertanian yang pada kuartal II mampu tumbuh 16,24% seharusnya menjadi perhatian lebih para pemangku kebijakan. Sektor yang selama ini termarjinalkan itu justru mampu melesat kencang di tengah pandemi. Momentum ini seharusnya bisa dimanfaatkan untuk memaknai kembali arti Kemerdekaan dan Hijrah, dua peristiwa yang disebut pada awal tulisan ini.

Bagi kalangan petani, Kemerdekaan akan lebih terasa jika mereka bisa mendapatkan harga jual yang sesuai dengan jerih payahnya. Pasalnya, dari beberapa kasus terdahulu, tidak jarang petani kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan karena banjirnya produk impor di pasaran. Penyebab lainnya karena minimnya permintaan sehingga membuat harga komoditas pertanian anjlok. Dalam kondisi seperti ini, bentuk Hijrah bisa diimplemtasikan dengan adanya keberpihakan pembuat kebijakan kepada petani. Misalnya, untuk melindungi petani agar tetap semangat, pemerintah menjamin harga komoditas dengan cara memberikan subsidi.

Rasanya tidak ada salahnya jika sektor pertanian ini menjadi fokus pengembangan ekonomi karena sudah terbukti bertahan di kala pandemi. Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) seyogianya memberikan porsi lebih besar ke sektor pertanian tanpa melupakan sektor lain seperti usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang kini sedang mencoba kembali bangkit. Namun demikian, sebenarnya bukan hanya pangan saja yang diupayakan Hijrahnya. Sektor-sektor ekonomi lain seperti sandang, papan, hingga energi bisa juga berhijrah. Caranya, hadirkan kebijakan yang pro-pasar dalam negeri agar sumber daya alam yang dimiliki negeri ini bisa memberikan manfaat seluas-luasnya bagi masyarakat.

Caranya? Dari sisi konsumen misalnya. Biasakan membeli produk hasil karya negeri sendiri seperti yang muncul pada salah satu sudut spanduk HUT ke-75 RI, ‘Bangga Buatan Indonesia’. Demikian pula di sektor lain seperti energi. Manfaatkanlah komoditas dari perut bumi ini semata-mata untuk kepentingan pasar dalam negeri. Jangan lupa ciptakan nilai tambah agar tercipta multiplier effect yang lebih luas. Harapannya tentu saja agar kita bisa hijrah dan merasakan kemerdekaan secara ekonomi.
(ras)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More