Cegah Kelangkaan, Pembatasan Angkutan Logistik saat Arus Mudik Harus Dikaji Ulang
Selasa, 26 Maret 2024 - 15:07 WIB
“Kalau tidak di atur begitu, logistik di hentikan nanti bisa terjadi kelangkaan barang atau inflasi di musim Lebaran. Dan ini akan berdampak terhadap ekonomi di masyarakat,” tegas pria yang akrab disapa BHS ini.
BHS meminta agar peraturan itu jangan diberlakukan secara nasional. Pasalnya, daerah yang mengalami kepadatan dalam momen mudik Lebaran hanya ada di Pulau Jawa saja. Itu pun, jalur utara dan tengah saja, sedangkan jalan selatan load faktornya baru berkisar tidak lebih dari 25%.
“Sedangkan di kepulauan lain di Indonesia relatif tidak terjadi kepadatan, apalagi wilayah-wilayah yang berpenduduk non muslim, seperti Sulawesi Utara, NTT, Papua, Kalimantan Barat dan sebagainya, pasti tidak terjadi kepadatan arus kendaraan di wilayah tersebut sehingga logistik di harapkan tidak di batasi secara nasional. misalnya di wilayah Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan, di mana load factor jalannya masih di bawah 50% saat terjadi kepadatan,”bebernya.
Angkutan logistik yang terus aktif di momentum Lebaran ini akan berdampak kepada para pekerja logistik seperti industri pun masih tetap bisa bekerja. Sehingga bila terjadi pembatasan logistik akan berdampak menghentikan aktivitas industri sehingga para pekerja akan mudik semua dan ini berdampak kemacetan yang akan lebih parah lagi di Pulau Jawa.
“Kalau bisa logistik tetap berjalan, jika tidak (berjalan) kemungkinan dampaknya akan terjadi stagnasi di Pulau Jawa,” ucapnyanya.
Senada, Senior Consultant Supply Chain Indonesia (SCI) Sugi Purnoto menyatakan pembatasan barang pada mudik Lebaran akan memiliki dampak yang besar bagi ekonomi nasional. “Aliran untuk kegiatan ekspor maupun impor, walaupun tidak dilarang tetapi dalam praktiknya kegiatan ekspor dan impor karena aksesnya memang bersinggungan dengan jalan tol itu mendapatkan pelarangan,” ujar Sugi.
Dengan demikian, distribusi barang-barang domestik juga mengalami kesulitan. Kendati dalam aturan tersebut terdapat pengecualian untuk barang kebutuhan pokok, namun Sugi meyakini praktiknya di lapangan akan sulit.
“Dalam praktiknya tetap terjadi pelarangan akses untuk pengiriman barang kebutuhan pokok. Untuk barang-barang yang kebutuhan pokok langsung berdampak kepada masyarakat bukan kepada distributor,” tandasnya.
BHS meminta agar peraturan itu jangan diberlakukan secara nasional. Pasalnya, daerah yang mengalami kepadatan dalam momen mudik Lebaran hanya ada di Pulau Jawa saja. Itu pun, jalur utara dan tengah saja, sedangkan jalan selatan load faktornya baru berkisar tidak lebih dari 25%.
“Sedangkan di kepulauan lain di Indonesia relatif tidak terjadi kepadatan, apalagi wilayah-wilayah yang berpenduduk non muslim, seperti Sulawesi Utara, NTT, Papua, Kalimantan Barat dan sebagainya, pasti tidak terjadi kepadatan arus kendaraan di wilayah tersebut sehingga logistik di harapkan tidak di batasi secara nasional. misalnya di wilayah Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan, di mana load factor jalannya masih di bawah 50% saat terjadi kepadatan,”bebernya.
Angkutan logistik yang terus aktif di momentum Lebaran ini akan berdampak kepada para pekerja logistik seperti industri pun masih tetap bisa bekerja. Sehingga bila terjadi pembatasan logistik akan berdampak menghentikan aktivitas industri sehingga para pekerja akan mudik semua dan ini berdampak kemacetan yang akan lebih parah lagi di Pulau Jawa.
“Kalau bisa logistik tetap berjalan, jika tidak (berjalan) kemungkinan dampaknya akan terjadi stagnasi di Pulau Jawa,” ucapnyanya.
Senada, Senior Consultant Supply Chain Indonesia (SCI) Sugi Purnoto menyatakan pembatasan barang pada mudik Lebaran akan memiliki dampak yang besar bagi ekonomi nasional. “Aliran untuk kegiatan ekspor maupun impor, walaupun tidak dilarang tetapi dalam praktiknya kegiatan ekspor dan impor karena aksesnya memang bersinggungan dengan jalan tol itu mendapatkan pelarangan,” ujar Sugi.
Dengan demikian, distribusi barang-barang domestik juga mengalami kesulitan. Kendati dalam aturan tersebut terdapat pengecualian untuk barang kebutuhan pokok, namun Sugi meyakini praktiknya di lapangan akan sulit.
“Dalam praktiknya tetap terjadi pelarangan akses untuk pengiriman barang kebutuhan pokok. Untuk barang-barang yang kebutuhan pokok langsung berdampak kepada masyarakat bukan kepada distributor,” tandasnya.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda