Bawaslu Diminta Berhati-hati Merekrut Komisioner Daerah
Minggu, 28 April 2024 - 11:12 WIB
JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diminta berhati-hati dalam merekrut atau mengangkat komisioner di daerah, terutama yang diduga terlibat partai politik (parpol). Pasalnya, Bawaslu jadi kerepotan akibat banyaknya kasus tersebut, karena sering dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
"Terlalu berisiko bagi Bawaslu RI jika mengangkat anggota Bawaslu di daerah yang terlibat dalam partai politik. Kasus ini akan membuat repot komisioner Bawaslu RI karena terjebak jajaran bawahnya sehingga akhirnya ikut menjadi teradu DKPP akibat melantik anggota Bawaslu daerah yang terlibat parpol," kata Direktur Indonesia Political Review (IPR) Darmawan dihubungi wartawan, Sabtu (28/4/2024).
Lebih lanjut Darmawan mencontohkan dengan kasus di Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Seorang komisioner Bawaslu Puncak Donius Tabuni dilaporkan kepada DKPP karena tercatat menjadi kader parpol.
"Di Kabupaten Puncak, Papua Tengah, ada calon atas nama Donius Tabuni. Ia dilaporkan masyarakat karena diduga anggota parpol. Jangan sampai warning dari masyarakat ini tidak dihiraukan dan jadi angin lalu,” tuturnya.
"Baru saja kita saksikan kemarin, Ketua dan anggota KPU RI disidang DKPP karena melantik anggota KPU Kabupaten Puncak yang diduga terlibat parpol. Kasus tersebut mestinya menjadi pelajaran bagi Bawaslu RI agar lebih cermat dan berhati-hati dalam merekrut komisioner di daerah," sambungnya.
Dia menuturkan, adanya kader parpol yang menjadi anggota Bawaslu akan mengurangi independensi penyelenggara pemilu. “Bahkan, menghilangkan kesan netralitas, salah satu prinsip utama Bawaslu dalam menjalankan tugasnya dan tentunya bertentangan UU Nomor 7/2017 Tentang Pemilu," jelasnya.
Dia heran Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sering kecolongan dalam hal ini. Dia pun tidak tahu penyebabnya, apakah faktor kesalahan manusia (human error) atau kesengajaan. "Yang jelas, sistem rekrutmen ini patut diperbaiki ke depannya jika mau demokrasi dapat terbangun dengan asas netralitas dan berkeadilan," ujarnya.
Meningkatkan sistem penyaringan (skrining, red) adalah salah satu yang bisa dilakukan penyelenggara pemilu, termasuk Bawaslu. “Dan juga banyak membuka ruang saran publik, terutama daerah asal calon, agar tidak kecolongan lagi," imbuhnya.
Selain itu, mesti memastikan kandidat komisioner Bawaslu daerah memiliki rekam jejak baik. "Para calon diharapkan memiliki integritas, independensi, dan netralitas yang tinggi serta tidak terlibat dalam aktivitas politik partisan. Apalagi, saat ini sedang dibuka rekrutmen penyelenggara ad hoc di tingkat kecamatan untuk Pilkada 2024," pungkasnya.
"Terlalu berisiko bagi Bawaslu RI jika mengangkat anggota Bawaslu di daerah yang terlibat dalam partai politik. Kasus ini akan membuat repot komisioner Bawaslu RI karena terjebak jajaran bawahnya sehingga akhirnya ikut menjadi teradu DKPP akibat melantik anggota Bawaslu daerah yang terlibat parpol," kata Direktur Indonesia Political Review (IPR) Darmawan dihubungi wartawan, Sabtu (28/4/2024).
Lebih lanjut Darmawan mencontohkan dengan kasus di Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Seorang komisioner Bawaslu Puncak Donius Tabuni dilaporkan kepada DKPP karena tercatat menjadi kader parpol.
Baca Juga
"Di Kabupaten Puncak, Papua Tengah, ada calon atas nama Donius Tabuni. Ia dilaporkan masyarakat karena diduga anggota parpol. Jangan sampai warning dari masyarakat ini tidak dihiraukan dan jadi angin lalu,” tuturnya.
"Baru saja kita saksikan kemarin, Ketua dan anggota KPU RI disidang DKPP karena melantik anggota KPU Kabupaten Puncak yang diduga terlibat parpol. Kasus tersebut mestinya menjadi pelajaran bagi Bawaslu RI agar lebih cermat dan berhati-hati dalam merekrut komisioner di daerah," sambungnya.
Dia menuturkan, adanya kader parpol yang menjadi anggota Bawaslu akan mengurangi independensi penyelenggara pemilu. “Bahkan, menghilangkan kesan netralitas, salah satu prinsip utama Bawaslu dalam menjalankan tugasnya dan tentunya bertentangan UU Nomor 7/2017 Tentang Pemilu," jelasnya.
Dia heran Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sering kecolongan dalam hal ini. Dia pun tidak tahu penyebabnya, apakah faktor kesalahan manusia (human error) atau kesengajaan. "Yang jelas, sistem rekrutmen ini patut diperbaiki ke depannya jika mau demokrasi dapat terbangun dengan asas netralitas dan berkeadilan," ujarnya.
Meningkatkan sistem penyaringan (skrining, red) adalah salah satu yang bisa dilakukan penyelenggara pemilu, termasuk Bawaslu. “Dan juga banyak membuka ruang saran publik, terutama daerah asal calon, agar tidak kecolongan lagi," imbuhnya.
Selain itu, mesti memastikan kandidat komisioner Bawaslu daerah memiliki rekam jejak baik. "Para calon diharapkan memiliki integritas, independensi, dan netralitas yang tinggi serta tidak terlibat dalam aktivitas politik partisan. Apalagi, saat ini sedang dibuka rekrutmen penyelenggara ad hoc di tingkat kecamatan untuk Pilkada 2024," pungkasnya.
(rca)
Lihat Juga :
tulis komentar anda