Revisi UU Polri Bikin Polisi Superbody, Begini Reaksi Praktisi Hukum
Minggu, 23 Juni 2024 - 18:57 WIB
“UU TNI itu cantolannya adalah UUD 1945 Pasal 30 Ayat (3) tentang pertahanan dan keamanan negara, di mana TNI terdiri dari TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, tidak ada menyebut Polri dalam UU itu. TNI bertugas mempertahankan dan melindungi serta memelihara keutuhan dan kedaulatan negara,” tegasnya.
Dia juga mengkritisi pemberantasan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua yang sebenarnya juga bukan tugas Polri melainkan sudah menjadi tugas TNI sesuai bunyi undang-undang yang berlaku.
“Saya sampaikan ciri-ciri separatis adalah adanya bendera, ada kelompok bersenjata dan ada pernyataan ingin memisahkan diri dari NKRI dan unsur -unsur itu sudah terpenuhi semua dan itu adalah tugas TNI mengatasinya,“ ujar Marwan.
Kewenangan superbody lebih yang melebihi tugas pokoknya dalam RUU Polri telah memperluas sejumlah tugas pokok Polri seperti bisa melakukan pemblokiran, memutus, memperlambat ruang siber, penggalangan intelijen, penyadapan dan pengawasan, di mana lembaga lain juga memiliki kewenangan itu.
Menurut Marwan, Revisi UU Polri juga telah memberangus kebebasan berpendapat dan berekspresi masyarakat, termasuk hak memperoleh informasi dan hak warga negara atas privasi terutama di media sosial dan ruang digital.
Hal itu termaktub dalam Pasal 16 ayat (1) RUU Polri yang memberi kewenangan Polri untuk melakukan pengamanan, pembinaan dan pengawasan di ruang siber. Sekaligus kewenangan melakukan penindakan, pemblokiran atau pemutusan, dan memperlambat akses ruang siber untuk tujuan keamanan dalam negeri.
Apa yang dilakukan Polri seperti memperlambat dan memutus akses internet digunakan untuk meredam protes dan aksi masyarakat sipil, bisa diartikan sebagai perbuatan melawan hukum yang merugikan masyarakat dalam kebebasan berekspresi di muka umum.
"Karena itu, saya meminta kepada DPR dan Presiden untuk mengkaji ulang pasal-pasal dalam Revisi UU Polri tersebut yang bukan menjadi ranah kewenangan kepolisian dalam memberantas separatis dan ada kekhawatiran kelak akan menimbulkan gesekan antara kedua institusi negara itu dalam menjalankan tugasnya,” ungkapnya.
Bila Revisi UU Polri tetap dilanjutkan DPR, maka pihaknya akan melakukan gugatan uji materi ke MK. Karena itu, hendaknya DPR sebelum ketuk palu, melakukan harmonisasi dan sinkronisasi terlebih dahulu atas Revisi UU Polri dengan undang-undang lainnya.
"Masih banyak lagi kewenangan Polri yang melebihi batas. Karena itu Revisi RUU Polri harus ditolak atau minimal ada sinkronisasi dan harmonisasi dengan undang-undang yang lainnya, sehingga tidak semua yang ada di Republik Indonesia ini menjadi kewenangan Polri yang menjadikan Polri superbody," ujar Marwan.
Dia juga mengkritisi pemberantasan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua yang sebenarnya juga bukan tugas Polri melainkan sudah menjadi tugas TNI sesuai bunyi undang-undang yang berlaku.
“Saya sampaikan ciri-ciri separatis adalah adanya bendera, ada kelompok bersenjata dan ada pernyataan ingin memisahkan diri dari NKRI dan unsur -unsur itu sudah terpenuhi semua dan itu adalah tugas TNI mengatasinya,“ ujar Marwan.
Kewenangan superbody lebih yang melebihi tugas pokoknya dalam RUU Polri telah memperluas sejumlah tugas pokok Polri seperti bisa melakukan pemblokiran, memutus, memperlambat ruang siber, penggalangan intelijen, penyadapan dan pengawasan, di mana lembaga lain juga memiliki kewenangan itu.
Menurut Marwan, Revisi UU Polri juga telah memberangus kebebasan berpendapat dan berekspresi masyarakat, termasuk hak memperoleh informasi dan hak warga negara atas privasi terutama di media sosial dan ruang digital.
Hal itu termaktub dalam Pasal 16 ayat (1) RUU Polri yang memberi kewenangan Polri untuk melakukan pengamanan, pembinaan dan pengawasan di ruang siber. Sekaligus kewenangan melakukan penindakan, pemblokiran atau pemutusan, dan memperlambat akses ruang siber untuk tujuan keamanan dalam negeri.
Apa yang dilakukan Polri seperti memperlambat dan memutus akses internet digunakan untuk meredam protes dan aksi masyarakat sipil, bisa diartikan sebagai perbuatan melawan hukum yang merugikan masyarakat dalam kebebasan berekspresi di muka umum.
"Karena itu, saya meminta kepada DPR dan Presiden untuk mengkaji ulang pasal-pasal dalam Revisi UU Polri tersebut yang bukan menjadi ranah kewenangan kepolisian dalam memberantas separatis dan ada kekhawatiran kelak akan menimbulkan gesekan antara kedua institusi negara itu dalam menjalankan tugasnya,” ungkapnya.
Bila Revisi UU Polri tetap dilanjutkan DPR, maka pihaknya akan melakukan gugatan uji materi ke MK. Karena itu, hendaknya DPR sebelum ketuk palu, melakukan harmonisasi dan sinkronisasi terlebih dahulu atas Revisi UU Polri dengan undang-undang lainnya.
"Masih banyak lagi kewenangan Polri yang melebihi batas. Karena itu Revisi RUU Polri harus ditolak atau minimal ada sinkronisasi dan harmonisasi dengan undang-undang yang lainnya, sehingga tidak semua yang ada di Republik Indonesia ini menjadi kewenangan Polri yang menjadikan Polri superbody," ujar Marwan.
tulis komentar anda