Antisipasi Karhutla, Pemerintah Harus Siapkan Langkah Penyiraman

Senin, 24 Juni 2024 - 20:09 WIB
loading...
Antisipasi Karhutla,...
Pemerintah pusat dan daerah diimbau segera mengambil langkah antisipasi mencegah terjadinya karhutla. Hal ini perlu dilakukan sebelum musim kemarau tiba. Foto/SINDOnews/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Pemerintah pusat dan daerah diimbau segera mengambil langkah antisipasi mencegah kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) . Hal ini perlu dilakukan sebelum musim kemarau tiba.

Salah satunya dengan melakukan penyiraman hutan di semua wilayah di Indonesia terutama yang berpotensi memiliki hotspot kebakaran. Sehingga Karhutla dapat dicegah dan bisa menekan potensi asap menyebar ke wilayah lainnya, yang bisa berpotensi menurunkan kualitas udara.

Anggota Dewan Pakar DPP Gerindra, Bambang Haryo Soekartono (BHS) menyatakan, seharusnya pemerintah bisa menyadari kualitas udara di Jakarta saat ini dan di beberapa kota besar Indonesia mulai memburuk di saat musim kemarau dari bulan Mei karena adanya kasus kebakaran hutan.

"Karhutla ini dampaknya tidak kecil. Dampaknya bukan hanya pada area yang terbakar dan makhluk hidup yang berhabitat di area tersebut tapi juga pada makhluk hidup dan lingkungan di wilayah sekitar, hingga wilayah yang jauh dari area karhutla," kata BHS, Senin (24/6/2024).



Kata dia, yang dimaksud dampak pada wilayah yang jauh adalah asap yang muncul dari kebakaran hutan atau lahan tersebut, yang biasanya berlangsung cukup lama bahkan bisa lebih dari 3 bulan.

"Asap karhutla itu kan bisa kemana-mana karena terbawa angin. Contohnya, kalau Sumatra mengalami kebakaran hutan, asapnya bisa ke Jakarta dan kota-kota pesisir Jawa bahkan sampai ke negara tetangga," ucapnya.

Jadi kalau kualitas udara Jakarta itu buruk menurut BHS, tidak bisa sepenuhnya menyalahkan faktor transportasi atau kendaraan dan industri karena polusi asap yang tebal di wilayah Jakarta dan sekitarnya hanya dialami pada saat musim kemarau saja, biasanya mulai bulan Mei, Juni, Juli hingga September.

"Dan setelah Oktober di musim hujan, kualitas udara di Jakarta dan kota-kota pesisir yang ada di Jawa menjadi membaik. Itu semua juga karena hembusan arah angin yang mengakibatkan asap kebakaran hutan memenuhi kota Jakarta," ujarnya.

BHS menyatakan, sudah pernah menyampaikan kepada pemerintah untuk lebih aktif dalam menyikapi masalah karhutla ini yang bisa membawa dampak asap di wilayah Jakarta.

"Dan kementerian KLHK yang paling bertanggung jawab masalah ini, harusnya bukan hanya dengan menyiapkan tim pemadam karhutla atau sosialisasi agar pembuka lahan tidak melakukan pembakaran untuk pembersihan lahan, tapi juga dengan melakukan pembasahan lahan, dengan cara menyiram hutan atau lahan yang memiliki potensi hot spot," ujarnya lagi.

Ia memaparkan, penyiraman lahan atau hutan ini, juga telah dilakukan oleh negara tetangga, Malaysia, Papua Nugini, bahkan Timor Timur. Dan terbukti, tidak ada satupun hot spot yang ada di ketiga negara tersebut pada saat Indonesia mengalami kebakaran hutan parah tahun 2015, 2021, 2022 dan 2023.

"Para pejabat di negara tersebut memahami, bahwa ada langkah aktif yang harus dilakukan dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan. Dengan basahnya lahan atau hutan, maka jika ada yang tidak sengaja meninggalkan bara di area tersebut, tidak akan mudah terbakar. Karena daun yang basah itu atau mengandung air 80 persen, tidak mudah terbakar. Daya tahan air di tanaman ini sekitar 21 hari, sehingga jika dilakukan penyiraman dalam periode 2 minggu sekali, maka tanaman itu akan tetap basah dan sulit untuk terbakar," kata BHS.

Politikus Gerindra ini menginformasikan bahwa KLHK tercatat memiliki sekitar 20 pesawat pembawa air, tapi kurang aktif melakukan penyemprotan air dan bahkan saya pernah menanyakan kepada Bu Menteri KLHK, menurutnya, mereka kesulitan mendapatkan izin terbang dari Kementerian Perhubungan.

"Ini sangat disayangkan. Karena dengan anggaran Rp8 triliun, seharusnya bisa mencegah karhutla. Anggaran itu jauh lebih rendah, jika dibandingkan paska karhutla yang berdampak pada kegiatan ekonomi misalnya industri, perdagangan, pariwisata, transportasi, kesehatan masyarakat, akibat kebakaran hutan yang tentunya nilai kerugian akibat kurangnya perhatian kementerian KLHK akan jauh lebih besar yang dialami oleh negara dan masyarakat," jelasnya.

Oleh karena itu, ia sangat berharap pemerintah, melalui berbagai stakeholder, khususnya Kementerian KLHK baik di pusat maupun dinas KLHK di daerah, mulai saat ini melakukan penyiraman.

"Kalau kita lihat di data BMKG hot spot kebakaran hutan di wilayah Jawa, Sumatra, Kalimatan, NTB dan NTT kebakaran hutannya semakin meningkat. Sudah waktunya kita bergerak dibantu oleh semua stakeholder, BNPB, BPBD, BMKG, TNI termasuk Perhutani semuanya bekerja keras untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan tersebut," tuturnya.

"Diharapkan kita jangan menggantungkan datangnya hujan untuk mencegah kebakaran hutan tapi pro aktif melakukan pencegahan agar tidak terlanjur terjadi kebakaran hutan yang pernah terjadi di tahun 2015 hingga 22 ribu titik kebakaran termasuk hutan-hutan yang ada di Perhutani," tutup BHS.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1344 seconds (0.1#10.140)