MK Tolak Klaim PPP soal Migrasi Suara ke Partai Garuda di Dapil Aceh II
Selasa, 21 Mei 2024 - 18:55 WIB
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi ( MK ) menolak permohonan Partai Persatuan Pembangunan ( PPP ) yang mengklaim adanya perpindahan suara di Dapil Aceh II ke Partai Garuda dalam putusan dismissal sengketa pileg, Selasa (21/5/2024). Dapil Aceh II meliputi Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Tengah, Aceh Timur, Aceh Utara, Bener Meriah, Bireuen, Kota Langsa, dan Kota Lhokseumawe.
"Menyatakan Permohonan Pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan hasil putusan dalam nomor perkara 168-01-17- 01/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 antara PPP dan Partai Garuda di ruang sidang Gedung MK.
Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan, Mahkamah terlebih dahulu akan mempertimbangkan eksepsi dari Partai Garuda yang pada pokoknya menyatakan permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur.
"Bahwa Pemohon di dalam Permohonan awal mendalilkan adanya migrasi suara sebesar 10.000 suara ke PDIP. Namun, di dalam Permohonan bertanggal 27 Maret 2024, Pemohon mendalilkan adanya migrasi suara sebesar 5.300 dari Partai Garuda, sehingga menunjukkan dalil permohonan Pemohon yang tidak konsisten," ucap Arief.
Selanjutnya, MK menilai terhadap eksepsi tersebut, Mahkamah berkenaan dengan dalil permohonan Pemohon yang tidak menyebutkan lokasi TPS dan tidak menjelaskan secara rinci terjadinya migrasi suara Pemohon ke Partai Garuda.
"Dalam permohonan yang diajukan, pemohon wajib menguraikan dengan jelas tentang, kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan hasil penghitungan yang benar menurut pemohon," kata Arief.
"Permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon," tambahnya.
Berdasarkan uraian tersebut, pertimbangan hukum di atas, menurut Mahkamah, permohonan diajukan masih dalam tenggang waktu pengajuan permohonan, Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan, namun karena permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur maka eksepsi Termohon mengeni permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur adalan beralasan menurut hukum.
"Mahkamah berpendapat bahwa permohonan Pemohon telah ternyata tidak bersesuaian dengan ketentuan dalam Pasal 75 UU MK, Pasal 9 ayat (2) PMK 2/2023, dan Pasal 11 ayat (2) huruf b angka 4 dan angka 5 PMK 2/2023. Sebagaimana telah diuraikan di atas, permohonan Pemohon tidak merujuk sama sekali alat bukti tertentu dalam setiap dalil permohonannya. Oleh karena itu, cukup beralasan bagi Mahkamah untuk menyatakan permohonan a quo tidak jelas atau kabur," katanya.
"Menyatakan Permohonan Pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan hasil putusan dalam nomor perkara 168-01-17- 01/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 antara PPP dan Partai Garuda di ruang sidang Gedung MK.
Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan, Mahkamah terlebih dahulu akan mempertimbangkan eksepsi dari Partai Garuda yang pada pokoknya menyatakan permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur.
"Bahwa Pemohon di dalam Permohonan awal mendalilkan adanya migrasi suara sebesar 10.000 suara ke PDIP. Namun, di dalam Permohonan bertanggal 27 Maret 2024, Pemohon mendalilkan adanya migrasi suara sebesar 5.300 dari Partai Garuda, sehingga menunjukkan dalil permohonan Pemohon yang tidak konsisten," ucap Arief.
Selanjutnya, MK menilai terhadap eksepsi tersebut, Mahkamah berkenaan dengan dalil permohonan Pemohon yang tidak menyebutkan lokasi TPS dan tidak menjelaskan secara rinci terjadinya migrasi suara Pemohon ke Partai Garuda.
"Dalam permohonan yang diajukan, pemohon wajib menguraikan dengan jelas tentang, kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan hasil penghitungan yang benar menurut pemohon," kata Arief.
"Permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon," tambahnya.
Berdasarkan uraian tersebut, pertimbangan hukum di atas, menurut Mahkamah, permohonan diajukan masih dalam tenggang waktu pengajuan permohonan, Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan, namun karena permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur maka eksepsi Termohon mengeni permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur adalan beralasan menurut hukum.
"Mahkamah berpendapat bahwa permohonan Pemohon telah ternyata tidak bersesuaian dengan ketentuan dalam Pasal 75 UU MK, Pasal 9 ayat (2) PMK 2/2023, dan Pasal 11 ayat (2) huruf b angka 4 dan angka 5 PMK 2/2023. Sebagaimana telah diuraikan di atas, permohonan Pemohon tidak merujuk sama sekali alat bukti tertentu dalam setiap dalil permohonannya. Oleh karena itu, cukup beralasan bagi Mahkamah untuk menyatakan permohonan a quo tidak jelas atau kabur," katanya.
(abd)
tulis komentar anda