Petani Dinilai Salah Satu Pihak yang Rentan Terdampak Bencana

Jum'at, 14 Agustus 2020 - 14:51 WIB
Petani juga menjadi aktor yang paling banyak dan rentan menghadapi risiko gagal berproduksi akibat bencana, dan berbagai faktor alam serta iklim dan lainnya. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Dalam rantai pangan, petani sebagai produsen pangan merupakan aktor yang terpenting sekaligus menjadi pihak yang paling banyak mencurahkan waktunya untuk memastikan berjalannya 'mesin' produksi pangan nasional. Petani juga menjadi aktor yang paling banyak dan rentan menghadapi risiko gagal berproduksi akibat bencana, dan berbagai faktor alam serta iklim dan lainnya.

(Baca juga: Penanganan Bencana 'Dadakan' Butuh Solusi Teknologi Terintegrasi)

Ha ini dikatakan oleh Peneliti Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Rofan, dalam diskusi virtual #ObrolinPangan15 bertajuk: 'Geliat Petani Dalam Peningkatan Akses Pasar', Kamis 13 Agustus 2020 malam.

(Baca juga: BNPB Catat 1.663 Kejadian Bencana Telah Melanda Indonesia Sepanjang 2020)

"Ironinya, petani juga menjadi aktor yang mendapatkan keuntungan paling kecil dibanding aktor lainnya dari keseluruhan proses produksi pangan," kata Rofan dalam keterangan pers, Jumat (14/8/2020).



(Baca juga: 1.323 WNI di Luar Negeri Positif Corona, Total 865 Sembuh)

Fenomena ini kemudian terulang kembali pada periode yang sama di tahun 2020 ini. "Selain penyerapan rendah di pemerintah, ada distribusi yang terganggu karena pertokoan, rumah makan tutup akibat pandemi, juga tidak ada yang berbelanja di pasar karena pasar tutup, sehingga produksi menumpuk di petani di daerah," ujar Rofan.

Dari berbagai kasus ini, ternyata ada satu faktor krusial yang membuat petani selaku aktor terpenting produksi pangan nasional, selalu berada dalam posisi yang terjepit di antara aktor pagan lainnya. Faktor itu adalah akses terhadap pasar.

Karenanya kemudian menjadi penting bagi berbagai stakeholder pangan nasional untuk ikut membantu membangun jalan berkeadilan bagi petani agar mendapatkan akses terhadap pasar untuk memastikan, keringat petani di ladang, sawah dan kebun-kebun mendapat ganjaran yang layak berupa harga produk yang berkeadilan dan menyejahterakan.

Dalam konteks ini, berbagai inisiatif untuk mendekatkan petani dengan pasar melalui platform yang kolaboratif mulai banyak dibangun di berbagai wilayah petanian. Salah satunya adalah di Ngawi, Jawa Timur.

Eko Budhi dari Jaringan Kerja Petani Organik (Jaker PO) memaparkan, Ngawi adalah wilayah pertanian yang merupakan salah satu penyangga produksi pangan bagi wilayah di sekitarnya. Ngawi memiliki lahan sawah seluas 50 ribuan hektare dengan hasil panen mencapai 780 ribu ton gabah per tahun.

"Sementara, kebutuhan konsumsi masyarakat Ngawi hanya sebesar 92 ribuan ton per tahun, sehingga terdapat surplus yang besar dan 'diekspor' keluar daerah. Dengan kondisi demikian pertanian mampu berkonstribusi pendapatan daerah hingga 38%," jelas Eko.

Untuk beras organik, ada dua kecamatan yang melaksanakan pertanian organik yang sudah tersertifikasi yaitu di Geneng yang dilaksanakan oleh KNOC dan di Kelompok Tani Rukun Jaya. Kedua kelompok tani tersebut juga mengolah dan mengemas menjadi beras kemasan, kemudian penyaluran ada yang melalui PT, toko, dan dijual langsung kepada konsumen.

"Rantai nilai yang didapatkan dari sistem rantai pasar tersebut, adalah sebagai berikut: Pihak yang mendapatkan margin tertinggi dalam rantai nilai adalah toko. Ada penundaan pembayaran kepada petani, hal tersebut tidak diatur dalam perjanjian," jelas Eko.

Dari sisi pemerintah, untuk menjamin keseluruhan proses ini berjalan dengan berkeadilan, di Kabupaten Ngawi pada tahun 2019 lahir Peraturan Daerah No. 13/2019 tentang Pertanian Berkelanjutan yang kemudian akan disusulkan dalam proses penyusunan Peraturan Bupati.

"Diharapkan jika Perbub lahir maka akan tercipta kondisi kemitraan petani dengan swasta berlangsung adil," tegas Eko.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More