DPR Butuh Ketua DPR yang Adaptif, Bukan Sebatas Representasi Parpol Mayoritas
Rabu, 12 Juni 2024 - 09:08 WIB
JAKARTA - Peneliti Kebijakan Publik Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantor mengatakan jika dinamika politik ke depan akan semakin berat. Tantangan itu akan dihadapi secara langsung oleh pemerintahan baru, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Dinamika politik itu terjadi bukan hanya di dalam negeri, melainkan juga di tingkat global. Dinamika tersebut itu juga berpotensi 'mengganggu' pelaksanaan program kerja yang menjadi isu dalam kampanye Pemilihan Presiden Februari 2024 lalu.
Apalagi, nantinya legislatif dipegang PDIP yang merupakan pemenang Pemilu 2024. Hal itu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3). Undang-undang yang belakangan diusulkan untuk dilakukan revisi.
"Undang-Undang MD3 ini memang sebaiknya dilakukan revisi, mengingat dinamika politik eksternal yang berubah dan mengalami banyak perubahan. Dan mengingat dinamika politik ke depan yang berat," ujar Riko kepada wartawan, Rabu (12/6/2024).
Menurut Riko, UU MD3 merupakan instrumen politik dan hukum untuk menjaga pendulum kekuasaan secara lebih tepat. Terutama pada fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
Dalam bahasa sederhana Riko, bagaimana menjadikan DPR dan MPR sebagai mitra yang konstruktif dan strategis bagi eksekutif. Untuk itu, perlu sosok negarawan yang akan memimpin kedua lembaga negara tersebut.
"Memang sangat tepat perlu sosok Ketua DPR dan Ketua MPR yang berkualitas negarawan. Bukan sebatas simbol dan representasi partai politik mayoritas," kata dia.
Siapa yang nantinya akan memimpin kedua lembaga tersebut? Menurut Riko DPR lah yang akan menentukan dalam proses pembahasan revisi UU MD3 yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2024. Terpenting, sosok tersebut memiliki kualitas negarawan.
Dinamika politik itu terjadi bukan hanya di dalam negeri, melainkan juga di tingkat global. Dinamika tersebut itu juga berpotensi 'mengganggu' pelaksanaan program kerja yang menjadi isu dalam kampanye Pemilihan Presiden Februari 2024 lalu.
Apalagi, nantinya legislatif dipegang PDIP yang merupakan pemenang Pemilu 2024. Hal itu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3). Undang-undang yang belakangan diusulkan untuk dilakukan revisi.
"Undang-Undang MD3 ini memang sebaiknya dilakukan revisi, mengingat dinamika politik eksternal yang berubah dan mengalami banyak perubahan. Dan mengingat dinamika politik ke depan yang berat," ujar Riko kepada wartawan, Rabu (12/6/2024).
Menurut Riko, UU MD3 merupakan instrumen politik dan hukum untuk menjaga pendulum kekuasaan secara lebih tepat. Terutama pada fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
Dalam bahasa sederhana Riko, bagaimana menjadikan DPR dan MPR sebagai mitra yang konstruktif dan strategis bagi eksekutif. Untuk itu, perlu sosok negarawan yang akan memimpin kedua lembaga negara tersebut.
"Memang sangat tepat perlu sosok Ketua DPR dan Ketua MPR yang berkualitas negarawan. Bukan sebatas simbol dan representasi partai politik mayoritas," kata dia.
Siapa yang nantinya akan memimpin kedua lembaga tersebut? Menurut Riko DPR lah yang akan menentukan dalam proses pembahasan revisi UU MD3 yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2024. Terpenting, sosok tersebut memiliki kualitas negarawan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda