Jelang Musim Kemarau, Politikus Gerindra Ingatkan Potensi Karhutla

Senin, 10 Juni 2024 - 16:50 WIB
loading...
Jelang Musim Kemarau, Politikus Gerindra Ingatkan Potensi Karhutla
Pemerintah diingatkan jelang puncak musim kemarau pada Juni, Juli, dan Agustus, yakni karhutla. Penegasan ini disampaikan oleh Bambang Haryo Soekartono (BHS). Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Pemerintah diingatkan menjelang puncak musim kemarau pada Juni, Juli, dan Agustus, yakni kebakaran hutan dan lahan (karhutla) . Penegasan ini disampaikan oleh politikus Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono (BHS).

"Pemerintah seharusnya belajar dari pengalaman tahun sebelumnya, yaitu 2015, 2017, 2019, dan 2023. Karhutla itu, tak hanya menghancurkan hutan tapi juga menyebabkan kematian bagi flora dan fauna endemic," kata BHS, Senin (10/6/2024).

"Menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat, hingga polusi udara, yang bukan hanya dialami penduduk sekitarnya tapi jauh hingga ke kota besar, seperti Jakarta dan negara tetangga," tambahnya.

Ia menekankan, berdasarkan fakta di lapangan, polusi udara yang terjadi di Jakarta, juga disebabkan oleh karhutla.

"Saat terjadi karhutla di puncak musim kemarau, tingkat kualitas udara di Jakarta itu memburuk. Artinya, ada keterkaitan di kasus ini," ungkapnya.

Belum dampak pada kesehatan, saat terjadi karhutla, banyak kasus ISPA terutama pada masyarakat di sekitar lokasi karhutla.

"Belum terhambatnya pendidikan, karena saat terjadi karhutla mayoritas sekolah akan diliburkan. Dan juga gangguan pada transportasi, terutama pada transportasi udara," jelasnya lagi.

BHS menyatakan, seharusnya pemerintah sudah melakukan berbagai langkah antisipasi untuk menghindari potensi karhutla dan munculnya hotspot.

"Pemerintah kan bisa belajar dari negara tetangga. Seperti Malaysia dan Papua Nugini. Malaysia itu hutannya hanya 1/4 dari Indonesia tapi langkah pencegahan karhutla-nya jauh lebih baik dari Indonesia," tegasnya.

Langkah yang dimaksud oleh BHS adalah melakukan penyiraman pada wilayah hutan, terutama yang masuk dalam wilayah rawan karhutla.

"Hutan Indonesia ini adalah hutan tropis, yang membutuhkan air. Dengan terus membasahi hutan, seperti Malaysia dan Papua Nugini yang melakukan penyiraman hutan dengan menggunakan pesawat," tuturnya.

"Maka tanaman itu tidak akan kering. Daun hijau itu mengandung 80 persen air dan tidak akan mudah terbakar. Tapi itu hanya bertahan 21 hari. Jadi, harus ada langkah pencegahan tanaman itu mengering. Caranya, ya dengan melakukan penyiraman seminggu sekali," sambungnya.

Selain itu lanjutnya, pemerintah juga harus mempersiapkan infrastrukturnya dan memastikan sinergi antara kementerian terjalin dengan baik.

"Kalau mau melakukan penyiraman secara rutin, artinya pesawatnya juga harus ada. Artinya, ada sinergi antara KLHK, Kemenhub atau TNI. Tidak ada lagi, yang namanya saling lempar tanggung jawab," ujarnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1265 seconds (0.1#10.140)
pixels