MK Tolak Gugatan Legalisasi Ganja Medis
Rabu, 20 Maret 2024 - 14:19 WIB
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan yang diajukan oleh Pipit Sri Hartanti soal legalisasi tanaman ganja untuk penanganan medis.
Gugatan tersebut masuk dalam nomor perkara 13/PUU-XXI/2024 yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (20/3/2024).
Menurut Pemohon, ganja medis dapat digunakan sebagai terapi pengobatan, namun pemanfaatannya terhalang oleh adanya ketentuan yang melarang penggunaan Narkotika Golongan I untuk pelayanan kesehatan.
Berkenaan dengan hal tersebut, para Pemohon mengaitkan permohonannya dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 106/PUU-XVIII/2020 yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada tanggal 20 Juli 2022, yang pada pokoknya menolak permohonan para Pemohon.
Menimbang bahwa dalam mendalilkan inkonstitusionalitas norma Pasal 1 angka 2 UU 8/1976 beserta Penjelasannya, yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945, para Pemohon mengemukakan dalil-dalil yang pada pokoknya sebagai berikut (dalil-dalil para Pemohon selengkapnya dimuat dalam bagian duduk perkara putusan ini).
"Menolak permohonan para Pemohon untuk semuanya," ujar Ketua MK, Suhartoyo dalam persidangan.
Bahwa berdasarkan dalil-dalil sebagaimana diuraikan di atas, para Pemohon memohon agar materi muatan Pasal 1 angka 2 UU Nomor 8 Tahun 1976 beserta Penjelasannya sepanjang frasa "Protokol yang Mengubah Konvensi Tunggal Narkotika 1961". Dinyatakan bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai sebagai "Protokol yang Mengubah Konvensi Tunggal Narkotika 1961, hingga protokol sesi ke-63, termasuk di dalamnya dokumen Commission on Narcotic Drugs Sixty-third session Vienna, 2-6 March 2020, yang menggunakan simbol dokumen: E/CN.7/2020/CRP.19".
Gugatan tersebut masuk dalam nomor perkara 13/PUU-XXI/2024 yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (20/3/2024).
Menurut Pemohon, ganja medis dapat digunakan sebagai terapi pengobatan, namun pemanfaatannya terhalang oleh adanya ketentuan yang melarang penggunaan Narkotika Golongan I untuk pelayanan kesehatan.
Berkenaan dengan hal tersebut, para Pemohon mengaitkan permohonannya dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 106/PUU-XVIII/2020 yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada tanggal 20 Juli 2022, yang pada pokoknya menolak permohonan para Pemohon.
Menimbang bahwa dalam mendalilkan inkonstitusionalitas norma Pasal 1 angka 2 UU 8/1976 beserta Penjelasannya, yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945, para Pemohon mengemukakan dalil-dalil yang pada pokoknya sebagai berikut (dalil-dalil para Pemohon selengkapnya dimuat dalam bagian duduk perkara putusan ini).
"Menolak permohonan para Pemohon untuk semuanya," ujar Ketua MK, Suhartoyo dalam persidangan.
Bahwa berdasarkan dalil-dalil sebagaimana diuraikan di atas, para Pemohon memohon agar materi muatan Pasal 1 angka 2 UU Nomor 8 Tahun 1976 beserta Penjelasannya sepanjang frasa "Protokol yang Mengubah Konvensi Tunggal Narkotika 1961". Dinyatakan bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai sebagai "Protokol yang Mengubah Konvensi Tunggal Narkotika 1961, hingga protokol sesi ke-63, termasuk di dalamnya dokumen Commission on Narcotic Drugs Sixty-third session Vienna, 2-6 March 2020, yang menggunakan simbol dokumen: E/CN.7/2020/CRP.19".
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda