HUT ke-78 Polri, Pengamat Intelijen: Kepolisian Harus Prediktif
Minggu, 30 Juni 2024 - 10:45 WIB
JAKARTA - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) genap berusia 78 tahun pada Senin, 1 Juli 2024 besok. Sebagai institusi penegak hukum, Polri dalam menjalankan tugasnya harus prediktif dan juga proaktif.
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati menyebut, ada beberapa hal penting yang sedang dialami Polri saat ini. Antara lain, revisi UU TNI dan UU Kepolisian setelah 20 tahun lebih ditujukan untuk mengantisipasi berbagai bentuk ancaman dan tindak pidana sebagai efek negatif kemajuan teknologi.
”Pelanggaran kedaulatan di ruang siber dan ruang angkasa saat ini sangat mendesak untuk segera diatasi. Apalagi ada kebocoran di Pusat Data Nasional (PDN) yang mengundang tanya dan kekhawatiran masyarakat saat ini. Perang Siber tengah terjadi dan perlu penanganan cepat,” ujarnya, Minggu (30/6/2024).
Perempuan yang akrab disapa Nuning ini menilai, penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan intelijen oleh Polri lebih ditujukan untuk mengatasi Kejahatan Lintas Negara (Transnational Organized Crimes) dan tindak pidana Perusahaan Multinational (Multinational Corporation).
”Polri harus Prediktif, Polri dituntut untuk mampu melakukan penegakan hukum berdasarkan analisis intelijen dan kemampuan forecasting. Sehingga Polri tidak reaktif, tapi juga proaktif,” katanya.
Mantan anggota Komisi I DPR ini menyebut, objek penyadapan oleh Polri berhubungan dengan keamanan nasional non-kamtibmas. Berbeda dengan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan intelijen oleh TNI yang lebih ditujukan untuk kontra intelijen dan spionase yang dilakukan oleh agen-agen rahasia negara lain.
”Segala sesuatunya harus dalam koordinasi Badan Intelijen Negara (BIN),” ucapnya.
Selain itu, penugasan prajurit TNI dan Polri di lingkungan Kementerian dan Lembaga sejalan dengan permintaan kebutuhan untuk memanfaatkan semua Sumber Daya Manusia (SDM) atau warga negara. Berbeda dengan Dwi Fungsi ABRI yang bertujuan menduduki jabatan politik untuk melanggengkan tampuk kekuasaan.
”Penugasan Prajurit TNI dan Polri di berbagai instansi pemerintah justru menunjukkan tidak ada dikotomi dalam pembangunan nasional,” paparnya.
Nuning menambahkan, untuk pemberantasan terorisme dan enabling environment-nya harus melibatkan Kemendikbud Ristek, Kemenag, Kemensos, Kemdagri. “Jadi bukan hanya TNI-Polri BIN BNPT saja. Terorisme semakin banyak bentuknya dan luas jangkauannya,” katanya.
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati menyebut, ada beberapa hal penting yang sedang dialami Polri saat ini. Antara lain, revisi UU TNI dan UU Kepolisian setelah 20 tahun lebih ditujukan untuk mengantisipasi berbagai bentuk ancaman dan tindak pidana sebagai efek negatif kemajuan teknologi.
”Pelanggaran kedaulatan di ruang siber dan ruang angkasa saat ini sangat mendesak untuk segera diatasi. Apalagi ada kebocoran di Pusat Data Nasional (PDN) yang mengundang tanya dan kekhawatiran masyarakat saat ini. Perang Siber tengah terjadi dan perlu penanganan cepat,” ujarnya, Minggu (30/6/2024).
Perempuan yang akrab disapa Nuning ini menilai, penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan intelijen oleh Polri lebih ditujukan untuk mengatasi Kejahatan Lintas Negara (Transnational Organized Crimes) dan tindak pidana Perusahaan Multinational (Multinational Corporation).
”Polri harus Prediktif, Polri dituntut untuk mampu melakukan penegakan hukum berdasarkan analisis intelijen dan kemampuan forecasting. Sehingga Polri tidak reaktif, tapi juga proaktif,” katanya.
Baca Juga
Mantan anggota Komisi I DPR ini menyebut, objek penyadapan oleh Polri berhubungan dengan keamanan nasional non-kamtibmas. Berbeda dengan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan intelijen oleh TNI yang lebih ditujukan untuk kontra intelijen dan spionase yang dilakukan oleh agen-agen rahasia negara lain.
”Segala sesuatunya harus dalam koordinasi Badan Intelijen Negara (BIN),” ucapnya.
Selain itu, penugasan prajurit TNI dan Polri di lingkungan Kementerian dan Lembaga sejalan dengan permintaan kebutuhan untuk memanfaatkan semua Sumber Daya Manusia (SDM) atau warga negara. Berbeda dengan Dwi Fungsi ABRI yang bertujuan menduduki jabatan politik untuk melanggengkan tampuk kekuasaan.
”Penugasan Prajurit TNI dan Polri di berbagai instansi pemerintah justru menunjukkan tidak ada dikotomi dalam pembangunan nasional,” paparnya.
Nuning menambahkan, untuk pemberantasan terorisme dan enabling environment-nya harus melibatkan Kemendikbud Ristek, Kemenag, Kemensos, Kemdagri. “Jadi bukan hanya TNI-Polri BIN BNPT saja. Terorisme semakin banyak bentuknya dan luas jangkauannya,” katanya.
(cip)
tulis komentar anda