Antisipasi Karhutla, Pemerintah Harus Siapkan Langkah Penyiraman
Senin, 24 Juni 2024 - 20:09 WIB
BHS menyatakan, sudah pernah menyampaikan kepada pemerintah untuk lebih aktif dalam menyikapi masalah karhutla ini yang bisa membawa dampak asap di wilayah Jakarta.
"Dan kementerian KLHK yang paling bertanggung jawab masalah ini, harusnya bukan hanya dengan menyiapkan tim pemadam karhutla atau sosialisasi agar pembuka lahan tidak melakukan pembakaran untuk pembersihan lahan, tapi juga dengan melakukan pembasahan lahan, dengan cara menyiram hutan atau lahan yang memiliki potensi hot spot," ujarnya lagi.
Ia memaparkan, penyiraman lahan atau hutan ini, juga telah dilakukan oleh negara tetangga, Malaysia, Papua Nugini, bahkan Timor Timur. Dan terbukti, tidak ada satupun hot spot yang ada di ketiga negara tersebut pada saat Indonesia mengalami kebakaran hutan parah tahun 2015, 2021, 2022 dan 2023.
"Para pejabat di negara tersebut memahami, bahwa ada langkah aktif yang harus dilakukan dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan. Dengan basahnya lahan atau hutan, maka jika ada yang tidak sengaja meninggalkan bara di area tersebut, tidak akan mudah terbakar. Karena daun yang basah itu atau mengandung air 80 persen, tidak mudah terbakar. Daya tahan air di tanaman ini sekitar 21 hari, sehingga jika dilakukan penyiraman dalam periode 2 minggu sekali, maka tanaman itu akan tetap basah dan sulit untuk terbakar," kata BHS.
Politikus Gerindra ini menginformasikan bahwa KLHK tercatat memiliki sekitar 20 pesawat pembawa air, tapi kurang aktif melakukan penyemprotan air dan bahkan saya pernah menanyakan kepada Bu Menteri KLHK, menurutnya, mereka kesulitan mendapatkan izin terbang dari Kementerian Perhubungan.
"Ini sangat disayangkan. Karena dengan anggaran Rp8 triliun, seharusnya bisa mencegah karhutla. Anggaran itu jauh lebih rendah, jika dibandingkan paska karhutla yang berdampak pada kegiatan ekonomi misalnya industri, perdagangan, pariwisata, transportasi, kesehatan masyarakat, akibat kebakaran hutan yang tentunya nilai kerugian akibat kurangnya perhatian kementerian KLHK akan jauh lebih besar yang dialami oleh negara dan masyarakat," jelasnya.
Oleh karena itu, ia sangat berharap pemerintah, melalui berbagai stakeholder, khususnya Kementerian KLHK baik di pusat maupun dinas KLHK di daerah, mulai saat ini melakukan penyiraman.
"Kalau kita lihat di data BMKG hot spot kebakaran hutan di wilayah Jawa, Sumatra, Kalimatan, NTB dan NTT kebakaran hutannya semakin meningkat. Sudah waktunya kita bergerak dibantu oleh semua stakeholder, BNPB, BPBD, BMKG, TNI termasuk Perhutani semuanya bekerja keras untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan tersebut," tuturnya.
"Diharapkan kita jangan menggantungkan datangnya hujan untuk mencegah kebakaran hutan tapi pro aktif melakukan pencegahan agar tidak terlanjur terjadi kebakaran hutan yang pernah terjadi di tahun 2015 hingga 22 ribu titik kebakaran termasuk hutan-hutan yang ada di Perhutani," tutup BHS.
"Dan kementerian KLHK yang paling bertanggung jawab masalah ini, harusnya bukan hanya dengan menyiapkan tim pemadam karhutla atau sosialisasi agar pembuka lahan tidak melakukan pembakaran untuk pembersihan lahan, tapi juga dengan melakukan pembasahan lahan, dengan cara menyiram hutan atau lahan yang memiliki potensi hot spot," ujarnya lagi.
Ia memaparkan, penyiraman lahan atau hutan ini, juga telah dilakukan oleh negara tetangga, Malaysia, Papua Nugini, bahkan Timor Timur. Dan terbukti, tidak ada satupun hot spot yang ada di ketiga negara tersebut pada saat Indonesia mengalami kebakaran hutan parah tahun 2015, 2021, 2022 dan 2023.
"Para pejabat di negara tersebut memahami, bahwa ada langkah aktif yang harus dilakukan dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan. Dengan basahnya lahan atau hutan, maka jika ada yang tidak sengaja meninggalkan bara di area tersebut, tidak akan mudah terbakar. Karena daun yang basah itu atau mengandung air 80 persen, tidak mudah terbakar. Daya tahan air di tanaman ini sekitar 21 hari, sehingga jika dilakukan penyiraman dalam periode 2 minggu sekali, maka tanaman itu akan tetap basah dan sulit untuk terbakar," kata BHS.
Politikus Gerindra ini menginformasikan bahwa KLHK tercatat memiliki sekitar 20 pesawat pembawa air, tapi kurang aktif melakukan penyemprotan air dan bahkan saya pernah menanyakan kepada Bu Menteri KLHK, menurutnya, mereka kesulitan mendapatkan izin terbang dari Kementerian Perhubungan.
"Ini sangat disayangkan. Karena dengan anggaran Rp8 triliun, seharusnya bisa mencegah karhutla. Anggaran itu jauh lebih rendah, jika dibandingkan paska karhutla yang berdampak pada kegiatan ekonomi misalnya industri, perdagangan, pariwisata, transportasi, kesehatan masyarakat, akibat kebakaran hutan yang tentunya nilai kerugian akibat kurangnya perhatian kementerian KLHK akan jauh lebih besar yang dialami oleh negara dan masyarakat," jelasnya.
Oleh karena itu, ia sangat berharap pemerintah, melalui berbagai stakeholder, khususnya Kementerian KLHK baik di pusat maupun dinas KLHK di daerah, mulai saat ini melakukan penyiraman.
"Kalau kita lihat di data BMKG hot spot kebakaran hutan di wilayah Jawa, Sumatra, Kalimatan, NTB dan NTT kebakaran hutannya semakin meningkat. Sudah waktunya kita bergerak dibantu oleh semua stakeholder, BNPB, BPBD, BMKG, TNI termasuk Perhutani semuanya bekerja keras untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan tersebut," tuturnya.
"Diharapkan kita jangan menggantungkan datangnya hujan untuk mencegah kebakaran hutan tapi pro aktif melakukan pencegahan agar tidak terlanjur terjadi kebakaran hutan yang pernah terjadi di tahun 2015 hingga 22 ribu titik kebakaran termasuk hutan-hutan yang ada di Perhutani," tutup BHS.
(maf)
Lihat Juga :
tulis komentar anda