Perlu Lebih Hati-Hati Menulis Sejarah Kepanduan
Kamis, 18 April 2024 - 16:06 WIB
Berthold Sinaulan
Pelatih Pembina Pramuka
MENULIS sejarah memang perlu kehati-hatian. Seorang penulis sejarah harus melakukan riset, cek dan ricek, dan sedapat mungkin menggunakan banyak sumber. Termasuk dalam menulis sejarah kepanduan atau kepramukaan.
Contohnya, adalah tulisan berjudul "Pramuka, Karakter Bangsa, dan Peradaban Dunia" yang ditulis oleh Muchammad Sidik Sisdiyanto yang sebagaimana dinyatakannya merupakan pengurus Kwartir Nasional Gerakan Pramuka . Tulisan tersebut dimuat di Sindonews.com pada Rabu, 17 April 2024.
Bagian awal tulisan itu menguraikan sejarah kepanduan dan langsung terlihat perlu banyak dikoreksi sejak paragraf pertama. Dia menuliskan, "KETIKA perang dunia pertama (28 Juli 1914-11 November 1918), keadaan genting membuat orang berpikir bahwa anak-anak muda harus disiapkan untuk menghadapi situasi tak menentu seperti kala itu. Syukur-syukur jika anak-anak muda bisa membantu keadaan genting yang ada di sekitarnya. Atas dasar pikiran tersebut Baden-Powel, seorang warga negeri Inggris mendirikan gerakan kepanduan 1 Agustus 1907. Catatannya atas kegiatan kepanduan tersebut ia bukukan dalam sebuah buku berjudul Scouting for Boy. Buku tersebut ternyata membangkitkan kesadaran gerakan kepanduan di dunia."
Dari awal sudah terlihat tidak tepat. Bagaimana mungkin Baden-Powell (bukan Powel dengan satu huruf "l" seperti ditulis dalam artikel tersebut, mendirikan gerakan kepanduan atas dasar anak-anak muda harus disiapkan menghadapi situasi tak menentu seperti kala Perang Dunia I. Padahal, Baden-Powell telah melaksanakan perkemahan (yang kemudian dianggap sebagai perkemahan kepanduan pertama) di Pulau Brownsea pada 1 Agustus 1907. Itu berarti tujuh tahun sebelum Perang Dunia I meletus.
Demikian pula dengan buku Scouting for Boys (Boys dengan huruf s). Awalnya diterbitkan dalam bentuk buklet (buku kecil) secara serial dalam enam kali penerbitan sejak Januari sampai Maret 1908 dan kemudian dibukukan juga pada tahun yang sama. Jelas, buku itu telah ada enam tahun sebelum berkecamuknya Perang Dunia I.
Kemudian di paragraf kedua, sang penulis menambahkan, "Di Indonesia secara resmi gerakan kepanduan ini masuk pada 1912 di Bandung melalui sebuah organisasi kepanduan yang diinisiasi oleh Pemerintah Hindia Belanda Bernama Nederlandesche Padvinders Organisatie (NPO) yang kemudian pada 1916 berubah menjadi Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging (NIPV)."
Pelatih Pembina Pramuka
MENULIS sejarah memang perlu kehati-hatian. Seorang penulis sejarah harus melakukan riset, cek dan ricek, dan sedapat mungkin menggunakan banyak sumber. Termasuk dalam menulis sejarah kepanduan atau kepramukaan.
Contohnya, adalah tulisan berjudul "Pramuka, Karakter Bangsa, dan Peradaban Dunia" yang ditulis oleh Muchammad Sidik Sisdiyanto yang sebagaimana dinyatakannya merupakan pengurus Kwartir Nasional Gerakan Pramuka . Tulisan tersebut dimuat di Sindonews.com pada Rabu, 17 April 2024.
Bagian awal tulisan itu menguraikan sejarah kepanduan dan langsung terlihat perlu banyak dikoreksi sejak paragraf pertama. Dia menuliskan, "KETIKA perang dunia pertama (28 Juli 1914-11 November 1918), keadaan genting membuat orang berpikir bahwa anak-anak muda harus disiapkan untuk menghadapi situasi tak menentu seperti kala itu. Syukur-syukur jika anak-anak muda bisa membantu keadaan genting yang ada di sekitarnya. Atas dasar pikiran tersebut Baden-Powel, seorang warga negeri Inggris mendirikan gerakan kepanduan 1 Agustus 1907. Catatannya atas kegiatan kepanduan tersebut ia bukukan dalam sebuah buku berjudul Scouting for Boy. Buku tersebut ternyata membangkitkan kesadaran gerakan kepanduan di dunia."
Dari awal sudah terlihat tidak tepat. Bagaimana mungkin Baden-Powell (bukan Powel dengan satu huruf "l" seperti ditulis dalam artikel tersebut, mendirikan gerakan kepanduan atas dasar anak-anak muda harus disiapkan menghadapi situasi tak menentu seperti kala Perang Dunia I. Padahal, Baden-Powell telah melaksanakan perkemahan (yang kemudian dianggap sebagai perkemahan kepanduan pertama) di Pulau Brownsea pada 1 Agustus 1907. Itu berarti tujuh tahun sebelum Perang Dunia I meletus.
Demikian pula dengan buku Scouting for Boys (Boys dengan huruf s). Awalnya diterbitkan dalam bentuk buklet (buku kecil) secara serial dalam enam kali penerbitan sejak Januari sampai Maret 1908 dan kemudian dibukukan juga pada tahun yang sama. Jelas, buku itu telah ada enam tahun sebelum berkecamuknya Perang Dunia I.
Kemudian di paragraf kedua, sang penulis menambahkan, "Di Indonesia secara resmi gerakan kepanduan ini masuk pada 1912 di Bandung melalui sebuah organisasi kepanduan yang diinisiasi oleh Pemerintah Hindia Belanda Bernama Nederlandesche Padvinders Organisatie (NPO) yang kemudian pada 1916 berubah menjadi Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging (NIPV)."
tulis komentar anda