Anis Sebut RUU Cipta Kerja Bukan Solusi Atasi Krisis
Minggu, 23 Agustus 2020 - 09:48 WIB
JAKARTA - Anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Byarwati menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja bukan solusi dari krisis yang disebabkan pandemi Covid 19 . Menurut Anis, RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang diajukan oleh pemerintah ini, pada dasarnya adalah untuk meningkatkan investasi dengan cara memberikan kemudahan dalam perizinan.
Dia berpendapat, jika ingin meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB), pemerintah harus meningkatkan konsumsi rumah tangga, investasi, ekspor-impor dan belanja pemerintah untuk menyejahterakan rakyat. Dari keempat variabel itu, lanjut dia, kontribusi terbesar adalah konsumsi rumah tangga sebesar 56-60 %.
Sehingga, kata dia, jika tujuannya adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, caranya adalah dengan meningkatkan konsumsi masyarakat. "Harus ada upaya meningkatkan daya beli masyarakat," tegas Anis dalam keterangan tertulisnya, Minggu (23/8/2020).
( ).
Adapun cara untuk meningkatkan daya beli masyarakat, menurut Anis, tidak cukup hanya dengan memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan bantuan sosial (Bansos). "Harus ada aksi penurunan harga-harga kebutuhan pokok," usulnya.
Dia mengungkapkan kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa harga kebutuhan pokok malah mengalami peningkatan. Ditambah melonjaknya tarif listrik, naiknya harga gas 3 kg, serta naiknya iuran BPJS, menjadi beban tersendiri untuk rakyat.
Anis menilai penyebab rendahnya investasi di Indonesia bukan disebabkan karena masalah perizinan saja, akan tetapi penghambat investasi di Indonesia adalah masalah korupsi dan ketidakpastian hukum yang melingkupinya sebagaimana yang disampaikan World Economic Forum. Riset WEF menunjukkan terdapat 16 faktor yang menjadi penghalang iklim investasi di Indonesia, dan korupsi menjadi kendala utama.
(
).
Indonesia saat ini berada di urutan ke-85 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index) 2019 yang dirilis Transparency International Indonesia (TII). Anis yang juga anggota Panja Omnibus Law Cipta Kerja di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI juga memaparkan bahwa proses pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini cukup berat dan memakan waktu lama.
Draf RUU ini terdiri dari 79 Undang-undang yang akan dirombak dengan 1.244 pasal yang ada di dalamnya. RUU ini menyatukan undang-undang diatas menjadi menjadi 15 bab dan 174 pasal yang menyasar 11 klaster. "DPR RI harus membahas draf RUU setebal 1.028 halaman," kata Anis.
Anis pun berpesan agar fresh graduate terus meningkatkan kompetensi dari sisi keilmuan, hard skill, dan soft skill. Karena, mereka akan menghadapi tantangan yang sangat berat. Selain bersaing dengan pencari kerja sesama angkatan, mereka juga harus bersaing dengan 15 juta korban PHK dampak pandemi yang secara portofolio sudah memiliki pengalaman kerja.
Dia berpendapat, jika ingin meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB), pemerintah harus meningkatkan konsumsi rumah tangga, investasi, ekspor-impor dan belanja pemerintah untuk menyejahterakan rakyat. Dari keempat variabel itu, lanjut dia, kontribusi terbesar adalah konsumsi rumah tangga sebesar 56-60 %.
Sehingga, kata dia, jika tujuannya adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, caranya adalah dengan meningkatkan konsumsi masyarakat. "Harus ada upaya meningkatkan daya beli masyarakat," tegas Anis dalam keterangan tertulisnya, Minggu (23/8/2020).
( ).
Adapun cara untuk meningkatkan daya beli masyarakat, menurut Anis, tidak cukup hanya dengan memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan bantuan sosial (Bansos). "Harus ada aksi penurunan harga-harga kebutuhan pokok," usulnya.
Dia mengungkapkan kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa harga kebutuhan pokok malah mengalami peningkatan. Ditambah melonjaknya tarif listrik, naiknya harga gas 3 kg, serta naiknya iuran BPJS, menjadi beban tersendiri untuk rakyat.
Anis menilai penyebab rendahnya investasi di Indonesia bukan disebabkan karena masalah perizinan saja, akan tetapi penghambat investasi di Indonesia adalah masalah korupsi dan ketidakpastian hukum yang melingkupinya sebagaimana yang disampaikan World Economic Forum. Riset WEF menunjukkan terdapat 16 faktor yang menjadi penghalang iklim investasi di Indonesia, dan korupsi menjadi kendala utama.
(
Baca Juga
Indonesia saat ini berada di urutan ke-85 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index) 2019 yang dirilis Transparency International Indonesia (TII). Anis yang juga anggota Panja Omnibus Law Cipta Kerja di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI juga memaparkan bahwa proses pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini cukup berat dan memakan waktu lama.
Draf RUU ini terdiri dari 79 Undang-undang yang akan dirombak dengan 1.244 pasal yang ada di dalamnya. RUU ini menyatukan undang-undang diatas menjadi menjadi 15 bab dan 174 pasal yang menyasar 11 klaster. "DPR RI harus membahas draf RUU setebal 1.028 halaman," kata Anis.
Anis pun berpesan agar fresh graduate terus meningkatkan kompetensi dari sisi keilmuan, hard skill, dan soft skill. Karena, mereka akan menghadapi tantangan yang sangat berat. Selain bersaing dengan pencari kerja sesama angkatan, mereka juga harus bersaing dengan 15 juta korban PHK dampak pandemi yang secara portofolio sudah memiliki pengalaman kerja.
(zik)
tulis komentar anda