Berdamai dengan Hati, Mengelola Kesehatan Mental Remaja
Kamis, 04 Juli 2024 - 05:30 WIB
Sabir Laluhu
Jurnalis, penulis dan editor buku
RINAI hujan membasuh sebagian wilayah Jakarta pada Minggu (30/6/2024) malam, saat saya rampung mendaras novel “Rindu Tak Ada Ujung” karya Acidalia El Muqiit Kantiana S Patramijaya yang karib disapa Asel. Sekira dua menit berselang, guntur bersahutan mengiring hujan deras bergemuruh.
baca juga: Buku Bermutu Indonesia Ramaikan Frankurt Book Fair, Pameran Buku Terbesar Dunia
Imaji saya seperti masuk kembali ke dalam kisah yang ditulis anak kandung pengacara Patra M Zen ini. Saya membayangkan betapa tabah, sabar, dan sanggupnya Mahira sebagai tokoh utama (protagonis) dalam novel ini menghadapi kehidupan dan pergolakan batinnya saat usia remaja di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Bagaimana tidak, Mahira mampu berdamai dengan hatinya.
Jika sekilas membaca judul novel ini, pembaca mungkin berpikir novel ini akan bercerita ihwal dunia percintaan (remaja). Nyatanya kala novel ini diselami lebih dalam, maka pembaca akan mendapati betapa Asel ingin menunjukkan kehidupan remaja – melalui sudut pandang Mahira – di bangku SMP penuh intrik, trik, dan penuh tindakan eksentrik dalam bentuk perundungan (bullying). Sebab, bila perundungan dianggap tak eksentrik atau dianggap wajar, maka kehidupan seorang anak usia remaja atau usia berapapun akan dikejar-kejar dan dihantui trauma mental.
Hebatnya, Asel berhasil mengisahkan dan memotret dinamika, realita, dan problematika remaja di lingkungan sekolah dan rumah, khususnya terkait dengan perundungan (bullying), bagaimana remaja mengelola kesehatan mental di manapun, kapanpun, dan bagaimanapun kondisi/suasana hati, hingga agar remaja mampu berdamai dengan hatinya dan masa lalunya.
Bagi saya, yang paling signifikan juga adalah Asel mampu bertutur secara mengalir menggunakan tuturan atau gaya berbahasa kalangan remaja. Nilai lebih berikutnya dari novel ini yakni keberanian penerbit menghadirkan ilustrasi di setiap halaman. Ilustrasinya pas, tepat, dan eye catching. Sehingga, tak membuat pembaca bosan dan pembaca mendapat perspektif yang lengkap.
Asel pun berhasil membawa para pembaca masuk ke dalam alur cerita. Utamanya, menyelami dan membaur kehidupan remaja di lingkungan sekolah dan rumah – melalui sosok Mahira –, bagaimana sikap Mahira terhadap perundungan yang ia terima dari Adriana (tokoh antagonis), hingga sikap siswa/siswi maupun sekolah atas perundungan yang dialami oleh Mahira dan dilakukan oleh Adriana.
Jurnalis, penulis dan editor buku
RINAI hujan membasuh sebagian wilayah Jakarta pada Minggu (30/6/2024) malam, saat saya rampung mendaras novel “Rindu Tak Ada Ujung” karya Acidalia El Muqiit Kantiana S Patramijaya yang karib disapa Asel. Sekira dua menit berselang, guntur bersahutan mengiring hujan deras bergemuruh.
baca juga: Buku Bermutu Indonesia Ramaikan Frankurt Book Fair, Pameran Buku Terbesar Dunia
Imaji saya seperti masuk kembali ke dalam kisah yang ditulis anak kandung pengacara Patra M Zen ini. Saya membayangkan betapa tabah, sabar, dan sanggupnya Mahira sebagai tokoh utama (protagonis) dalam novel ini menghadapi kehidupan dan pergolakan batinnya saat usia remaja di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Bagaimana tidak, Mahira mampu berdamai dengan hatinya.
Jika sekilas membaca judul novel ini, pembaca mungkin berpikir novel ini akan bercerita ihwal dunia percintaan (remaja). Nyatanya kala novel ini diselami lebih dalam, maka pembaca akan mendapati betapa Asel ingin menunjukkan kehidupan remaja – melalui sudut pandang Mahira – di bangku SMP penuh intrik, trik, dan penuh tindakan eksentrik dalam bentuk perundungan (bullying). Sebab, bila perundungan dianggap tak eksentrik atau dianggap wajar, maka kehidupan seorang anak usia remaja atau usia berapapun akan dikejar-kejar dan dihantui trauma mental.
Hebatnya, Asel berhasil mengisahkan dan memotret dinamika, realita, dan problematika remaja di lingkungan sekolah dan rumah, khususnya terkait dengan perundungan (bullying), bagaimana remaja mengelola kesehatan mental di manapun, kapanpun, dan bagaimanapun kondisi/suasana hati, hingga agar remaja mampu berdamai dengan hatinya dan masa lalunya.
Bagi saya, yang paling signifikan juga adalah Asel mampu bertutur secara mengalir menggunakan tuturan atau gaya berbahasa kalangan remaja. Nilai lebih berikutnya dari novel ini yakni keberanian penerbit menghadirkan ilustrasi di setiap halaman. Ilustrasinya pas, tepat, dan eye catching. Sehingga, tak membuat pembaca bosan dan pembaca mendapat perspektif yang lengkap.
Asel pun berhasil membawa para pembaca masuk ke dalam alur cerita. Utamanya, menyelami dan membaur kehidupan remaja di lingkungan sekolah dan rumah – melalui sosok Mahira –, bagaimana sikap Mahira terhadap perundungan yang ia terima dari Adriana (tokoh antagonis), hingga sikap siswa/siswi maupun sekolah atas perundungan yang dialami oleh Mahira dan dilakukan oleh Adriana.
Lihat Juga :
tulis komentar anda