Demokrasi Merosot, Jumat Aliansi Perempuan Indonesia Demo di Depan Istana
Selasa, 05 Maret 2024 - 20:01 WIB
JAKARTA - Aliansi Perempuan Indonesia yang tergabung dari sejumlah organisasi gerakan perempuan menyatakan akan menggeruduk depan Istana Kepresidenan pada Jumat (8/3/2024). Aksi yang dibarengi dengan peringatan Hari Perempuan Internasional 2024 tersebut, ditujukan untuk menuntut keadilan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai sebagai aktor utama perusak demokrasi.
Juru Bicara Aliansi Perempuan Indonesia Mutiara Ika menyampaikan bahwa 2024 menjadi momen penting bagi gerakan perempuan karena ini akan menjadi seruan perlawanan atas segala carut marutnya demokrasi di Indonesia. “Indonesia saat ini lebih disokong kebijakan pro-oligarki dan tindakan menghancurkan demokrasi, yang selama ini dilakukan oleh rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam 2 periode kepemimpinannya," ujar Mutiara saat jumpa pers di Gedung LBH, Selasa (5/3/2024).
Mutiara menyampaikan, kemerosotan demokrasi Indonesia juga tergambar jelas dalam proses Pemilu 2024. Ia mengatakan, situasi politik cawe-cawe presiden beserta kroninya, cenderung secara gamblang dipertontonkan.
"Kita dipertontonkan ketidaknetralan presiden dengan cawe-cawenya hingga jajaran menterinya dan pelanggaran etik karena adanya konflik kepentingan di Mahkamah Konstitusi (MK)," terang Mutiara.
Bagi Mutiara, situasi carut-marutnya sistem politik demokrasi di masa Presiden Jokowi, akan menjadi ancaman serius bagi kelompok perempuan. Ia menilai, cikal bakal ancaman pada partisipasi perempuan di segala sektor.
"Situasi merosotnya demokrasi di Indonesia akan menjadi ancaman bagi kalangan perempuan, semisal menihilkan keterwakilan perempuan dalam politik," katanya.
Lebih lanjut, Mutiara mengungkapkan ancaman serius Jokowi terhadap demokrasi juga berakibat pada sulitnya advokasi hak perempuan dan melanggengkan pemiskinan perempuan.
"Perempuan justru dipaksa masuk dalam lubang kemiskinan melalui kebijakan upah murah, relasi kerja informal dan tanpa pengakuan status kerja, minim perlindungan bagi penyandang disabilitas, perempuan hamil dan menyusui, serta diskriminatif pada keragaman identitas gender," tutur Mutiara.
Maka itu, Mutiara mengatakan Aliansi Perempuan Indonesia akan melaksanakan aksi pada 8 Maret 2024 di depan Istana Kepresidenan. Hal ini dilakukan untuk menggugah kesadaran publik dan DPR, akan bahaya dari regresi demokrasi yang sedang berlangsung.
"Kami mengajak semua pihak untuk memperkuat kerangka hukum, meningkatkan partisipasi dan representasi politik, investasi dalam layanan sosial dan sistem dukungan, dan mendorong proses pengambilan keputusan yang inklusif dan partisipatif yang memprioritaskan kebutuhan dan perspektif perempuan dan kelompok yang termarginalisasi," pungkasnya.
Juru Bicara Aliansi Perempuan Indonesia Mutiara Ika menyampaikan bahwa 2024 menjadi momen penting bagi gerakan perempuan karena ini akan menjadi seruan perlawanan atas segala carut marutnya demokrasi di Indonesia. “Indonesia saat ini lebih disokong kebijakan pro-oligarki dan tindakan menghancurkan demokrasi, yang selama ini dilakukan oleh rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam 2 periode kepemimpinannya," ujar Mutiara saat jumpa pers di Gedung LBH, Selasa (5/3/2024).
Mutiara menyampaikan, kemerosotan demokrasi Indonesia juga tergambar jelas dalam proses Pemilu 2024. Ia mengatakan, situasi politik cawe-cawe presiden beserta kroninya, cenderung secara gamblang dipertontonkan.
"Kita dipertontonkan ketidaknetralan presiden dengan cawe-cawenya hingga jajaran menterinya dan pelanggaran etik karena adanya konflik kepentingan di Mahkamah Konstitusi (MK)," terang Mutiara.
Bagi Mutiara, situasi carut-marutnya sistem politik demokrasi di masa Presiden Jokowi, akan menjadi ancaman serius bagi kelompok perempuan. Ia menilai, cikal bakal ancaman pada partisipasi perempuan di segala sektor.
"Situasi merosotnya demokrasi di Indonesia akan menjadi ancaman bagi kalangan perempuan, semisal menihilkan keterwakilan perempuan dalam politik," katanya.
Lebih lanjut, Mutiara mengungkapkan ancaman serius Jokowi terhadap demokrasi juga berakibat pada sulitnya advokasi hak perempuan dan melanggengkan pemiskinan perempuan.
"Perempuan justru dipaksa masuk dalam lubang kemiskinan melalui kebijakan upah murah, relasi kerja informal dan tanpa pengakuan status kerja, minim perlindungan bagi penyandang disabilitas, perempuan hamil dan menyusui, serta diskriminatif pada keragaman identitas gender," tutur Mutiara.
Maka itu, Mutiara mengatakan Aliansi Perempuan Indonesia akan melaksanakan aksi pada 8 Maret 2024 di depan Istana Kepresidenan. Hal ini dilakukan untuk menggugah kesadaran publik dan DPR, akan bahaya dari regresi demokrasi yang sedang berlangsung.
"Kami mengajak semua pihak untuk memperkuat kerangka hukum, meningkatkan partisipasi dan representasi politik, investasi dalam layanan sosial dan sistem dukungan, dan mendorong proses pengambilan keputusan yang inklusif dan partisipatif yang memprioritaskan kebutuhan dan perspektif perempuan dan kelompok yang termarginalisasi," pungkasnya.
(rca)
tulis komentar anda