Deklarasi KAMI, Dendam Lama yang Belum Tuntas

Selasa, 18 Agustus 2020 - 19:14 WIB
Anggota Komisi I DPR Abdul Kadir Karding. FOTO/SINDOnews/Abdul Rochim
JAKARTA - Mantan Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding menyebut, deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia ( KAMI ) sebagai dendam politik lama yang belum tuntas pasca Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

"Deklarasi KAMI yang hari ini dilaksanakan dan dihadiri beberapa tokoh-tokoh yang notabene sebenarnya sejak awal sudah berbeda dengan pemerintahan Jokowi, tepatnya pada saat pilpres, menunjukkan bahwa beliau-beliau ini tidak siap kalah dan tidak siap menang," tandas Karding. (Baca juga: Boni Hargens Sebut KAMI Laskar Sakit Hati dan Oposisi Jalanan)

Politikus PKB ini menyebut, pendirian koalisi ini jelas bagian dari dendam atau sejarah lama yang tidak tuntas. "Maka, pemerintah tidak perlu memperhitungkan, tidak perlu nggagas kalau bahasa Jawa-nya, aktivitas ini, yang terpenting adalah teruslah bekerja dan berusaha membangun komunikasi dan koordinasi agar kita bisa segera bangkit dari krisis ini, segera bisa keluar menyelesaikan Covid-19 dan memperbaiki ekonomi kita dan meningatkan daya beli masyarakat, itu jauh lebih penting daripada mendengarkan ocehan-ocehan yang dibungkus kritisisme ini," ujarnya. (Baca juga: Din Syamsuddin Ingatkan Pendukung KAMI Waspadai Provokasi dan Intimidasi)

Anggota Komisi I DPR ini mengatakan, aksi-aksi yang dilakukan dalam konteks sekarang ini, tidak tepat atau tidak memiliki sense of crisis di tengah pandemi Covid-19 yang sedang melanda dunia dan Indonesia.



"Karena di saat dunia, bangsa kita, bahu- membahu untuk berjuang melawan ganasnya pandemi, tenaga-tenaga kesehatan kita, para penyelenggara negara bekerja keras, mereka justru menyampaikan keprihatinan-keprihatinan yang sesungguhnya juga tidak tepat atau lagu lama yang dinyanyikan kembali," katanya. (Baca juga: Deklarasi KAMI, Gatot Nurmantyo Bicara Proxy War dan Senjata Biologis Massal)

Karding juga menyebut secara teknis deklarasi yang dilakukan sungguh jauh dari protokoler kesehatan di tengah pandemi Covid-19. "Dan sebagai tokoh, semestinya tidak memberi contoh seperti itu," ujarnya.

Menurut dia, sebaiknya apapun perbedaan atau pendapat yang berbeda itu disampaikan dalam kerangka memberi solusi. "Mengingatkan itu tidak harus dengan kegiatan-kegiatan yang menyerang, tetapi memberikan solusi itu lebih baik dan jauh lebih maslahah (mendatangkan kebaikan)," pungkasnya.
(nbs)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More